LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU TERNAK
POTONG DAN KERJA
PEMELIHARAAN
NAMA : RAHMA NINGSI
NIM :
I 111 12 295
KELOMPOK : VIII (DELAPAN)
ASISTEN : ABDI ERIANSYAH
LABORATORIUM
TERNAK POTONG DAN KERJA
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebutuhan
akan produk peternakan sekarang ini sangat tinggi. Masyarakat Indonesia sudah
mulai sadar akan pentingnya kebutuhan protein hewani dalam mencukupi kebutuhan nutrisinya. Produk peternakan
adalah produk yang sangat primer.
Sebagai
contoh yaitu daging, telur, susu merupakan produk yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Untuk saat ini banyak kalangan yang beranggapan bahwa dunia peternakan
adalah dunia yang kurang mempunyai prospek ke depan. Apabila kita kaji dan kita
perdalam tentang dunia peternakan kita akan memperoleh makna yang sangat
berharga. Untuk itu saat ini saja orang terus memerlukan produk
dari sektor peternakan walaupun telah kita ketahui bersama, untuk harga
produk peternakan jauh di atas rata-rata harga produk lainnya. Pada sapi potong
khususnya yang asli Indonesia adalah sapi Bali, Madura, Sumba dan peranakan
Sumba Ongole (SO).
Adanya
potensi yang kita miliki sudah sewajarnya jika kita mengembangkan produk ternak potong, agar
dapat memenuhi kebutuhan protein hewani
masyarakat kita. Kegiatan yang dilakukan pada saat praktikum ternak antara lain pengamatan manajemen
seleksi dan breeding, manajemen perawatan,
manajemen sanitasi dan pencegahan penyakit, manajemen pakan, manajemen
perkandangan dan manajemen penanganan limbah. Hal inilah yang melatar belakangi
dilakukannya Praktikum Pemeliharaan.
B. Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui mengenai sanitasi kandang,
pencampuran dan pemberian pakan, serta dapat mengetahui jumlah populasi ternak
sapi potong yang digembalakan.
Kegunaan
dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengetahui bagaimana cara
membersihkan atau sanitasi kandang, pencampuran dan pemberian pakan serta
mengetahui jumlah ternak yang digembalakan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
Pertumbuhan
1) Proses
Pertumbuhan
Proses pertumbuhan merupakan suatu
proses pertambahan berat hidup pada seekor ternak yang dimulai sejak terjadinya
fertilisasi, yaitu saat bersatunya sel telur dengan spermatozoa sehingga
terbentuk zygote, kemudian tumbuh menjadi embrio, foetus, dan selanjutnya lahir
sebagai anak serta berakhir pada saat mengalami kematian yang alami sebagai
akibat proses penuaan . Pada proses pertumbuhan dapat dibedakan dalam 2
(dua) pengertian, yaitu (Damarapeka, 2011) :
a.
Pertambahan
(growth).
Pertumbuhan
dalam arti pertambahan (growth) mempunyai pengertian sebagai pertambahan
yang meliputi ukuran dan bobot dari suatu jaringan, misalnya jaringan daging,
jaringan tulang dan jaringan syaraf. Dalam proses pertambahan ini gejala
pertumbuhan dari suatu organ atau individu ditandai dengan sel-selnya bertambah
banyak jumlahnya (proses perbanyakan sel) yang sering disebut dengan istilah hyperplasia
dan bertambah besar sel-selnya atau proses perubahan bentuk sel, yang disebut
dengan istilah hyperthropia.
b.
Perkembangan
(development)
Pertumbuhan dalam arti perkembangan
(development) mempunyai pengertian sebagai perubahan dari bentuk badan (body
shape) atau konformasinya. Hal ini dapat terlihat jelas pada mahluk
berderajad tinggi, misalnya perkembangan mental yang diikuti dengan
perkembangan bentuk tubuhnya. Dengan kata lain, secara singkat proses
perkembangan dapat diartikan sebagai proses perubahan bentuk, struktur dam
konformasinya.
Pola pertumbuhan secara keseluruhan, yaitu sejak fase
embrional sampai dengan pertumbuhan yang maksimum yaitu pada saat dicapainya
dewasa tubuh merupakan proses yang cepat dan mempunyai pola yang tetap dan
apabila digambarkan dalam suatu diagram atau kurva maka akan berbentuk sigmoid
( letter S; S Shape Curve). Kurva sigmoid akan dapat terjadi apabila
seekor ternak tumbuh dalam lingkungan yang optimal, namun apabila seekor ternak
yang pada waktu masih muda pernah mengalami kekurangan makanan, maka
pertumbuhannya akan terhambat dan pertambahan berat badannya rendah, sehingga
kurva sigmoid tidak akan tercapai. Kurva sigmoid tersebut dapat digambarkan
apabila dilakukan penimbangan berat badan dari seekor ternak pada selang waktu
tertentu dan perubahan berat badan tersebut digambar dalam suatu diagram maka
akan terlihat sebagai kurva yang berbentuk sigmoid (Damarapeka, 2011).
2) Fase-Fase
Pertumbuhan
Pada proses pertumbuhan yang berlangsung mulai dari
saat fertilisasi sampai dengan ternak mengalami kematian sebagai akibat proses
penuaan dapat terbagi dalam 3 (tiga) fase berdasarkan pada kecepatan
pertumbuhannya, yaitu (Damarapeka, 2011) :
a.
Fase
stasioner/ fase initial/ fase latent.
Pada fase ini dimulai dari masa
embrional sampai dengan foetus berumur 2/3 masa
kebuntingan, misalnya untuk sapi sampai foetus berumur 6 bulan dalam kandungan.
Dalam fase ini belum terlihat dengan jelas pertumbuhannya apabila dibandingkan
dengan pertumbuhan secara keseluruhan akan tetapi persentase kecepatan tumbuh
(persentage growth rate) adalah tinggi. Hal ini disebabkan bahwa
walaupun rata-rata pertambahan berat harian (Average Daily Gain) relatif
rendah tetapi berat hidupnya juga rendah sehingga perbandingan antara rata-rata
pertambahan berat harian (Average Daily Gain) dengan berat hidupnya
menjadi tinggi.
b.
Fase
eksponensial/ fase logaritmis.
Fase ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu (a) bagian pertama, dimulai dari umur foetus 1/3 akhir masa kebuntingan
sampai dengan dicapainya umur dewasa kelamin (pubertas), misalnya pada
sapi dari umur 3 bulan menjelang lahir sampai dengan umur pubertas yaitu 7-8
bulan. Pada fase bagian ini merupakan fase pertumbuhan yang memiliki kecepatan
tumbuh paling cepat sehingga dapat dilihat dengan jelas kecepatan
pertumbuhannya. Pada umumnya rata-rata pertambahan berat badan harian (Average
Daily Gain) maksimum dicapai pada saat menjelang pubertas yang disebut maximum
growth rate, (b) bagian kedua, dimulai saat pubertas sampai tercapainya
ukuran tubuh yang maksimal, yaitu pada sapi sampai umur 7-8 tahun. Pada fase bagian
ini merupakan fase yang proses pertumbuhannya berangsur-angsur kecepatannya
berkurang sampai suatu saat tidak terjadi proses pertumbuhan.
Rata-rata pertambahan berat badan
harian (Average Daily Gain) akan mencapai titik nol (ADG = 0) pada saat
dewasa tubuh maksimum dan pada saat itulah ternak tidak mengalami kenaikan
berat badan lagi bahkan dapat terjadi penyusutan berat badan. Pada fase
eksponensial/logaritmis ini grafik persentase kecepatan tumbuh (persentage
growth rate) menunjukan kecenderungan menurun dan hal ini disebabkan
meskipun rata-rata pertambahan berat badan harian (Average Daily Gain)
besar tetapi berat hidupnya mempunyai kenaikan yang lebih besar dibandingkan
dengan Rata-rata pertambahan berat badan harian (Average Daily Gain) itu
sendiri.
c.
Fase
regresi.
Fase ini merupakan kelanjutan dari
fase sebelumnya dan berakhir sampai dengan terjadinya kematian yang alami. Pada
fase ini tidak terjadi pertumbuhan, bahkan memungkinkan terjadi adanya suatu
penyusutan berat atau ukuran sehingga dikatakan fase regresi. Setelah
pertumbuhan maksimum dicapai, maka proses pertumbuhan dapat dikatakan berhenti
tetapi dilanjutkan dengan proses lain dari kehidupan yang meliputi proses
regenerasi, reparasi, reproduksi, dll. Pada saat berat maksimal dicapai, berat
tersebut bertahan sampai kemudian berkurang dan apabila mulai berumur sangat
tua terlihat mengalami penyusutan berat yang nyata dan saat itulah terjadi
kecepatan pertumbuhan yang negatif.
Proses pertumbuhan apabila ditinjau
dari ruang lingkup kehidupan ternak, maka dapat dibagi dalam 2 (dua)
periode waktu yaitu (Damarapeka, 2011) :
a.
Pertumbuhan
Pre-Natal.
Pertumbuhan pre-natal merupakan
pertumbuhan pada periode waktu selama masih embrio, yang kemudian tumbuh
berkembang menjadi foetus. Dengan kata lain, pertumbuhan pre-natal merupakan
pertumbuhan pada periode waktu hidup dalam kandungan. Pada periode ini
pertumbuhan foetus yang terbesar mulai dari 2/3 akhir masa kebuntingan, oleh
karena itu hendaknya mulai saat itu pemberian makanan induk diusahakan sebaik
mungkin karena pada pertumbuhan pre-natal ini banyak dipengaruhi oleh kondisi
induk melalui fungsi dari placenta. Sebagai contoh pada induk ternak perah yang
sedang bunting akan dilakukan suatu periode kering kandang (tidak diperah)
mulai umur kebuntingan 7 bulan dengan maksud agar air susu tidak diperah lagi
dan energi dari air susu dipergunakan untuk memulihkan kondisi serta untuk
mensuplai makanan foetus yang relatif pertumbuhannya cepat.
b.
Pertumbuhan
Post-Natal
Pertumbuhan post-natal dimulai dari
saat dilahirkan sampai dengan terjadinya kematian secara alami. Pada saat lahir
sampai dengan saat penyapihan terjadi pertumbuhan yang relatif cepat dan
kemudian setelah umur sapih mengalami penurunan sedikit. Kecepatan pertumbuhan
anak sejak dilahirkan sampai dengan disapih sangat bergantung kepada atau
banyak ditentukan oleh produksi air susu induk, disamping adanya pengaruh
dari makanan dan lingkungan.
Dengan kata lain, pertumbuhan selama
periode laktasi banyak dipengaruhi oleh faktor induk (maternal factor).
Pada saat menjelang dewasa kelamin (pubertas) terjadi pertumbuhan yang
cepat kembali, sedang pada saat menjelang dewasa tubuh (mature), laju
pertumbuhan relatif lambat dan sesudah itu pemeliharaan ternak potong pada
umumnya sudah tidak menghasilkan kenaikan berat badan lagi. Pada ternak sapi
dewasa kelamin (pubertas) dicapai pada umur lebih kurang 8 bulan,
sedangkan dewasa tubuh (mature) dimana maksimum ukuran tubuhnya
tercapai yaitu kira-kira pada umur 6-8 tahun.
B.
Sistem
Pemeliharaan
Sistem
pemeliharaan sapi potong dikategorikan dalam tiga yaitu sistem pemeliharaan
intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu
ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di padang penggembalaan pada
pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu terna dilepas di padang
penggembalaan (Hernowo, 2006).
Pemeliharaan persiapan yang harus dilakukan sebelum
memulai memelihara ternak sapi potong adalah membersihkan kandang dengan desinfeksi. Demikian
juga dalam penggunaan alat harus memenuhi baik faktor higienis, keamanan ternak
maupun efisiensi (Anonim, 2012).
Induk yang sedang bunting sama dengan sapi yang
sedang berproduksi, membutuhkan makanan yang cukup mengandung protein, mineral
dan vitamin. Induk bunting harus dipisahkan dengan kelompok sapi yang tidak
bunting dan pejantan. Semua induk bunting hendaknya dikumpulkan menjadi satu.
Apabila sudah dekat masa melahirkan harus dipisahkan di kandang tersendiri yang
bersih, kering, dan terang. Lantai kandang harus diberi alas, misalnya dengan
jerami atau rumput (Anonim, 2012).
Jika “pedet” (anak sapi umur 0 – 8 bulan) telah lahir, semua lendir yang
menyelubungi tubuh. Sewaktu membersihkan lendir pada tubuh, peternak harus
menekan-nekan dada pedet untuk merangsang pernapasan. Selanjutnya tali pusar dipotong,
disisakan sepanjang 10 cm dan diberi
desinfektan dengan yodium tincture 10 persen. Tiga puluh menit sesudah lahir,
biasanya pedet sudah mulai bisa berjalan dan menyusu pada puting induk. Tempat
dimana pedet itu berbaring harus diberi alas jerami atau rumput kering yang
bersih dan hangat (Anonim, 2012)
Pada sistem pemeliharaan yang kurang baik umumnya
peternak memberikan pakan yang tidak menentu, peternak umumnya tidak mengerti
nilai padang penggembalaan dan peternak biasanya tidak mengusahakan lahan yang
cukup untuk memungkinkan peternak menanam tanaman khusus sebagai pakan ternak,
sapi – sapi dibiarkan merumput mencari makan pada semak – semak. Mereka mungkin
diberi berbagai konsentrat sisa pabrik seperti dedak padi, tetapi pada banyak
negara, makanan seperti itu diberikan untuk makanan ayam. Padahal sistem
pemeliharaan yang baik akan memberikan hasil produksi yang jauh lebih baik pula
(Bambang, 1990).
C. Sistem
Perkandangan
Perkandangan
merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun
prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan.
Sarana fisik tersebut antara lain kantor pengelola, gudang, kebun hijauan
pakan, dan jalan (Peter,
2012).
Kandang merupakan salah
satu sarana terpenting untuk ternak potong karena merupakan tempat peristirahatan sapi dan tempat pemberian
pakan dan air serta tempat berlindungnya sapi dari hewan buas. Sistem
perkandangan pada sapi potong meliputi syarat kandang dan konstruksi dari
kandang.
1.
Syarat Kandang
Kandang merupakan salah satu unsur penting dalam
suatu usaha peternakan, terutama dalam penggemukan ternak potong. Bangunan
kandang yang baik harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman.
Bangunan
kandang diupayakan pertama-tama untuk melindungi sapi terhadap gangguan dari
luar yang merugikan, baik dari sengatan matahari, kedinginan, kehujanan dan
tiupan angin kencang. Selain itu, kandang juga harus bisa menunjang peternak
dalam melakukan kegiatannya, baik dari segi ekonomi maupun segi kemudahan dalam
pelayanan. Kandang berfungsi sebagai lokasi tempat pemberian pakan dan minum.
Dengan adanya kandang, diharapkan sapi tidak berkeliaran di sembarang tempat,
mudah dalam pemberian pakan dan kotorannya pun bisa dimanfaatkan seefisien
mungkin (Anonim, 2012).
2. Kontruksi
Kandang
Konstruksi
kandang harus kuat serta terbuat dari bahan- yang ekonomis dan mudah diperoleh.
Di dalam kandang harus ada drainase dan saluran pembuangan Iimbah yang mudah
dibersihkan. Tiang kandang sebaiknya dibuat dari kayu berbentuk bulat agar
Iebih tahan lama dibandingkan dengan kayu berbentuk kotak. Selain itu, kayu
bulat tidak akan melukai tubuh sapi, berbeda dengan kayu kotak yang memiliki
sudut tajam (Wello,
2011).
Menurut Wello (2011)
bagian-bagian kandang adalah sebagai berikut:
· Atap kandang
Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk menghindari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak di waktu malam hari serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh sendiri. Tanpa atap, panas di dalam kandang sebagian akan hilang ke atas pada waktu malam, sehingga suasana kandang pada saat itu akan menjadi dingin. Sudut kemiringan atap sekitar 30o dengan bagian yang miring meluncur kebagian belakang.
Atap merupakan pembatas (isolasi) bagian atas dari kandang dan berfungsi untuk menghindari air hujan dan terik matahari, menjaga kehangatan ternak di waktu malam hari serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh sendiri. Tanpa atap, panas di dalam kandang sebagian akan hilang ke atas pada waktu malam, sehingga suasana kandang pada saat itu akan menjadi dingin. Sudut kemiringan atap sekitar 30o dengan bagian yang miring meluncur kebagian belakang.
· Tinggi kandang
Kandang
di daerah yang mempunyai suhu lingkungan agak panas (dataran rendah dan pantai)
hendaknya dibangun lebih tinggi dari pada kandang yang ada di daerah
pegunungan. Hal ini dimaksudkan agar udara panas di dalam ruangan kandang lebih
bebas bergerak atau berganti sehingga dapat diperoleh ruang kandang cukup
sejuk.
· Kerangka
kandang
Terbuat
dari bahan besi, besi beton, kayu dan bambu disesuaikan dengan tujuan dan
kondisi yang ada. Pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi dan tujuan usaha.
· Dinding kandang
Dinding
kandang sapi lebih
sederhana dibandingkan dengan kandang kerbau, namun perlu diperhatikan bahwa
dinding sebagai pembatas bagian tepi kandang yang berfungsi
sebagai penahan angin langsung, penahan keluarnya udara panas dari dalam
kandang yang dihasilkan oleh tubuh ternak.
Ada
berbagai macam bahan yang bisa dimanfaatkan untuk dinding. Kriteria bahan harus
ditinjau dari segi kemanfaatan, jaminan bagi hidup ternak, dan ekonomis.
Bahan-bahan yang bisa dipergunakan sebagai dinding kandang sapi pada umumnya
berasal dari anyaman bambu, papan dan tembok.
· Lantai kandang
Lantai
kandang sebagai batas bangunan kandang bagian bawah, atau tempat berpijak dan
berbaring bagi sapi pada sepanjang waktu, maka pembuatan lantai kandang harus
benar-benar memenuhi syarat : rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab,
tahan injakan, atau awet.
· Tempat pakan
dan air minum
Bagian kandang yang juga harus diperhatikan adalah
tempat pakan dan air minum. Tempat/bak pakan dapat dibuat dengan ukuran panjang
60 cm, lebar 50 cm dan dalamnya 30 cm untuk setiap ekor dewasa. Tempat pakan
diperlukan untuk efisiensi dan efektifitas pakan yang diberikan. Biaya pakan
akan membengkak jika pakan yang diberikan tidak habis dimakan ternak tetapi
hanya berserakan didalam maupun luar kandang.
· Selokan
Selokan
berfungsi sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan biasanya dibuat dengan
lebar 20-30 cm dan kedalaman 10-20 cm. Selokan ini dibuat di dalam kandang di
bagian ekor sapi, baik itu di kandang tunggal maupun kandang ganda. Tujuannya,
agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urine sapi.
3.
Peralatan Kandang
Menurut
(Anonim, 2012) dalam kegiatan pemeliharraan ternak, dibutuhkan peralatan untuk
keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam keadaan bersih,
adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sbegai berikut:
·
Ember
Digunakan untuk mengangkut air, pakan penguat,
dan memandikan ternak. Sebaiknya ember terbuat dari bahan antikarat, seperti
ember plastik.
·
Sikat
Digunakan untuk menggosok badan ternak waktu
dimandikan dan menggosok lantai waktu membersihkan kandang. Sikat yang baik
terbuat dari ijuk.
·
Skop
Digunakan untuk mengambil dan
mengaduk pakan penguat, mengambil/membuang kotoran.
·
Sapu
lidi dan sapu ijuk
Digunakan untuk membersihkan kandang,
sebaiknya sapu terbuat dari lidi daun kelapa.
·
Gerobak
Untuk
pemberian pakan, mengangkut
sisa-sisa kotoran, sampah, rumput ke tempat pembuangan.
·
Karung
Digunakan
untuk tempat pakan.
4.
Model Kandang
Menurut Purnawan dan Saparinto (2009) ada 2
model kandang sapi, yakni kandang bebas (loose housing) dan kandang
konvensional (convention/stanchion
barn).
a.
Kandang
Bebas
Kandang
bebas merupakan barak atau areal yang cukup luas dengan atap diatasnya. Kandang
ini ditempati populasi sapi tanpa adanya batasan sedikit pun. Sapi dapat
bergerak bebas kemana saja selama masih ada didalam area kandang. Kandang bebas
hanya terdiri dari satu bangunan atau ruangan, tetapi digunakan untuk ternak
dalam jumlah banyak, Sebuah kandang bebas yang berukuran 7m X 9m dan dapat
menampung 20-25 ekor sapi.
Pembesaran sapi didalam kandang bebas dapat
menyebabkan beberapa hal berikut:
· Membutuhkan
biaya pembuatan kandang, tetapi lebih murah dibanding dengan kandang
individual.
· Penggunaan
tenaga kerja lebih sedikit.
· Kandang
mudah dikembangkan tanpa banyak perubahan
· Sapi
mudah saling beradu
· Mudah
untuk membantu mendeteksi birahi
b.
Kandang
Konvensional
Posisi
ternak yang dipelihara di dalam kandang dibuat sejajar, lazim disebut sistem stall.
Susunan stall ada tiga macam yaitu stall tunggal, stall ganda
tail to tail, dan stall face to face.
·
Stall Tunggal
Pada
kandang stall tunggal, sapi ditempatkan satu baris dengan kepala searah. Bentuk
ini tepat untuk jumlah ternak yang tidak lebih dari 10 ekor.
§ Stall
Ganda Tail To Tail
Sapi
pada kandang Stall ganda tail to tail ditempatkan dua baris sejajar (stall
ganda) dengan gang di tengah, sedangkan kepala ternak berlawanan arah atau
ekor saling berhadapan (tail to tail).
§ Stall
Ganda Face To Face
Model
kandang ini mendesain sapi pada dua baris sejajar dengan gang di tengah dengan
kepala ternak saling berhadapan (face to face). Gang di tengah agak lebar.
D. Sistem
Pemberian Pakan
Pakan sangat penting untuk diperhatikan, karena pakan sangat
besar pengaruhnya terhadap pertambahan bobot badan sapi. Pakan diperlukan untuk
hidup pokok, pertumbuhan , reproduksi, dan produksi daging. Zat gizi utama yang
dibutuhkan sapi potong adalah protein dan energi (Anonim, 2012).
Pakan yang diberikan untuk sapi potong harus cukup,
baik mengenai mutu dan pertumbuhan sehingga harus
diberikan secara rutin dan teratur yaitu pada pagi dan sore hari. Pakan yang kurang akan menghambat pertumbuhan. Hal
yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat,
lemak, vitamin dan mineral bagi ternak. Pakan ternak sapi digolongkan ke dalam
tiga jenis, yaitu (Anonim, 2012).
1. Pakan Hijauan
Pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang berasal
dari tanaman ataupun tumbuhan, misalnya bangsa rumput (Gramineae), legum dan
tumbuh-tumbuhan lain. Pakan hijauan ini dapat diberikan dalam dua macam bentuk,
yaitu dalam bentuk hijauan segar (diberikan dalam keadaan masih segar ataupun
berupa “silase”) dan dalam bentuk kering, bisa berupa “hay” (hijauan yang
sengaja dikeringkan) atau jerami kering (sisa hasil ikutan pertanian yang
dikeringkan). Pakan hijauan ini banyak mengandung serat kasar. Seekor ternak
sapi diberi hijauan tergantung dari berat badannya, sekitar ± 10% dari berat
badan.
2.
Pakan Konsentrat (Penguat)
Pakan konsentrat adalah campuran bahan-bahan makanan
yang dicampur sedemikian rupa sehingga menjadi suatu bahan makanan yang
berfungsi untuk melengkapi kekurangan gizi dari bahan makanan lainnya
(hijauan). Pakan konsentrat mempunyai kandungan serat kasar rendah dan mudah
dicerna. Pemberian pakan konsentrat per ekor per hari ± 1% dari berat badan.
Contoh bahan pakan konsentrat adalah dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes, jagung dan berbagai ubi.
3.
Pakan Tambahan
Pakan tambahan dapat berupa vitamin, mineral dan urea.
Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang
hidupnya berada di dalam kandang terus menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak
sapi adalah vitamin A (karotin) dan vitamin D. Mineral dibutuhkan oleh sapi
untuk berproduksi. Mineral yang dibutuhkan oleh sapi terutama adalah Ca dan P.
Ca dan P ini dapat diperoleh dari tepung tulang (mengandung 23-33% Ca dan
10-18% P). Urea hanya dapat diberikan kepada sapi dalam jumlah yang sangat
terbatas, yaitu 2% dari seluruh ransum yang diberikan.
Pemberian
pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture
fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan
kedua (Anonim, 2012) :
·
Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang
rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar
5-7 jam per hari.
·
Pakan dapat diberikan dengan cara
dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi
yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap
hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga
pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus
atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu. yang diberikan dengan cara
dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral
sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran
dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.
·
Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah
kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis
hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan
silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa)
dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput
gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.
Pemberian
jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara,
periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih
tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan
sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25%
hijauan dan konsentrat dalam ransumnya (Anonim, 2012).
Sumber
karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil
kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll.
Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari
sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus
diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan
berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan
secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau,
setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan
diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan
bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Anonim, 2012).
E. Teknik
Pencampuran Pakan
Pencampuran pakan dapat dilakukan secara manual yaitu
menggunakan alat sederhana berupa skop yang dilakukan di atas lantai atau
menggunakan mesin (feedmill). Pencampuran secara manual dilakukan oleh tenaga
kerja manusia, dengan cara bahan pakan disusun sesuai formula mulai dari yang
jumlahnya paling banyak hingga yang paling sedikit dan kemudian dilakukan
pencampuran (Gunawan et al., 2003).
Penyampuran pakan menggunakan mesin dilakukan oleh
serangkaian mesin-mesin yang biasanya dioperasikan oleh pabrik-pabrik pakan
ternak yang memproduksi pakan dalam jumlah puluhan ton setiap hari. Mesin
pembuat pakan terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammer mill), mesin
penimbang (weigher), mesin pemutar (cyclone), mesin pemindah bahan (elevator),
mesin penghembus (blower) dan mesin
pencampur (mixer). Diagram dari penyampuran menggunakan mesin (feedmill) dengan kapasitas 1 ton/jam
(Gunawan et al., 2003).
Proses pakan menggunakan mesin lebih efisien dalam
penggunaan tenaga kerja dan menghasilkan campuran pakan lebih homogen.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa biaya processing pakan hingga packaging
berkisar antara Rp. 85 hingga Rp. 100 untuk per kg campuran pakan (Gunawan et al., 2003).
F. Sistem
Penggembalaan
Sistem penggembalaan adalah pemeliharaan ternak sapi yang dilaksanakan
dengan cara ternak digembalakan di suatu padang penggembalaan yang luas,
terdiri dari padang penggembalaan rumput dan leguminosa. Sistem padang
penggembalaan merupakan kombinasi antara pelepasan ternak di padang
penggembalaan bebas dengan pemberian pakan. Padang penggembalaan tersebut bisa
terdiri dari rumput atau leguminosa. Tetapi suatu padang rumputnya yang baik
dan ekonomis adalah yang terdiri dari campuran rumput dan leguminosa (Maslikha,
2013).
Hingga abad ke 19,
metode penggembalaan secara umum tidak tampak. Wilayah penggembalaan hewan ternak
digembalakan berlebihan dalam waktu lama (overgrazing) sehingga
menimbulkan kerusakan lahan dan penurunan hasil ternak. Berikut Jenis-jenis
sistem penggembalaan (Anonim, 2013).
1.
Penggembalaan
Musiman
Penggembalaan
musiman adalah menggembalakan hewan ternak pada area tertentu dan di musim
tertentu pada tahun tersebut. Hal ini memungkinkan suatu lahan diistirahatkan
selama penggembalaan tidak berlangsung untuk menumbuhkan rerumputan kembali. Di
musim ketika hewan ternak tidak digembalakan (misal di musim dingin), hewan
ternak diberi pakan fermentasi (silase).
2.
Penggembalaan
Rotasi
Penggembalaan
rotasi membagi wilayah penggembalaan menjadi beberapa titik untuk menjadi
tempat-tempat yang digembalakan secara berurutan hingga kembali ke titik awal.
Penggembalaan rotasi harus memperhitungkan "waktu istirahat" yang
cukup bagi lahan di suatu titik untuk menumbuhkan kembali rumputnya. Metode
ini dilakukan sepanjang musim jika memungkinkan.
3.
Penggembalaan
Petak-Bakar
Penggembala
membakar sepetak lahan yang berisi rumput kering. Area yang telah terbakar ini
kemudian akan menumbuhkan rumput baru dan hewan ternak digembalakan setelah
rumput baru tumbuh. Setelah dua tahun atau lebih, petak lainnya dibakar untuk menumbuhkan
rumput baru. Metode ini mencerminkan hubungan antara ekologi api dan bison di padang rumput
dan sabana.
Usaha ini juga digunakan untuk memulihkan populasi bison yang pernah hampir
punah di alam liar. Kini bison tidak dikategorikan sebagai hewan yang terancam
punah karena sudah didomestikasi.
4.
Penggembalaan
Tepian
Penggembalaan
tepian (riparian grazing) digunakan untuk melestarikan hewan liar yang
berbagi kawasan penggembalaan dengan hewan ternak. Manajemen dilakukan seperti
penggunaan pagar atau dibatasi oleh situs alam seperti sungai.
Manajemen dilakukan terutama jika spesies, jumlah, dan periode penggembalaan
yang berbeda.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
A. Waktu
dan Tempat
Praktikum Pemeliharaan dilaksanakan pada hari minggu tanggal 13 April
sampai dengan hari minggu tanggal 20 April 2014 yang bertempat di Laboratorium
Ternak Potong dan Padang Penggembalaan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Makassar.
B. Materi
Praktikum
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah sapu lidi, skop, gerobak, parang,
karung, ember dan tempat sampah.
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah ternak sapi potong sebanyak 39 ekor,
dedak 10 kg, rumput gajah, molases 1 kg, Tumpi jagung 15 kg, tepung kacang
telur 2 kg, ampas tahu 15 kg, Mineral 0,2 kg, dan tepung coklat 2 kg, garam
secukupnya, Urea 0,3 kg.
C. Metode
Praktikum
1. Sanitasi
Kandang
Pembersihan atau sanitasi
dilakukan selama 7 hari setiap pagi dan sore hari, yaitu pagi pada pukul 06.30 - selesai
WITA dan sore pukul 16.00 - selesai WITA. Dimana dalam 7 hari tersebut,
kandang dibersihkan dari kotoran yang umumnya sisa bahan pakan yang bercampur
dengan kotoran sapi itu sendiri, selokan, palungan (tempat makan dan air
minum), gang tengah dan lantai.
2. Pencampuran
dan Pemberian Pakan
Pemberian makanan yaitu
berupa hijauan dan konsentrat (makanan tambahan) sebanyak 2 ember pada pagi
hari sedangkan pemberian air minum dengan cara adlibitum (tidak terbatas).
Metode pencampuran pakan
yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Minimbang
masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum, yaitu
dedak 10 kg,
tumpi jagung 15 kg
feed supplement 0,2 kg, tepung coklat 2 kg, tepung kacang telur 2 kg.
Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya mencampur bahan dengan cara
menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang paling sedikit
berada di atas. Setelah itu, melakukan penghomogenan dengan cara
membolak-balikkan pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen.
Masukkan ransum yang homogen ke dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam
gudang pakan. Sedangkan
konsentrat cair dengan cara mencampurkan ampas tahu seberat 15 kg dengan
molasses 1 kg, urea 0,3 kg dan garam secukupnya.
3.
Penggembalaan
Penggembalaan
dilakukan yaitu pada pagi hari hingga sore. Dimana ternak mulai dikeluarkan dari
kandangnya pada pukul 10.00 WITA dan dibiarkan merumput hingga pada pukul 05.00
WITA. Setelah merumput ternak kemudian dikembalikan pada kandang dan diberikan
rumput.
Penghitungan dilakukan
dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Menyiapkan buku catatan, kemudian hasil jumlah sapi yang terdiri
dari induk, dara, pedet, pejantan dan jantan muda, lalu catat pada buku
catatan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A. Keadaan
Khusus Ternak Potong
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa keadaan khusus
ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat. Kandang dari ternak
potong ditempati oleh ternak dalam keadaan berkelompok. Jumlah seluruh sapi yang
berada di dalam kandang yaitu 39 ekor. Induk yang terdapat di
dalam populasi ternak potong terdiri dari 10 ekor dan dara 11
ekor. Jantan terdiri atas pejantan 2 ekor, jantan muda 6
ekor dan total pedet 10 ekor. Jenis kandang yang ditempati oleh
ternak potong yaitu jenis kandang bebas karena ternak bebas masuk ke dalam
kandang yang disukai dan merupakan kandang yang tidak memiliki penyekat dalam
satu ruang kandang yang ditempati oleh suatu populasi ternak sapi potong. Hal
ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012) yang menyatakan bahwa
kandang bebas (koloni) merupakan barak terbuka tanpa ada penyekat di antara
ternak sehingga ternak bebas bergerak pada areal yang cukup luas, kecuali pada
waktu diberi perlakuan khusus.
Selain
itu, kebutuhan nutrisi dari masing-masing ternak berbeda-beda karena kebutuhan
hidup dan produksi dari masing-masing ternak juga berbeda-beda. Pada umumnya,
setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif
(2012) yang
menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan seperti sapi dalam
masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang
memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pemberian pakan dapat dilakukan
dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot
faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.
Pemberian
pakan sapi yang dilakukan yaitu dengan cara kereman, yaitu ternak didalam
kandang dan diberikan pakan. Pemberian pakan dengan cara ini merupakan
pemberian pakan yang terbaik. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif (2012), yang menyatakan bahwa
pemberian pakan dengan kereman adalah pemberian pakan yang terbaik.
Menurut
keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar,
hijauan kering, dan silase.Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan
(leguminosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi
adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro. Hijauan
kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar
tahan disimpan lebih lama.
B. Pencampuran
Bahan Pakan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa metode pencampuran
pakan yang dilakukan yakni pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Menimbang
masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan penyusunan ransum, seperti dedak,
tumpil jagung, ampas
tahu berfungsi sebagai sumber mineral. Molases sebagai sumber energy, Tepung
mineral tepung coklat, tepung kacang telur sebagai sumber protein.
Selanjutnya mencampur bahan dan melakukan penghomogenan dengan cara
membolak-balikkan pakan menggunakan sekop. Masukkan ransum yang homogen ke
dalam karung yang telah disiapkan dan simpan dalam gudang pakan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Syarif (2012), yang menyatakan bahwa
Metode pencampuran pakan, pertama-tama menyiapkan alat dan bahan. Kemudian
menimbang masing-masing bahan ransum sesuai dengan perhitungan
penyusunan ransum. Setelah diperoleh hasil penimbangan, selanjutnya bahan
dicampur dengan cara menumpuk bahan ransum dari jumlah yang terbanyak hingga yang
paling sedikit berada di atas. Setelah itu melakukan penghomogenan dengan cara
membolak-balik pakan menggunakan sekop hingga 4 kali atau sampai homogen.
Kemudian setalah ransum tersebut homogen, lalu dimasukkan ke dalam karung yang
telah disiapkan dan menyimpannya di dalam gudang pakan.
Menurut
Syarif
(2012) pencampuran
pakan kering juga sudah dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemcampur
dengan posisi tong miring, hasil program vucer 2004. Namun, proses pencampuran
pakan biasanya masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, rekayasa mesin
pencampur pakan basah menjadi penting untuk dilakukan.
C. Pemberian
Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
maka diperoleh hasil bahwa pemberian pakan dan minum dilakukan setiap hari
setelah proses sanitasi atau pembersihan kandang. Pemberian pakan pada pagi
hari diberikan konsentrat. Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pH rumen dan sebagai penambah energi, begitu pula dengan pemberian
air minum diberikan secara adlibitum (tidak terbatas). Sedangkan pada sore hari
diberikan hijauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif
(2012) yang
menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak sapi potong sebaiknya ransum
hendaknya
tidak diberikan sekaligus dalam jumlah banyak setiap harinya, melainkan dibagi
menjadi beberapa bagian. Pada pagi hari (misalnya pukul 07.00), sebaiknya sapi
diberi sedikit hijauan untuk merangsang keluarnya saliva (air ludah). Saliva
ini berfungsi sebagai buffer (penyangga) di dalam rumen sehingga pH rumen tidak
mudah naik maupun turun pada saat sapi diberi konsentrat. Pemberian konsentrat
dengan kandungan karbohidrat tinggi akan mudah terfermentasi sehingga
menghasilkan asam lemak dengan mudah (volatile fatty acid, VFA) yang berpotensi
menurunkan pH rumen. Sementara pemberian konsentrat yang banyak mengandung
protein terdegradasi (rumen degradable protein, RDP) akan menghasilkan NH3
yang berpotensi meningkatkan pH rumen. Kondisi peningkatan atau penurunan pH
rumen secara ekstrim akan berbahaya bagi kesehatan ternak, bahkan dapat
berakibat fatal, yaitu terjadinya kematian pada ternak.
D. Penggembalaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan,
maka diperoleh hasil bahwa penggembalan yang dilakukan dari
tingkah laku ternak yang selalu berkumpul, dan mengikuti salah satu pemimpinnya,
dan jika memakan rumput, maka sapi akan mengambil terlebih dahulu bagian tengah
rumput agar bisa terlipat dua sehingga sapi bisa memakannya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lesmana (2013) yang menyatakan bahwa ketersediaan pakan yang terbatas
akan cenderung meningkatkan perilaku sapi yang menyentuhkan bagian mulutnya ke
benda seperti tempat air, memainkan lidahnya, atau menggertakkan giginya.
Terjadi respon pertahanan atau ingin melarikan diri dengan intensif yang
ditandai dengan menendang atau menyapukan ekor pada tiang penyangga secara
terus menerus apabila ada hal yang mengancam atau mengganggu. Pedet yang mengisap benda lain yang ada
disekitarnya ketika tidak tersedia induk untuk menyusu. Ternak yang tidak dibiarkan keluar dari
kandangnya untuk jangka waktu yang lama akan jauh lebih antusias saat
digembalakan untuk pertama kali dibandingkan dengan yang digembalakan setiap
hari.
Menurut Lesmana (2013) bahwa banyak perilaku
yang ditunjukkan dengan keras sebagai sebuah respons menuju stimulus fisik dan
fisiologis, tapi pada kenyataannya pengaruh psikologis sekuat fisiologis atau
fisik. Sebagai contoh, sapi alaminya digembalakan, dan konsekuensinya memakan
lebih dari apa yang seharusnya mereka konsumsi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :
§ Keadaan
khusus untuk ternak potong yang ada di kandang dalam kondisi yang sehat.
Kandang dari ternak potong ditempati oleh ternak dalam keadaan berkelompok.
Jenis kandang yang ditempati yaitu jenis kandang bebas karena ternak bebas
masuk ke dalam kandang yang disukai.
§ Pencampuran
pakan yang dilakukan bertujuan untuk memberikan energi
yang cukup bagi ternak selama 24 jam.
§ Pemberian
pakan dan minum dilakukan setiap hari setelah proses sanitasi atau pembersihan
kandang. Pemberian pakan pada pagi hari diberikan konsentrat yaitu pukul 06.30 WITA.
Pemberian konsentrat tersebut bertujuan untuk meningkatkan pH rumen dan sebagai
penambah energi. Sedangkan pada sore hari diberikan hijauan sebagai pakan utama
yaitu pukul 16.00 WITA.
§ Pengembalaan dilakukan
pada siang hari yaitu pukul 10.00 WITA dengan membawa ternak ke padang
pengembalaan untuk dilepas secara bebas sehingga ternak bisa
mengkonsumsi rumput secara bebas tergantung pada ketersediaan
rumput di lapangan.
§ Jumlah ternak sapi potong yang
dipelihara adalah sebanyak 39 ekor. Jantan 14 ekor, betina 25 ekor dengan
rincian pejantan 2 ekor, jantan muda 6 ekor, induk 10 ekor, dara 11 ekor, pedet
10 ekor (4 betina dan 6 jantan).
Saran
Saran
untuk Laboratorium, yaitu sebaiknya kandang pemeliharaan dibuat lebih nyaman
agar ternak merasa nyaman di
dalam kandang, sedangkan untuk asisten
agar dapat memberikan
penjelasan lebih rinci kepada praktikan tentang hal-hal yang berhubungan
dengan proses pemeliharaan dan pengembalaan. Adapun untuk praktikan sendiri
sekiranya menjalani praktikum sesuai dengan prosedur yang telah disepakati,
misalnya menggunakan baju praktikum dan disiplin waktu agar paraktikum berjalan
sesuai waktu yang ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2012. Sistem Pemberian Pakan
Ternak Sapi Potong.
info-peternakan.blogspot.com/2012/11/sistem-pemberian-pakan-ternak-sapi.html.
Anonim. 2013. Penggembalaan Hewan. http://id.wikipedia.org/wiki/
Penggembalaan_hewan.
Bambang. A. 1990. Sistem Produksi Ternak
Potong Di Kolaka-Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Damarapeka. 2011. Pertumbuhan Ternak
Potong.http://damarapeka.wordpress.
com/2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/.
Gunawan, D. E. Wahyono, dan P. W.
Prihandini. 2003. Strategi Penyusunan Pakan Murah Sapi Potong Mendukung
Agribisnis. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
Herwono, S. 2006. Produksi Ternak
Potong. Pustaka Media. Jakarta.
Lesmana, A. 2013. Makalah Tingkah Laku
Sapi (Animal Behavior). http://andrylesmana273.blogspot.com/2013/11/makalah-tingkah-laku-sapi-animal_6168.html.
Maslikha, L. 2013. Pemanfaatan Jenis
Tanah Kelas Vi Untuk Penggembalaan Ternak Sapi Potong. http://smally23.blogspot.com/
2013/10/makalah-padang-penggembalaan.html.
Peter. 2012. Perkandangan Sapi Potong. http://harunrexo.blogspot.Com/2012/
12/perkandangan-sapi-potong.html.
Saparinto. 2009. Sistem Perkandangan dan Tipe Kandang. Agro Media. Bogor.
Syarif, I. 2012. Laporan Praktikum Sapi
Potong Produksi Ternak Potong Dan Kerja.http://nasasulsel.blogspot.com/2012/12/laporan-praktikum -sapi-potong.html.
Wello. 2011. Teknik pemeliharaan Sapi potong. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.