Kamis, 05 Juni 2014

MAKALAH PENGGEMBALAAN BERJALUR (STRIP GRAZING)

BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Potensi kekayaan alam yang dimiliki di Indonesia sangatlah belimpah. Mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah yang berbeda kandungannya serta lahan yang luas, memberikan tanaman bisa tumbuh di berbagai tempat dan kondisi yang berbeda-beda pula. Tetapi dengan kondisi yang sekarang ini, lahan di Indonesia sebagian besar tidak diolah dengan baik sehingga kebutuhan konsumsi pakan untuk ternak di Indonesia sangatlah minim dan bahkan lebih memilih mengimpor pakan untuk ternak. Termasuk di dalamnya lahan sebagai padang penggembalaan yang tidak terawat dengan baik.
Padang penggembalaan adalah suatu bentuk penggunaan lahan yang semata-mata untuk pengembangan peternakan.  Biasanya lapisan tanah pada lahan ini relatif dangkal, berbatu dengan lereng yang cukup besar dan tidak cocok untuk tanaman semusim.  Vegetasi yang dominan adalah rumput alam yang sering mengalami overgrazing  sehingga ancaman bahaya erosi cukup tinggi. 
Untuk menjaga kelestarian dan produktivitas padang penggembalaan, menjamin tersedianya pakan ternak bergizi tinggi dan merata sepanjang tahun, kita perlu melakukan Strip Grazing agar jumlah hijauan yang tersedia bagi ternak terbatas, kesempatan seleksi ternak ditekan serendah mungkin dan penggunaan padangan merata serta kerusakan karena injakan dan pencemaran oleh kotoran ternak lebih terkendali/merata. Hal inilah yang melatarbelakangi dibuatnya makalah yang berjudul “ Strip Grazing “.

II.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu :
a.       Apa yang dimaksud dengan penggembalaan berjalur ?
b.      Bagaimana sistem penggembalaan berjalur (strip grazing) ?
c.       Bagaimana cara mengoptimalkan padang penggembalaan berjalur ?
II.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat ditarik tujuan penulisan yaitu :
a.       Untuk mengetahui tentang penggembalaan berjalur.
b.      Untuk mengetahui sistem penggembalaan berjalur (strip grazing).
c.       Untuk mengetahui cara mengoptimalkan padang penggembalaan berjalur.












BAB II
PEMBAHASAN
II.I Defenisi Penggembalaan
Menurut Reksohadiprodjo (1994) padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Padang penggembalaan adalah tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul dan atau legume (jenis rumput/ legume yang tahan terhadap injakan ternak) yang digunakan untuk menggembalakan ternak (Yunus, 1997). Sistem penggembalaan adalah pemeliharaan ternak sapi yang dilaksanakan dengan cara ternak digembalakan di suatu padang penggembalaan yang luas, terdiri dari padang penggembalaan rumput dan leguminosa (Tandi, 2010). Hadi et al (2002) menyebutkan sistem padang penggembalaan merupakan kombinasi antara pelepasan ternak di padang penggembalaan bebas dengan pemberian pakan. Padang penggembalaan tersebut bisa terdiri dari rumput atau leguminosa. Tetapi suatu padang rumputnya yang baik dan ekonomis adalah yang terdiri dari campuran rumput dan leguminosa.
II.2 Penggembalaan Berjalur (Strip Grazing)
Penggembalaan jalur ini merupakan sistem penggembalaan bergilir yang intensif dengan menggunakan pagar llistrik yang dapat dipindah-pindah melintasi petak penggembalaan. Dengan cara ini jumlah hijauan yang tersedia bagi ternak terbatas, kesempatan seleksi ternak ditekan serendah mungkin dan penggunaan padangan merata serta kerusakan karena injakan dan pencemaran oleh kotoran ternak lebih terkendali/merata. Untuk mencegah agar ternak tidak merenggut tanaman yang sedang tumbuh kembali, maka dipasang pagar kedua di belakang ternak. Pelaksanaan penggembalaan jalur ini akan mendapatkan hasil yang baik apabila dilaksanakan pada pastura yang berproduksi tinggi (kuantitas dan kualitasnya).
Penggembalaan bergilir adalah cara penggembalaan ternak dengan cara membagi areal pastura menjadi beberapa bagian (paddock) kemudian ternak digembalakan secara bergantian dari satu bagian ke bagian yang lain. Tujuan dari sistem ini adalah memberikan kesempatan pada ternak untuk mendapatkan hijauan pada saat nilai nutrisi hijauan tinggi, serta memberikan waktu istirahat yang cukup bagi tanaman untuk dapat tumbuh kembali. Dengan cara penggembalaan seperti ini ternak dibatasi ruang geraknya sehingga pemanfaatan hijauan efisien dan ternak tidak mengeluarkan energi yang banyak untuk mencari hijauan. Cara ini juga menekan seleksi ternak terhadap hijauan, sehingga pemanfaatan hijauan dalam suatu areal merata.
Penggembalaan bergilir juga juga dapat dijumpai pada pastura alam, yaitu dengan cara memindahkan ternak dari suatu wilayah ke wilayah lain yang lebih banyak hijauannya, hal ini sering ditemui di daerah Sulawesi Tenggara pada peternak yang memilki sapi dalam jumlah besar. Namun karena produksi hijauan pada pastura alam rendah, maka mobilitas peternak sangat tinggi dan hal ini akan berpengaruh pada biaya transportasi untuk pemindahan ternak.
Pada pastura buatan umumnya cara penggembalaan ini dilakukan pengelompokan ternak berdasarkan umur dan tingkat produksi, misalnya kelompok ternak berproduksi tinggi (sapi perah dan penggemukan) dan ternak berproduksi rendah (sapi kering dan ternak yang dipelihara sekadarnya). Ternak-ternak berproduksi tinggi diberi kesempatan pertama untuk merenggut hijauan yang berkualitas baik, kemudian diikuti oleh kelompok ternak yang lain. Fluktuasi produksi hijauan akibat musim akan menyebabkan perubahan jumlah ternak yang digembalakan, sehingga untuk menjaga agar pemasokan hijauan tetap kontinyu sepanjang waktu, diperlukan pertimbangan dalam hal usaha pengawetan hijauan pada saat produksi berlimpah.
II.3 Macam-macam padang penggembalaan
Berdasarkan vegetasinya padang penggembalaan digolongkan dalam beberapa macam diantaranya :    
A.    Padang Penggembalaan Alam
Padang penggembalaan yang terdiri dari tanaman yang berupa rumput Perennial, produktivitas rendah, floranya relative belum tersentuh oleh manusia (McLlroy, 1976). Menurut Reksohadiprojo (1994) padang penggembalaan alam tidak ada pohon, belum terjadi campur tanagan manusia, manusia hanaya mengawasi ternak yang digembalakan, sedit masih terdapat gulma, daya tampung rendah.
B.     Padang Penggembalaan Buatan
Padangan yang vegetasinya sudah dipilih/ditentukan dari varietas tanaman yang unggul. Menurut Reksohadiprodjo (1994) Padang penggembalaan adalah tanaman makanan ternak dalam pandangan telah ditanam, disebar, dan dikembangkan oleh manusia. Padangan dapat menjadi padangan permanen atau diseling dengan tanaman pertanian.            


C.     Padang Penggembalaan yang Telah Diperbaiki
Spesies-spesies hijauan makanan ternak dalam padangan belum ditanam oleh manusia, tetapi manusia telah mengubah komposisi botaninya sehingga didapat spesies yang produktif dan menguntungkan dengan jalan mengatur pemotongan (defoliasi) (Reksohadiprodjo, 1994)
D.    Padang penggembalaan dengan irigasi
Padang penggembalaan ini biasanya terdapat di daerah sepanjang aliran sungai atau dekat dengan sumber air. Penggembalaan ternak dijalankan setelah padang penggembalaan menerima pengairan selama 2-4 hari (Reksohadiprodjo, 1994).
II.4 Sistem Padang Penggembalaan
Teknis pengembangan usaha sapi potong memakai sistem padang penggembalaan :
a. Jenis padang penggembalaan adalah padang rumput buatan atau temporer dimana hijauan makanan ternak telah disebar atau ditanam.
b. Sistem pertanaman. Sistem pertanaman campuran antara rumput dan leguminosa, keuntungannya dibandingkan sistem pertanaman murni, yaitu leguminosa ditanam bersama rumput-rumput untuk keuntungan rumput-rumput tersebut, karena leguminosa lebih kaya akan kandungan nitrogen dan kalsium (kapur) dibandingkan dengan rumput-rumput, dan menaikkan gizi pada penggembalaan.
c. Tata laksana padang penggembalaan. Penggembalaan bergilir, dimana padang penggembalaan dibagi dalam beberapa petakan, tujuan cara penggembalaan bergilir adalah untuk menggunakan padang penggembalaan pada waktu hijauan masih muda dan bernilai gizi tinggi serta memberikan waktu yang cukup untuk tumbuh kembali.  Jenis rumput yang akan berada pada padang penggembalaan yaitu yang tahan diinjak-injak dan dan leguminosa herba Centrosema. Tata laksana pemeliharaan ternak sapi adalah sistem semi intensif, dimana dilakukan pada pagi hari (jam 10.00 – 16.00) ternak digiring ke padang penggembalaan dengan sistem penggembalaan bergilir. Pada sore hari ternak digiring kembali ke kandang dan diberi pakan hijauan rumput potong (rumput gajah). Kegiatan pembersihan kandang dilakukan pada pagi hari, kotoran ternak ditampung pada lubang yang telah disediakan sebagai tempat penampungan kotoran. Usaha pengembangnan sapi potong ini dapat diintegrasikan dengan usaha pemanfaatan kotoran sapi menjadi pupuk organic (Rusmadi, 2007). Pemanfaatan pupuk yang berasal dari kotoran sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
II.5 . Faktor Yang Mempengaruhi Padang Penggembalaan
Faktor yang mempengaruhi padang penggembalaan yaitu :
A.    Air
Air yang terbatas mempengaruhi fotosintesis dan perluasan daun pada tanaman karena tekanan air mempengaruhi pembukaan pada stomata perluasan sel (Setyati, 1991). Air berfungsi untuk fotosintesis, penguapan, pelarut zat hara dari atas ke daun. Jika ketersediaan air terpenuhi maka seluruh proses metabolisme tubuh tanaman berlangsung, berakibat produksitanaman tinggi.
B.     Intensitas Sinar
Intensitas sinar di bawah pohon atau tanaman pertanian tergantung pada bermacam-macam tanaman, umur, dan jarak tanam, selain waktu penyinaran. Keadaan musim dan cuaca juga berpengaruh terhadap intensitas sinar yang jatuh pada tanaman selain yang ada di bawah tanman utama (Susetyo et.al, 1981).
C.     Spesies
Kemampuan suatu tanaman untuk beradaptasi dengan lingkungan dan faktor genetik berpengaruh pada produktivitas tanaman tersebut. Tanaman satu dengan tanaman lain mempunyai tingkat adaptasi dan genetik yang berbeda-beda.
D.    Temperatur
Tanaman memerlukan temperatur yang optimum untuk melakukan aktivitas fotosintesis. Temperatur tanah berpengaruh terhadap proses biokimia dimana terjadi pelepasan nutrien tanaman dan berpengaruh juga pada absorbsi air dan nutrien.
E.     Curah hujan
Curah hujan bverpengaruh pada produksi bahan kering yang dihasilkan oleh hijauan pakan. Semakin tinggi curahn hujan maka produksi bahan keringnya akan semakin rendah.
F.      Tanah
                 Tanah berufngsi sebagai mendukung pertumbuhan tanaman sebagai sumber hara dan mineral, kesuburan tanah juga ditentukan oleh kelarutan zat hara, PH, kapasitas pertukaran kalori, tekstur tanah dan jumlah zat organiknya.





BAB III
PENUTUP
III.I Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Padang pengembalaan sangat besar peranannya terhadap penyediaan hijauan makanan ternak bagi ternak ruminansia, terutama bagi sistem peternakan ekstensifUntuk menyediakan hijauan makanan ternak yang berkualitas, efisien dan tersedia secara kontinyu sepanjang tahun maka perlu dilakukan strip grazing (penggembalaan berjalur) yang intensif dengan menggunakan pagar llistrik yang dapat dipindah-pindah melintasi petak penggembalaan. Dengan cara ini jumlah hijauan yang tersedia bagi ternak terbatas, kesempatan seleksi ternak ditekan serendah mungkin dan penggunaan padangan merata serta kerusakan karena injakan dan pencemaran oleh kotoran ternak lebih terkendali/merata dan untuk mencegah agar ternak tidak merenggut tanaman yang sedang tumbuh kembali.










DAFTAR PUSTAKA
Hadi, P.U. et al., 2002. Improving Indonesia’s Beef Industry. ACIAR Monograph Series
Mc Llroy, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.
Reksohadiprojo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BFFE, Yogyakarta.
Setyati, S .H.M. 1991 . Peangantar Agronomi, Cetakan ke 10 . Gramedia, Jakarta.
Susetyo, I. Kismono dan B. Suwardi. 1981. Hijauan Makanan Ternak. Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta.
Tandi, Ismail. 2010. Analisis Ekonomi Pemeliharaan Ternak Sapi Bali dengan Sistem Penggembalaan di Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa. Jurnal Agrisistem, Juni 2010, Vol. 6 No. 1ISSN 2089-0036.

Tidak ada komentar: