Selasa, 18 Maret 2014

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK MENGENAI BAKSO DAN SOSIS



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK






PEMBUATAN BAKSO DAN SOSIS






RAHMA NINGSI
I 111 12 295








 

















LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan yang berasal dari daging sangat disukai oleh masyarakat umum. Selain karena rasanya yang nikmat, daging disukai juga karena kandungan nilai gizinya. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Namun demikian kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis ternak relatif berbeda, setiap 100 gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa sekitar 10 persen kalori, 50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan daging, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan selain untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya. Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet, dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan, pengasinan, pengasapan dan pengalengan.
Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Tenak Mengenai Pembuatan Sosis dan Bakso.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan Sosis yaitu untuk mengetahui produk olahan dari proses emulsifikasi, mengetahui proses pembuatan sosis serta mengetahui daya penerimaan hasil pembuatan sosis.
Kegunaan dilakukannya Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan sosis yaitu agar praktikan dapat mengetahui dan mengamplikasikan berbagai produk olahan dari proses emulsifikasi, mengetahui proses pembuatan sosis serta mengetahui daya penerimaan hasil pembuatan sosis.
                                       










TINJAUAN PUSTAKA
A.    Gambaran Umum Daging
Daging dapat didefinisikan sebagai bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-perubahan biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Perubahan-perubahan pasca mortem ternak ini mengakibatkan otot yang semasa ternak masih hidup merupakan energi mekanis untuk pergerakan menjadi energi kimiawi sebagai pangan hewani untuk konsumsi manusia. Pada seekor ternak sapi terdapat lebih dari 100 pasang otot yang mempunyai berat yang berbeda antara otot, berayun dari beberapa gram sampai lebih dari 10 kg (Legras dan Scmitt, 1997).
Berdasarkan sumbernya, daging dapat dibedakan menjadi daging merah (red meat) yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau) atau ternak kecil (kambing, domba) dan daging putih yang lebih sering disebaut sebagai poultry meat (ayam, itik dan unggas lainnya). Pemberian nama sebagai daging merah atau daging putih (poultry meat) berdasarkan atas ratio antara serat merah dengan serat putih yang menyusun otot tersebut, otot yang mengandung lebih banyak serat merah akan disebut sebagai daging merah (Abustam, 2012).
Didalam proses penyediaan daging dari ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumen dikemukakan oleh Abustam (2012) bahwa terjadi 3 fase transformasi yaitu :
ΓΌ  Meliputi perubahan dari ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan karkas ( by product atau offal );
ΓΌ  Merupakan proses pemotongan karkas menjadi bagian-bagian karkas;
ΓΌ  Terjadi proses pengolahan lebih lanjut dari produk daging menjadi daging olahan.
Daging dikatakan sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral.Protein daging mempunyai kualitas yang bagus, yaitu mudah dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Daging juga merupakan sumber vitamin B kompleks yaitu tiamin, riboflavin, niasin, biotin, vitamin B6 dan B12, asampantotenat, dan folasin ( Putri, 2009).
Tabel 1. Komposisi Biokimia Daging
Komposisi
Macam Daging
Sapi
Domba
Babi
Air ( % )
66
66,3
42,0
Protein ( % )
18,8
17,1
11,9
Lemak ( % )
14,0
14,8
45,0
Ca ( Mg/Gram)
11,0
10,0
7,0
P ( Mg/Gram)
170,0
19,0
117,0
Besi  ( Mg/Gram)
2,8
2,6
1,8
Vitamin A (Si)
30,0
-
-
Vitamin B ( Mg/Gram)
0,08
0,15
0,58
Sumber : Astawan (1989)
Kualitas daging adalah persepsi konsumen terhadap sifat-sifat sensorik daging yang dirasakan pada saat mengunyah daging ( eating quality ). Abustam (2012) mengemukakan bahwa karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai langsung oleh konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya. Penilaian kualitas karakteristik ini dilakukan menggunakan organ panca indra. Beberapa karakteristik kualitas daging tersebut yaitu sebagai berikut Abustam, (2012):
a.    Warna Daging
Merupakan sifat kualitas dan persepsi paling awal yang digunakan oleh konsumen didalam menentukan kualitas daging. Hal ini oleh konsumen dikaitkan dengan tingkat kesegaran dari daging tersebut, sebab daging segar adalah daging yang berwarna merah cerah. Didalam prosesnya, myoglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab terhadap warna daging tersebut. Myoglobin pada saat jaringan otot masih hidup memberikan warna merah cerah, pada saat telah terjadi kontak dengan oksigen dari udara myoglobin akan memberikan warna merah keunguan dan pada saat terjadi oksidasi maka myoglobin akan menyebabkan daging berubah menjadi berwarna merah kecoklatan.
b.    Keempukan
Merupakan kualitas organoleptic yang prinsipal pada daging. Keempukan ini dipengaruhi oleh kandungan kolagen dan struktur penyusun otot. Semakin banyak kandungan kolagen dalam daging maka daging akan semakin keras dan apabila jaringan ikat sebagai penyusun otot semakin banyak maka daging akan semakin alot  dan keras. Kandungan kolagen dan struktur penyusun otot ini berbeda-beda tiap jenis ternak, tergantung pada bangsa, spesies dan umur ternak.


c.    Cita Rasa
Merupakan fenomena kompleks yang berkaitan dengan senyawa-senyawa yang larut didalam daging. Cita rasa ini bervariasi berdasarkan atas potongan daging dan tingkat ilfiltrasi lemak, tingkat perubahan selama terjadi maturasi, beberapa karakter zooteknis, dan cara penyajian makanan.
d.   Kebasahan
Merupakan kemampuan daging untuk melepaskan jus (cairan daging) selama pengunyahan. Hal ini berhubungan dengan keempukan daging, sebab daging yang empuk pada umumnya memiliki kebasahan yang baik pula. Kebasahan ini bervariasi berdasarkan pH, maturasi dan faktor stress.
Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, pakan, dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral) serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan dan pemasakan, pH, bahan tambahan, lemak intramuscular (marbling), serta metode penyimpanan dan pengawetan (Lawrie, 1995).


B.     Gambaran Umum Sosis
Sosis atau sausage berasal dari Bahasa Latin salsus yang berarti digarami. Secara harfiah, sosis diartikan daging yang diolah melalui proses penggaraman. Defenesi lain adalah daging giling yang dicampur dengan bumbu dan dimasukkan kedalam selongsong sebagai wadahnya. Sosis merupakan salah satu produk makanan yang dapat digunakan sebagai sumber protein hewani (Komariah dkk, 2012)
Sosis adalah tipe produk sapi kominusi yang unik dan biasanya diberi tambahan bumbu atau rempah untuk menambahkan intesitas rasa dan profilnya. Peningkatan sosis sangat dikendalikan dari faktor ekonomi dan menggunakan daging yang berkualitas rendah seperti daging sisa pembersihan lemak, daging di kepala dan pundak, dan hasil sampingan yang masih layak untuk dimakan. Kenyamanan dan variasi adalah alasan penting lain mengapa sosis dikonsumsi luas di kalangan masyarakat modern ( Putri, 2009).
Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama terdiri dari daging, lemak atau minyak, es dan garam. Bahan tambahan terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan makanan lain yang diizinkan (Ridwanto, 2003).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.
BSN (1995), kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI 01-3020-1995 adalah maksimal 67,0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi.
Dalam pembuatan sosis dilakukan juga penambahan sodium tripolyfosfat ( STTP). Fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0,5%. Penambahan tripolifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0,3%. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan  lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi- fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi- fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi (Soeparno, 1994).
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi suatu cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Pengemulsi (emulsifier) adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi lemak dalam air dan sebaliknya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin pada kuning telur, Gom arab dan gliserinv,Winarno, (1999).
C.    Gambaran Umum Bakso
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat banyak dikomsumsi dan sangat populer dikalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/ikan/tahu/bahan lain yang telah dihaluskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999).
Pengolahan bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung pati dan cara pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan bakso adalah garam, es atau air es dan bumbu-­bumbu. Tujuan penggilingan daging adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan lebih stabil (Purnomo, 1990).
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat. Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002).
Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adalah daging, sedangkan bahan tambahan bakso adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap   (Sunarlim, 1992).
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan sangat popular di kalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaluskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999).
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Sapi Bakso dalam 100 gram Bahan
Komponen
Satuan
Jumlah
Kalori
Kal
207,00
Protein
g
18,80
Lemak
g
14,00
Kalsium
Mg
11,00
Fosfor
Mg
170,00
Besi
Mg
2,80
Vitamin A
SI
30,00
Vitamin B1
Mg
0,08
Air
g
66,00
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI (1979).

            Menurut SNI (1995), ciri ciri bakso yang baik dan memiliki standar nilai gizi yang sehat adalah sebagai berikut:
·         Banyaknya Bakso yang diteliti (Food Weight) = 250 gr
·         Bagian Bakso yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %
·         Jumlah Kandungan Energi Bakso = 190 kkal
·         Jumlah Kandungan Protein Bakso = 10,3 gr
·         Jumlah Kandungan Lemak Bakso = 6,3 gr
·         Jumlah Kandungan Karbohidrat Bakso = 23,1 gr
·         Jumlah Kandungan Kalsium Bakso = 35 mg
·         Jumlah Kandungan Fosfor Bakso = 0 mg
·         Jumlah Kandungan Zat Besi Bakso = 6,75 mg
·         Jumlah Kandungan Vitamin A Bakso = 0 IU
·         Jumlah Kandungan Vitamin B1 Bakso = 0 mg
·         Jumlah Kandungan Vitamin C Bakso = 4 mg
                        Menurut Hotrida (2012), jenis-jenis bakso itu diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Bakso urat merupakan bakso yang diisi irisan urat atau tendon dan daging tetelan kasar.
2.      Bakso bola tenis atau bakso telur merupakan bakso berukuran bola tenis berisi telur ayam rebus
3.      Bakso gepeng: bakso berbentuk pipih
4.      Bakso ikan: bakso berbahan daging ikan
5.      Bakso udang: bakso berbahan dari udang
6.      Bakso Malang: hidangan bakso dari kota Malang , Jawa Timur; lengkap dengan mi kuning, tahu, siomay, dan pangsit goreng
7.      Bakso keju: bakso resep baru berisi keju
8.      Bakso Bakar: bakso yang diolesi bumbu khusus dan dibakar langsung (tanpa arang) dan disediakan bersama potongan ketupat dan kuah kaldu yang hangat dan bumbu.














METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan Sosis dan bakso dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 11 Maret 2014 pada pukul 14.00 WITA sampai selesai bertermpat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembutan Sosis yaitu adalah pisau, talenan, sendok, baskom, panci, kompor, food Processor, timbangan dan stuffer, saringan, baki.
Bahan yang digunakan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembutan Sosis  yaitu daging segar 250 gr, Tepung tapioka 95 gr, es batu secukupnya, garam secukupnya, bawang putih 3 siung, merica secukupnya, air 3 liter, selongsong dan tali.
Posedur kerja
Pertama-tama menyiapkan bahan dan peralatan dalam keadaan bersih, setelah itu menimbang bahan sesuai yang dibutuhkan, memisahkan daging dengan lemak, memotong daging berbentuk dadu kecil kemudian memasukkan kedalam food processor beserta garam dan es secukupnya, menggilingnya selama 1-2 menit, menambahkan tepung tapioka, merica, bawang putih, kedalam food processor kemudian menggilingnya kembali selama 2-3 menit hingga adonan menjadi legit, memanaskan air, memasukkan adonan dalam stuffer modifikasi, setelah itu mencetak sosis kedalam selongsong kemudian mengikatnya, setelah itu merebus dalam air mendidih sampai matang (matang ditandai perubahan warna pada sosis, merah-coklat). Kemudian, mengamati hasil organoleptik (warna, tekstur, kemempukan dan kesukaan).















PEMBAHASAN
            Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pengolahan Hasil ternak mengenai Pembuatan Sosis pada kelompok 8 menggunakan tepung tapioka 30% dan kelompok 6 dengan mengunakan tepung tapioka 28% maka  diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 3.Hasil Uji Organoleptik Pada pembuatan sosis.
KELOMPOK
WARNA
TEKSTUR
KEEMPUKAN
KESUKAAN
DELAPAN
3
4
4
3
   ENAM
3
3
4
4
Sumber : data hasil praktikum teknologi pengolahan hasil ternak, 2014.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa indikator warna pada sosis jika dibandingkan antara  kedua kelompok yakni memiliki nilai yang sama yaitu 3 yang berarti coklat hal ini dipengaruhi oleh faktor temperature dan lama pemasakan yang berlebihan dapat menyebabkan warna daging menjadi coklat. Hal ini sesuai dengan pendapat Komariah, (2012) yang menyatakan bahwa perubahan warna pada sosis menjadi coklat  terjadi karena adanya denaturasi protein saat pemanasan dan juga dapat dipengaruhi oleh temperatur.
Dari indikator tekstur pada pembuatan sosis kelompok delapan mendapatkan hasil 4 yang artinya lembut sedangkan kelompok enam mendapatkan hasil 3 yang artinya agak lembut. Jika dibandingkan antara keduanya jika dilihat dari segi hasil yang didapatkan maka dapat disimpulkan bahwa sosis dari kelompok delapan dari segi tekstur lebih baik dari pada kelompok enam. Perbedaan ini disebabkan karena kandungan kadar air serta penggunaan tepung tapioka yang ditambahkan berbeda. Semakin tinggi tingkat kadar air suatu sosis maka semakin halus tekstur yang didapatkan pada hasil akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Komariah (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air dan jumlah karbohidrat serta protein yang terkandung dalam tepung tapioka.
Dari indikator keempukan, kelompok delapan mendapatkan hasil 4 yang artinya empuk begitu pula dengan kelompok enam yang mendapatkan hasil 4 yang artinya lembut. Jika dibandingkan antara keduanya maka diperoleh hasil yang sama yakni 4 yang berarti empuk. Tingkat keempukan pada daging sosis dipengaruhi oleh waktu pemasakan, Hal ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang menyatkan bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Dari indikator kesukaan kelompok delapan mendapatkan hasil 4 yang artinya suka begitu pula dengan kelompok enam yang mendapatkan hasil 4 yang berarti suka. Jika dibandikan antara keduanya maka diperoleh hasil yang sama yakni 4 yang berarti suka. Hal tersebut terjadi karena kesamaan tingkat selera pada konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Komariah, (2012) yang menyatakan bahwa kesamaan selera pada konsumen dapat menyebabkan tingkat komsumsi dan pendapat yang sama pula.


PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan  Sosis dapat diambil kesimpulan bahwa produk olahan sosis termasuk kedalam  produk hasil dari emulsifikasi, selain itu tekstur pada daging sosis dipengaruhi oleh kandungan kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein, begitu pula dengan aroma daging sosis dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya bumbu yang diberikan.
Saran
Sebaiknya dalam praktikum mengenai pembuatan sosis ditambahkan sendawa (Natrium nitrat/nitrit) yang dapat meningkatkan kecerahan warna agar dapat meningkatkan selera konsumen dalam mengkomsumsinya.







DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E. 2012.Ilmu Daging.Masagena press.Makassar.
Astawan, W, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo..
 [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Sosis (SNI 01-3820-1995). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger, Philadelphia.
Hotrida, 2012. Jenis-Jenis Bakso. Agro Media.Surabaya
Komariah. Sirajuddin. Purnomo. (2012).  Aneka Olahan Daging Sapi. Agro Media. Bogor
Komariah. Sirajuddin. Purnomo. (2009).  Aneka Olahan Daging Sapi II. Agro Media. Bogor
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Legras, P., and O.Schmitt. 1973. La Viande Bovine.ITEB, Paris.
Octavianie, Y. 2002. Kandungan Gizi dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Putri.K.D,Retno. 2009. Karakteristik Fisik, Kimia dan organoleptic Sosis dengan Perendaman dalam Substrat Antimikroba Lactobacillus sp. (1A5) pada Penyimpanan Suhu Dingin. Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor. Bogor
Ridwanto, I. 2003. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Sosis Daging Sapi Dengan Subtitusi Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging sebagai Bahan Pengisi.Skripsi.Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sunarlirn, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan NaCI dan Natrium Tripolyfosfat Terhadap Perbaikan Mutu.Disertasi. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. Agro Media. Bogor
Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging . Penebar Swadaya. Jakarta.
Wibowo, S. 1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta : Penebar Swadaya.






LAMPIRAN
Perhitungan Hasil Uji Organoleptik pada Pembuatan Sosis Kelompok Delapan
·         Warna
·         Tekstur
·         Keempukan
·         Kesukaan
Perhitungan Hasil Uji Organoleptik pada Pembuatan Sosis Kelompok Enam
·         Warna
·         Tekstur
·         Keempukan
·         Kesukaan





















DOKUMENTASI






Tidak ada komentar: