LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK
PEMBUATAN BAKSO
DAN SOSIS
RAHMA NINGSI
I 111 12 295
LABORATORIUM
TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan yang berasal dari daging sangat disukai oleh
masyarakat umum. Selain karena rasanya yang nikmat, daging disukai juga karena
kandungan nilai gizinya. Nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena
daging mengandung asam-asam amino yang lengkap dan seimbang. Namun demikian
kandungan nilai gizi daging dari setiap jenis ternak relatif berbeda, setiap
100 gr daging dapat memenuhi kebutuhan gizi orang dewasa sekitar 10 persen
kalori, 50 persen protein dan 35 persen zat besi (Fe) setiap harinya.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang
masa simpan daging, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan
selain untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang
sesuai dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya.
Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet,
dendeng, pindang, abon, bakso, nuget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan
yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan,
pengasinan, pengasapan dan pengalengan.
Sosis merupakan salah
satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat.
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah
dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus
buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Tenak Mengenai Pembuatan
Sosis dan Bakso.
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan Sosis yaitu
untuk mengetahui produk olahan dari proses emulsifikasi, mengetahui proses
pembuatan sosis serta mengetahui daya penerimaan hasil pembuatan sosis.
Kegunaan dilakukannya
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan sosis yaitu agar
praktikan dapat mengetahui dan mengamplikasikan berbagai produk olahan dari
proses emulsifikasi, mengetahui proses pembuatan sosis serta mengetahui daya
penerimaan hasil pembuatan sosis.
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Gambaran
Umum Daging
Daging dapat
didefinisikan sebagai bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau
sekelompok otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-perubahan
biokimiawi dan biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Perubahan-perubahan
pasca
mortem ternak ini mengakibatkan otot
yang semasa ternak masih hidup merupakan energi mekanis untuk pergerakan
menjadi energi kimiawi sebagai pangan hewani untuk konsumsi manusia. Pada
seekor ternak sapi terdapat lebih dari 100 pasang otot yang mempunyai berat
yang berbeda antara otot, berayun dari beberapa gram sampai lebih dari 10 kg (Legras
dan Scmitt, 1997).
Berdasarkan
sumbernya, daging dapat dibedakan menjadi daging merah (red meat) yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau) atau
ternak kecil (kambing, domba) dan daging putih yang lebih sering disebaut
sebagai poultry meat (ayam, itik dan unggas lainnya). Pemberian nama sebagai daging
merah atau daging putih (poultry meat) berdasarkan atas ratio antara serat
merah dengan serat putih yang menyusun otot tersebut, otot yang mengandung
lebih banyak serat merah akan disebut sebagai daging merah (Abustam, 2012).
Didalam proses
penyediaan daging dari ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumen dikemukakan
oleh Abustam (2012) bahwa terjadi 3 fase transformasi yaitu :
ü
Meliputi
perubahan dari ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan karkas ( by product
atau offal );
ü Merupakan proses pemotongan karkas menjadi bagian-bagian
karkas;
ü Terjadi proses pengolahan lebih lanjut dari produk daging
menjadi daging olahan.
Daging dikatakan
sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral.Protein daging mempunyai kualitas
yang bagus, yaitu mudah dicerna oleh saluran pencernaan manusia. Daging juga
merupakan sumber vitamin B kompleks yaitu tiamin, riboflavin, niasin, biotin,
vitamin B6 dan B12, asampantotenat, dan folasin ( Putri, 2009).
Tabel 1.
Komposisi Biokimia Daging
Komposisi
|
Macam Daging
|
||
Sapi
|
Domba
|
Babi
|
|
Air ( % )
|
66
|
66,3
|
42,0
|
Protein ( % )
|
18,8
|
17,1
|
11,9
|
Lemak ( % )
|
14,0
|
14,8
|
45,0
|
Ca ( Mg/Gram)
|
11,0
|
10,0
|
7,0
|
P ( Mg/Gram)
|
170,0
|
19,0
|
117,0
|
Besi ( Mg/Gram)
|
2,8
|
2,6
|
1,8
|
Vitamin A (Si)
|
30,0
|
-
|
-
|
Vitamin B ( Mg/Gram)
|
0,08
|
0,15
|
0,58
|
Sumber
: Astawan (1989)
Kualitas daging
adalah persepsi konsumen terhadap sifat-sifat sensorik daging yang dirasakan
pada saat mengunyah daging ( eating quality ). Abustam (2012) mengemukakan
bahwa karakteristik kualitas daging merupakan karakteristik yang dinilai
langsung oleh konsumen dalam memenuhi palatabilitasnya. Penilaian kualitas
karakteristik ini dilakukan menggunakan organ panca indra. Beberapa
karakteristik kualitas daging tersebut yaitu sebagai berikut Abustam,
(2012):
a.
Warna
Daging
Merupakan sifat kualitas dan persepsi paling awal yang
digunakan oleh konsumen didalam menentukan kualitas daging. Hal ini oleh
konsumen dikaitkan dengan tingkat kesegaran dari daging tersebut, sebab daging
segar adalah daging yang berwarna merah cerah. Didalam prosesnya, myoglobin merupakan
pigmen utama yang bertanggung jawab terhadap warna daging tersebut. Myoglobin
pada saat jaringan otot masih hidup memberikan warna merah cerah, pada saat
telah terjadi kontak dengan oksigen dari udara myoglobin akan memberikan warna
merah keunguan dan pada saat terjadi oksidasi maka myoglobin akan menyebabkan
daging berubah menjadi berwarna merah kecoklatan.
b.
Keempukan
Merupakan kualitas
organoleptic yang prinsipal pada daging. Keempukan ini dipengaruhi oleh kandungan kolagen dan
struktur penyusun otot. Semakin banyak kandungan kolagen dalam daging maka
daging akan semakin keras dan apabila jaringan ikat sebagai penyusun otot
semakin banyak maka daging akan semakin alot
dan keras. Kandungan kolagen dan struktur penyusun otot ini berbeda-beda tiap
jenis ternak, tergantung pada bangsa, spesies dan umur ternak.
c.
Cita
Rasa
Merupakan fenomena kompleks yang berkaitan dengan
senyawa-senyawa yang larut didalam daging. Cita rasa ini bervariasi berdasarkan
atas potongan daging dan tingkat ilfiltrasi lemak, tingkat perubahan selama
terjadi maturasi, beberapa karakter zooteknis, dan cara penyajian makanan.
d.
Kebasahan
Merupakan kemampuan
daging untuk melepaskan jus (cairan daging) selama pengunyahan. Hal ini
berhubungan dengan keempukan daging, sebab daging yang empuk pada umumnya
memiliki kebasahan yang baik pula. Kebasahan ini bervariasi berdasarkan pH, maturasi dan
faktor stress.
Kualitas daging
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.
Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas
daging adalah genetik, spesies, bangsa, jenis kelamin, umur, pakan, dan bahan
aditif (hormon, antibiotik, dan mineral) serta keadaan stres.
Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas
daging adalah metode pelayuan dan pemasakan, pH, bahan tambahan, lemak
intramuscular (marbling), serta metode penyimpanan dan pengawetan (Lawrie,
1995).
B.
Gambaran
Umum Sosis
Sosis atau sausage
berasal dari Bahasa Latin salsus yang
berarti digarami. Secara harfiah, sosis diartikan daging yang diolah melalui proses penggaraman. Defenesi lain adalah daging
giling yang dicampur dengan bumbu dan dimasukkan kedalam selongsong sebagai
wadahnya. Sosis merupakan salah satu produk makanan yang dapat digunakan
sebagai sumber protein hewani (Komariah dkk, 2012)
Sosis adalah tipe
produk sapi kominusi yang unik dan biasanya diberi tambahan bumbu atau rempah
untuk menambahkan intesitas rasa dan profilnya.
Peningkatan sosis sangat dikendalikan dari faktor ekonomi
dan menggunakan daging yang berkualitas rendah seperti daging sisa pembersihan
lemak, daging di kepala dan pundak, dan hasil sampingan yang masih layak untuk
dimakan. Kenyamanan dan variasi adalah alasan penting lain mengapa sosis
dikonsumsi luas di kalangan masyarakat modern ( Putri, 2009).
Bahan baku
pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan
utama terdiri dari daging, lemak atau minyak, es dan garam. Bahan tambahan
terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan makanan lain
yang diizinkan (Ridwanto, 2003).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI
01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak
maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.
BSN (1995), kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh
oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan
pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI
01-3020-1995 adalah maksimal 67,0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan
berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan
kandungan air yang tinggi.
Dalam
pembuatan sosis dilakukan juga penambahan sodium tripolyfosfat ( STTP). Fungsi
fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging,
mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan.
Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih
dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0,5%. Penambahan
tripolifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0,3%.
Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan,
atau penggorengan. Fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan
fungsi- fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan
memisahkan ion logam. Fungsi- fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk
meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi
(Soeparno, 1994).
Emulsi
adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi suatu cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Pengemulsi
(emulsifier)
adalah zat yang dapat mempertahankan dispersi
lemak dalam air dan sebaliknya. Contoh pengemulsi yaitu lesitin
pada kuning telur,
Gom
arab
dan gliserinv,Winarno, (1999).
C.
Gambaran
Umum Bakso
Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang
sangat banyak dikomsumsi dan sangat populer dikalangan masyarakat. Pengolahan
daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan
nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan
daging/ikan/tahu/bahan lain yang telah dihaluskan, dicampur dengan bumbu dan
tepung kemudian dibentuk bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera
(Wibowo, 1999).
Pengolahan
bakso meliputi aspek penyediaan bahan baku yaitu daging, tepung pati dan cara
pengolahannya. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan bakso
adalah garam, es atau air es dan bumbu-bumbu. Tujuan penggilingan daging
adalah mencacah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan
ikat schingga distribusinya dapat merata. Selain itu emulsi yang terbentuk akan
lebih stabil (Purnomo, 1990).
Tekstur
bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat.
Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat
disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso
kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta
jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso
dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan
menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002).
Bahan-bahan
bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adalah
daging, sedangkan bahan tambahan bakso adalah bahan pengisi, garam, es atau air
es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap (Sunarlim, 1992).
Bakso merupakan salah satu produk olahan
daging yang banyak dikonsumsi dan sangat popular di kalangan masyarakat.
Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan,
meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso
merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaluskan,
dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat dengan
diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999).
Tabel 2.
Komposisi Kimia Daging Sapi Bakso dalam 100 gram Bahan
Komponen
|
Satuan
|
Jumlah
|
Kalori
|
Kal
|
207,00
|
Protein
|
g
|
18,80
|
Lemak
|
g
|
14,00
|
Kalsium
|
Mg
|
11,00
|
Fosfor
|
Mg
|
170,00
|
Besi
|
Mg
|
2,80
|
Vitamin
A
|
SI
|
30,00
|
Vitamin
B1
|
Mg
|
0,08
|
Air
|
g
|
66,00
|
Sumber:
Daftar Komposisi Bahan Makanan Departemen Kesehatan RI (1979).
Menurut SNI
(1995), ciri ciri bakso yang baik dan memiliki standar nilai gizi yang sehat
adalah sebagai berikut:
·
Banyaknya Bakso yang diteliti (Food
Weight) = 250 gr
·
Bagian Bakso yang dapat dikonsumsi (Bdd
/ Food Edible) = 100 %
·
Jumlah Kandungan Energi Bakso = 190 kkal
·
Jumlah Kandungan Protein Bakso = 10,3 gr
·
Jumlah Kandungan Lemak Bakso = 6,3 gr
·
Jumlah Kandungan Karbohidrat Bakso =
23,1 gr
·
Jumlah Kandungan Kalsium Bakso = 35 mg
·
Jumlah Kandungan Fosfor Bakso = 0 mg
·
Jumlah Kandungan Zat Besi Bakso = 6,75
mg
·
Jumlah Kandungan Vitamin A Bakso = 0 IU
·
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Bakso = 0 mg
·
Jumlah Kandungan Vitamin C Bakso = 4 mg
Menurut Hotrida (2012),
jenis-jenis bakso itu diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Bakso urat merupakan bakso yang diisi irisan urat atau tendon dan daging
tetelan kasar.
2.
Bakso bola tenis atau
bakso telur merupakan bakso berukuran
bola tenis berisi telur ayam rebus
3.
Bakso gepeng: bakso berbentuk pipih
4.
Bakso ikan: bakso berbahan daging ikan
5.
Bakso udang: bakso berbahan dari udang
6.
Bakso Malang: hidangan bakso dari kota Malang , Jawa Timur; lengkap dengan
mi kuning, tahu, siomay, dan pangsit goreng
7.
Bakso keju: bakso resep baru berisi keju
8.
Bakso Bakar: bakso yang diolesi bumbu khusus dan dibakar langsung (tanpa
arang) dan disediakan bersama potongan ketupat dan kuah kaldu yang hangat dan
bumbu.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum
Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan Sosis dan bakso
dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 11 Maret 2014 pada pukul 14.00 WITA sampai selesai bertermpat di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
mengenai Pembutan Sosis yaitu adalah
pisau, talenan, sendok, baskom, panci, kompor, food Processor, timbangan dan stuffer, saringan, baki.
Bahan
yang digunakan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
mengenai Pembutan Sosis yaitu daging segar 250 gr, Tepung tapioka 95 gr, es batu secukupnya, garam secukupnya, bawang putih 3 siung, merica secukupnya, air 3 liter, selongsong dan tali.
Posedur
kerja
Pertama-tama menyiapkan bahan dan peralatan dalam
keadaan bersih, setelah itu menimbang bahan sesuai yang dibutuhkan, memisahkan
daging dengan lemak, memotong daging berbentuk dadu kecil kemudian memasukkan
kedalam food processor beserta garam dan es secukupnya, menggilingnya selama
1-2 menit, menambahkan tepung tapioka, merica, bawang putih, kedalam food
processor kemudian menggilingnya kembali selama 2-3 menit hingga adonan menjadi
legit, memanaskan air, memasukkan adonan dalam stuffer modifikasi, setelah itu
mencetak sosis kedalam selongsong kemudian mengikatnya, setelah itu merebus
dalam air mendidih sampai matang (matang ditandai perubahan warna pada sosis,
merah-coklat). Kemudian, mengamati hasil organoleptik (warna, tekstur, kemempukan dan
kesukaan).
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil praktikum Teknologi Pengolahan Hasil ternak mengenai Pembuatan Sosis pada
kelompok 8 menggunakan tepung tapioka 30% dan kelompok 6 dengan mengunakan
tepung tapioka 28% maka diperoleh data
sebagai berikut :
Tabel 3.Hasil
Uji Organoleptik Pada pembuatan sosis.
KELOMPOK
|
WARNA
|
TEKSTUR
|
KEEMPUKAN
|
KESUKAAN
|
DELAPAN
|
3
|
4
|
4
|
3
|
ENAM
|
3
|
3
|
4
|
4
|
Sumber : data
hasil praktikum teknologi pengolahan hasil ternak, 2014.
Berdasarkan tabel
diatas dapat diketahui bahwa indikator warna pada sosis jika dibandingkan
antara kedua kelompok yakni memiliki
nilai yang sama yaitu 3 yang berarti coklat hal ini dipengaruhi oleh faktor
temperature dan lama pemasakan yang
berlebihan dapat menyebabkan warna daging menjadi coklat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Komariah, (2012) yang menyatakan bahwa perubahan warna pada sosis menjadi
coklat terjadi karena adanya denaturasi
protein saat pemanasan dan juga dapat dipengaruhi oleh temperatur.
Dari indikator tekstur
pada pembuatan sosis kelompok delapan mendapatkan hasil 4 yang artinya lembut sedangkan
kelompok enam mendapatkan hasil 3 yang artinya agak lembut. Jika dibandingkan
antara keduanya jika dilihat dari segi hasil yang didapatkan maka dapat
disimpulkan bahwa sosis dari kelompok delapan dari segi tekstur lebih baik dari
pada kelompok enam. Perbedaan ini disebabkan karena kandungan kadar air serta
penggunaan tepung tapioka yang ditambahkan berbeda. Semakin tinggi tingkat
kadar air suatu sosis maka semakin halus tekstur yang didapatkan pada hasil
akhir. Hal ini sesuai dengan pendapat Komariah (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu makanan
dapat dipengaruhi oleh kadar air dan jumlah karbohidrat serta protein yang
terkandung dalam tepung tapioka.
Dari indikator keempukan, kelompok delapan mendapatkan hasil
4 yang artinya empuk begitu pula dengan kelompok enam yang mendapatkan hasil 4 yang
artinya lembut. Jika dibandingkan antara keduanya maka diperoleh hasil yang
sama yakni 4 yang berarti empuk. Tingkat keempukan pada daging sosis dipengaruhi
oleh waktu pemasakan, Hal ini sesuai pendapat Syamsir (2011) yang menyatkan
bahwa pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung
pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan
protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan mempengaruhi proses
pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Dari indikator kesukaan kelompok delapan mendapatkan hasil 4
yang artinya suka begitu pula dengan kelompok enam yang mendapatkan hasil 4 yang
berarti suka. Jika dibandikan antara keduanya maka diperoleh hasil yang sama
yakni 4 yang berarti suka. Hal tersebut terjadi karena kesamaan tingkat selera
pada konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Komariah, (2012) yang menyatakan
bahwa kesamaan selera pada konsumen dapat menyebabkan tingkat komsumsi dan
pendapat yang sama pula.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan
pembahasan dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai
Pembuatan Sosis dapat diambil kesimpulan
bahwa produk olahan sosis termasuk kedalam
produk hasil dari emulsifikasi, selain
itu tekstur pada daging sosis dipengaruhi oleh kandungan kadar air, kandungan
lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein, begitu pula dengan aroma
daging sosis dipengaruhi oleh banyak atau sedikitnya bumbu yang diberikan.
Saran
Sebaiknya dalam praktikum mengenai pembuatan sosis
ditambahkan sendawa (Natrium nitrat/nitrit) yang dapat meningkatkan kecerahan
warna agar dapat meningkatkan selera konsumen dalam mengkomsumsinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abustam, E. 2012.Ilmu Daging.Masagena
press.Makassar.
Astawan, W, 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna.
Jakarta: CV Akademika Pressindo..
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Sosis
(SNI 01-3820-1995). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat
Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger, Philadelphia.
Hotrida, 2012. Jenis-Jenis Bakso. Agro Media.Surabaya
Komariah. Sirajuddin. Purnomo.
(2012). Aneka Olahan Daging Sapi. Agro Media. Bogor
Komariah. Sirajuddin. Purnomo.
(2009). Aneka Olahan Daging Sapi II. Agro Media. Bogor
Lawrie, R.
A. 1995. Ilmu Daging. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Legras,
P., and O.Schmitt. 1973. La Viande Bovine.ITEB, Paris.
Octavianie,
Y. 2002. Kandungan Gizi dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung
Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Purnomo,
H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di Bogor. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Putri.K.D,Retno.
2009. Karakteristik Fisik, Kimia dan organoleptic Sosis dengan Perendaman dalam
Substrat Antimikroba Lactobacillus sp. (1A5) pada Penyimpanan Suhu Dingin.
Fakultas Peternakan. Institut pertanian Bogor. Bogor
Ridwanto, I. 2003. Kandungan Gizi dan
Palatabilitas Sosis Daging Sapi Dengan Subtitusi Tepung Tulang Rawan Ayam
Pedaging sebagai Bahan Pengisi.Skripsi.Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sunarlirn, R. 1992. Karakteristik
Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan NaCI dan Natrium Tripolyfosfat
Terhadap Perbaikan Mutu.Disertasi. Program Pasca Sarjana, IPB. Bogor.
Syamsir, E. 2011. Mutu Daging. Agro
Media. Bogor
Wibowo,
Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging . Penebar Swadaya.
Jakarta.
Wibowo, S.
1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso
Daging. Jakarta : Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
Perhitungan Hasil Uji Organoleptik pada Pembuatan Sosis
Kelompok Delapan
·
Warna
·
Tekstur
·
Keempukan
·
Kesukaan
Perhitungan Hasil Uji Organoleptik pada Pembuatan Sosis
Kelompok Enam
·
Warna
·
Tekstur
·
Keempukan
·
Kesukaan
DOKUMENTASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar