Kamis, 05 Juni 2014

SAPI PERAH


JENIS KANDANG SAPI PERAH
YANG ADA DI INDONESIA
Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.    Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2.    Kandang pedet
Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok. Untuk kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat + 1 m. Ukuran kandang untuk 0 – 4 minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 – 8 minggu dengan ukuran 1 m2/ekor dan pada umur 8 – 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Dalam satu kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat makan dan tempat air minum.
3.    Kandang pejantan
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m, tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang. Pagar halaman terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan diameter 7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu, perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton. Perlengkapan lain yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain. Pemberian ransum harus dilakukan dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
4.    Kandang kawin
Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke dalam tanah sedalam 50 – 60 cm dan dibeton supaya kokoh.
5.    Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang sakit. Pada tempat ini sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm dan tinggi 150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan penyakit tidak mudah menular.
6.    Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi dewasa. Lantainya miring ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar. Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut-sudut dinding dibuat melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sutarno (1994) dalam Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar bangunan harus disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens). Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya (Sutarno, 1994) dalam (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini terdiri dari kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah yang sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat memerah dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall pada prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994) dalam (Farhan, 2008).
Menurut Ade (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis kandang untuk pembibitan sapi perah di Satker Pagerkukuh. Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk siap kawin maupun kering masih bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan kondisi masing-masing ternak, sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat ternak dalam satu kandang. Kandang Induk berkapasita + 50 ekor sedangkan sapi dara dipisahkan dari kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri dengan kapasitas + 25 ekor. Untuk pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari induknya dan ditempatkan dalam kandang khusus pedet yang berkapasitas + 10 ekor dalam kandang bersekat individu dengan luas + 3 - 5 m2/ekor.

PEMELIHARAAN KERBAU PERAH
DARI PEDET SAMPAI LAKTASI
Menurut Ambo Ako (2012) bahwa pemeliharaan kerbau perah dari pedet sampai laktasi adalah sebagai berikut :
1.    Pemeliharaan Anak Kerbau
Pemeliharaan anak kerbau jantan harus dilakukan untuk kelak menjadi pejantan, sedangkan pemeliharaan anak kerbau betina untuk dibesarkan guna kelak menjadi pengganti induk. Mortalitas kerbau pada umur muda tinggi dan untuk mengurangi kematian anak, perlu dilakukan pemeliharaan anak yang baik. Tatalaksana anak kerbau untuk mengurangi mortalitas adalah sebagai berikut:
a.    Segera setelah anak kerbau lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari lendir untuk memudahkan anak kerbau bernapas.
b.    Setelah hidung dan mulut dibersihkan, dibiarkan bersama dengan induknya agar dijilat sehingga badannya menjadi kering.
c.    Tinctura yodium dioleskan pada tali pusarnya untuk mencegah terjadinya infeksi. Pada tali pusar yang belum putus, perlu dipotong dengan gunting yang steril dengan jarak sekitar 6 – 8 cm dari pusar. Sebelum tali pusar digunting perlu diberi yodium terlebih dahulu. Tetapi pada umumnya tali pusar sudah putus.
d.   Anak kerbau yang baru lahir biasanya sulit bernapas, maka perlu ditolong dengan pernapasan buatan yaitu ditiupkan udara ke mulut anak kerbau atau dengan mangangkat kedua kaki belakang anak kerbau tersebut secara sekonyong-konyong.
e.    Kandang induk dan anak sebelum dipakai harus dibersihkan dan dibebashamakan dan diberi alas kandang (jerami kering, rumput kering, serutan kayu dan lain-lain).
f.     Anak kerbau yang berumur beberapa minggu sering didapatkan menderita ascariasis, oleh karena itu pada minggu pertama perlu diberi obat cacing secara oral 10 gr piperazin dosis tunggal.
g.    Anak kerbau yang baru lahir mengeluarkan meconium (feces pertama) dalam waktu 4 – 6 jam sesudah pemberian colostrums yang pertama. Feces yang pertama warna dan kepekatannya seperti ter, yang kemudian diikuti dengan feces yang berwarna kuning selang 6 – 8 jam.
h.    Sampai pada umur 3 – 4 minggu harus dipelihara terpisah secara individual, sehingga mendapat perhatian secara individual dan untuk menghindari peluang saling menghisap pusar. Pada umur satu bulan anak kerbau dapat dipelihara secara kelompok 20 – 30 ekor.
i.      Pada Peternakan kerbau yang jumlahnya banyak perlu diberi tanda pada anak kerbau sedini mungkin, karena warna kulitnya sama-sama hitam sehingga sulit dibedakan. Pemberian tanda tato dilakukan pada bagian dalam daun telinga atau bagian ventral pangkal ekor, karena pada tempat-tempat tersebut kurang pigmentnya.
j.      Bobot badan anak kerbau ditimbang pada waktu lahir, kemudian setiap minggu untuk menghitung kebutuhan susu yang harus diberikan dan guna mengetahui pertumbuhan anak kerbau tersebut.
k.    Vaksinasi terhadap penyakit menular, misalnya; Penyakit mulut dan kuku, penyakit ngorok, radang limpa, radang paha, Brucellosis dan lain-lain.
l.      Antibiotik sebagai penjaya makanan (feed additive) baik sekali diberikan pada anak kerbau pada minggu pertama melalui air susu/makanannya. Beberapa perinsip penting pada pemberian pakan anak kerbau adalah sebagai berikut:
Ø Pemberian makanan disesuaikan dengan berat badan.
Ø Pemberian makanan dengan waktu yang teratur.
Ø Yang berhubungan dengan peralatan makanan harus dalam keadaan higinies.
Ø Susu yang diberikan harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 39o C.
Ø Pemberian susu dilakukan 3 – 4 kali sehari sampai umur satu minggu, kemudianmenjadi 2 kali perhari pada akhir umur 2 minggu, dan dilanjutkan sampai umur 60 atau 90 hari.
Ø Pemberian susu/makanan harus sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah kelebihan makanan selama umur satu bulan.
Ø Air minum disediakan secara ad libitum dan alas kandang harus senantiasa dalam keadaan kering untuk mencegah terserang radang paru-paru (pneumonia).
Ø Anak kerbau diberi makanan hijauan kering (hay) yang berkualitas tinggi misalnya dari leguminosa.
Ø Pemberian feed additive yang mengandung antibiotika dalam susu atau campuran konsentrat.
Ø Anak kerbau disapih pada umur 60 – 90 hari dengan cara pemberian susu sedikit demi sedikit sebelum umur tersebut. Pada umur 3 bulan anak kerbau diberi calf starter 1,5 – 2 kg per hari.
2.    Pemeliharaan Kerbau Dara
Kerbau dara perlu mendapat perhatian karena sangat mempengaruhi penampilan produksi. Kerbau dara yang mendapat pemeliharaan yang baik dapat dikawinkan pada umur sekitar 30 – 36 bulan dengan bobot badan 300 – 350 kg. Akan tetapi pada kondisi pemeliharaan dan makanan yang tidak baik perkawinan pertama baru bisa dilakukan pada umur di atas 44 bulan. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan kerbau dara antara lain :
a.    Sumber Hijauan
Dengan pemberian pakan hijauan yang ditambahkan legum, pertumbuhan kerbau dara bisa mencapai + 370 gram per hari. Jika ditambahkan sedikit pakan konsentrat yang kaya energi dapat memperbaiki laju pertumbuhannya yaitu + 465 gram per hari.
b.    Penyemperotan Air
Sebaiknya kerbau diberi banyak kesempatan untuk berkubang atau semprotan air pada badannya. Pada peternakan kerbau yang memelihara sampai 5 ekor tidaklah ekonomis untuk membuat suatu tempat kubangan. Sebagai gantinya kerbau dimandikan sekali atau dua kali sehari tergantung pada kondisi lingkungan atau badan kerbau disemprot dengan air. Penyemprotan dengan air dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan kerbau dara yang berumur 6 – 12 bulan yaitu lebih dari 15 %.
c.    Faktor lain
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kerbau dara / jatan muda yaitu; bangsa, jenis kelamin, keadaan iklim, susunan ransum dan jumlah pemberian pakan dan lain-lain.

3.    Pemeliharaan Kerbau Bunting dan Beranak (Laktasi)
Perhatian khusus dalam pemeliharaan kerbau bunting adalah penting, begitu juga pada waktu beranak supaya kerbau dalam keadaan menyenangkan. Pada Peternakan kerbau perah yang mendapat pemeliharaan yang baik, berahi pertama dicapai pada umur 30 – 36 bulan dan lama bunting 310 + 5 hari. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan pada kerbau yang sedang bunting, menyelang beranak antara lain:
a.    Hitung perkiraan tanggal melahirkan dan pindahkan kerbau tersebut ke kandang beranak kira-kira 3 – 5 hari sebelum melahirkan.
b.    Kandang beranak harus dalam keadaan steril dan diberi alas berupa jerami kering.
c.    Kerbau yang beranak ke dua ke atas harus dikeringkan (tidak diperah) selama 6 – 8 minggu sebelum melahirkan. Selama 4 – 5 hari sebelum pemerahan dihentikan, kerbau tidak diberikan konsentrat dan diberi hijauan yang berkualitas rendah. Pada waktu tersebut kerbau hanya diperah satu kali sehari yang sebelumnya diperah dua kali sehari dan kemudian tidak diperah sama sekali pada hari ke 7 – ke 10. Hal ini dilakukan pada kerbau yang produksi susunya tinggi.
d.   Pada kerbau yang kering kandang selama 6 – 8 minggu harus diberi makanan yang berkualitas baik, supaya pada waktu melahirkan kondisi badannya tetap baik. Makanan yang diberikan adalah hijauan yang berkualitas baik secara ad libitum dan konsentrat sebanyak 2 – 3 kg per hari.
e.    Pada 10 – 15 hari sebelum melahirkan, kerbau diberi makanan yang bersifat laksatif yaitu hijauan segar bukan silase. Jika diberi pakan hijauan yang kering maka perlu diberi konsentrat (campuran dedak padi dan bungkil kacang tanah dengan perbandingan 2 : 1) sebanyak 1 kg per ekor per hari.
Kerbau yang baru melahirkan umumnya merasa haus maka perlu disediakan air minum. Dalam keadaan dingin air minum perlu dihangatkan pada suhu 39 0C. Makanan yang bersifat laksatif yang diberikan sebelum beranak harus diteruskan beberapa hari setelah melahirkan dan makanan tersebut secara perlahan-lahan diganti makanan untuk berproduksi susu dalam masa 7 – 10 hari. Biasanya placenta keluar dalam waktu 6 jam setelah melahirkan, tetapi kadang agak lama. Jika 20 – 24 jam setelah melahirkan placenta tidak keluar, maka perlu dipanggilkan dokter hewan atau mantri hewan. Jika placenta dibiarkan dalam uterus lebih dari waktu tersebut di atas maka dapat menyebabkan pembusukan dan keracunan, dan produksi susu menurun secara drastis serta menyebabkan gangguan reproduksi (infertilitas). Anak yang baru lahir harus diusahakan agar mendapat kolostrum dari induknya. Anak kerbau yang lemah dan sukar untuk menyusu pada induknya harus dibantu.
Biasanya pemerahan kerbau yang baru pertama kali melahirkan membutuhkan suatu perhatian khusus dalam penanganan dan pendekatannya dari tukang perah. Sebenarnya kerbau lebih mudah dilatih dari pada sapi, dan kerbau perah dapat diperah di kandang atau dimana saja di tempat yang bersih. Hal-hal yang perlu dilakukan pada kerbau yang bunting pertama kali antara lain:
ü  Kerbau harus diajar masuk kandang pemerahan secara berderet, dimana kerbau tersebut digiring bersama-sama 3 – 4 ekor kerbau yang telah berpengalaman.
ü  Sekitar 15 – 20 hari sebelum melahirkan, tukang perah tiap hari mendekati secara pelan-pelan dengan menepuk-nepuk punggung dan pinggang kerbau bunting tersebut. Selanjutnya ambingnya digosok-gosok dan putingnya ditarik pelan-pelan.
ü  Ambing pada kerbau yang pertama melahirkan sangat peka, karena itu harus ditangani secara perlahan-lahan agar tidak merasa sakit pada waktu pemerahan.
ü  Sesudah pemerahan kerbau dikeluarkan dari kandang pemerahan dengan hati- hati.
ü  Puting yang pendek dapat diperbaiki dengan menarik secara teratur tiap hari selama beberapa menit. Hal ini dilakukan pada 3 – 4 bulan sebelum melahirkan dan dihentikan 2 – 3 minggu sebelum melahirkan untuk mencegah pembentukan air susu secara dini pada ambing.
Kerbau bunting (8 – 8,5 bulan) perlu dipisahkan dari kelompok kerbau kering lainnya dan perlu mendapat makanan berdasarkan produksi yang lalu atau produksi susu yang diharapkan. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan produksi susu yang tinggi.

4.    Pemeliharaan Kerbau Kering
Lama laktasi kerbau perah bervariasi dari 8 – 10 bulan dan selang beranak 12 – 18 bulan. Jadi kerbau kering harus dipelihara dengan baik selama 2 – 8 bulan atau rata-rata 5 bulan sebelum melahirkan. Dengan pastura yang baik, kerbau yang mengalami masa kering tidak perlu diberikan makanan konsentrat. Pada pastura yang baik lama kerbau merumput setiap hari cukup 6 – 8 jam dimana kerbau bunting (masa kering) tersebut telah terpenuhi kebutuhannya, tetapi pada keadaan pemberian rumput yang berkualitas rendah, maka perlu diberi pakan tambahan (konsentrat) sebanyak 2 – 3 kg per ekor per hari. Kerbau kering yang tidak bunting dan kerbau dara yang hendak dikawinkan perlu mendapat tempat untuk berteduh dari terik matahari dan disemprot air atau kalau ada tempat untuk berkubang. Keadaan ini untuk menjaga fertilitas dan perkembangbiakan kerbau tersebut terutama pada musim panas, dan mencegah terjadinya kelambatan kebuntingan.

5.    Pemeliharaan Kerbau Pejantan
Pejantan harus dipelihara dalam kondisi tatalaksana yang optimum sejak dari lahir agar pejantan tersebut jinak dan baik pertumbuhannya. Setelah berumur 9 – 10 bulan pejantan yang terpilih dikandangkan secara individual pada kandang pejantan. Secara alamiah kerbau jantan itu jinak, tetapi ada beberapa yang bersifat ganas. Pejantan yang ganas perlu mendapat perhatian khusus. Kandang pejantan dewasa yang beratap ukurannya 10 – 12 m2 per ekor. Kandang tersebut harus berhubungan langsung dengan lapangan terbuka dan berpagar yang terbuat dari pipa besi, balok kayu, kawar berduri atau tembok dengan tinggi 2 – 2,5 m. Ukuran lapangan (pedok) per ekor kerbau pejantan sekitar 15 – 20 m2 dan kandang kerbau pejantan dilengkapi dengan rantai pengikat atau pasung kepala (tasnchion) guna mengikat pejantan selama kandang dibersihkan dan kerbau dimandikan. Kerbau pejantan dilepas di kandang kecuali kandang dibersihkan atau kerbau dimandikan. Jadi kerbau bebas keluar masuk dari kandang beratap ke lapangan (pedok) dan kalau bisa setiap pejantan dipasangi pengikat leher.
Lantai kandang terbuat dari beton yang agak kasar dan miring agar drainase lebih mudah, lantai tetap kering dan tidak tergenang air. Pejantan harus dilepas pada pasture agar mendapat sinar matahari dan latihan gerak selama 50 – 60 menit per hari, agar pejantan aktif dan sehat. Kerbau pejantan dewasa harus diberi makanan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan bobot badannya. Jika merumput pada pasture yang berkualitas baik selama 6 – 8 jam per hari cukup untuk mempertahankan ketegaran (vigor) dan kesehatannya.
Kerbau pejantan yang diberi makanan di kandang perlu mendapat hijauan atau silase sebanyak 20 – 30 kg, 6 – 8 kg jerami padi dan 2 – 2,5 kg konsentrat. Air minum diberikan secara ad libitum dan tempat minum harus dibersihkan tiap hari. Kerbau pejantan dapat dipakai untuk perkawinan alam atau diambil semennya setelah berumur lebih dari 2 tahun dan bobot badannya 300 – 350 kg. Penggunaan pada pejantan yang masih muda harus dibatasi 2 kali seminggu baik kawin alam maupun pengambilan sperma, tetapi pada pejantan yang telah dewasa tubuh (umurnya lebih dari 3 tahun) dapat dipakai kawin alam sekali sehari atau pengambilan sperma sekali 2 hari, tetapi sebaiknya kawin alampun sekali 2 hari. Pejantan yang terlalu sering dipakai untuk kawin dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan aspermia atau spermanya tidak bergerak dimana tidak dapat membuahi sel telur pada betina. Selama musim kawin pejantan harus dijaga ketat pemakaiannya. Perkawinan dengan cara melepaskan pejantan dalam kelompok betina akan mengurangi ketegarannya, sulit dicatat tanggal perkawinan dan identitas kerbau betina yang dikawini pejantan tersebut. Jika akan memproduksikan anak kerbau bibit maka perlu diadakan pencatatan perkawinan dan pejantan tidak dilepas bersama-sama kerbau betina di padang penggembalaan.

6.    Pemeliharaan Anak Kerbau Jantan
Dalam kedaan normal anak kerbau jantan dibiarkan bebes menyusui pada induknya selama 3 – 5 hari setelah lahir, selanjutnya anak kerbau diberi kesempatan menyususi pada induknya hanya 2 – 3 menit pada saat sebelum diperah untuk merangsang keluarnya air susu. Bobot lahir pada anak kerbau jantan rata-rata 30 kg, dengan pemeliharaan yang kurang baik bobot badan pada umur 1 tahun hanya mencapai 100kg. Tetapi pada anak kerbau jantan yang akan dipakai sebagai bibit dipelihara dan diberi makanan yang baik sesuai dengan kebutuhannya sehingga dapat mencapai bobot badan 250 – 300 kg pada umur 24 bulan, dan dapat diambil semennya untuk Inseminasi Buatan. Pada umumnya pengambilan semen kerbau jantan dimulai pada umur 30 bulan. Tujuan pembesaran anak kerbau jantan adalah :
a.    Anak kerbau jantan yang terseleksi (terpilih) unggul yang hendak dipakai untuk pejantan baik digunakan untuk kawin alam ataupun untuk inseminasi buatan.
b.    Anak kerbau jantan dipelihara untuk kelak dipakai sebagai hewan penarik bajak atau gerobak.
c.    Untuk digemukkan sebagai penghasil daging.
Anak kerbau jantan bibit maupun untuk yang lainnya perlu mendapat pemeliharaan dan makanan yang baik. Pada umur 5 – 6 bulan anak kerbau jantan dipisahkan dari anak kerbau betina dan tidak boleh disatukan dengan kerbau dara dan kerbau betina dewasa yang tidak bunting. Pada umur tersebut anak kerbau jantan perlu dilatih untuk dibawah ke tempat pengambilan semen dengan tali kepala (halter).
Anak kerbau jantan dapat dipelihara dalam kelompok 10 – 15 ekor sampai umur 2 tahun dalam kandang lepas dengan tempat terbuka yang cukup luas. Anak kerbau jantan harus diberi ransum konsentrat dan hijauan yang berkualitas baik agar mendapatkan pertambahan bobot badan per hari 500 – 700 gram dengan demikian diharapkan akan mencapai bobot badan 300 – 350 kg pada umur 2 tahun untuk dipakai sebagai pejantan. Untuk memudahkan pengawasan dan penanganan pejantan, maka kerbau jantan perlu dipasangi cincin hidung dengan cara memasukkan metal atau tali pada hidung. Cincin hidung mulai dipasang pada anak kerbau jantan yang telah berumur 8 – 12 bulan. Cincin hidung dibuat dari metal yang tidak dapat berkarat seperti: tembaga, kuningan atau stainless steel. Diameter cincin hidung untuk pejantan muda umur 8 – 12 bulan adalah 5 – 6 cm dan pada umur 2 tahun cincin hidung diganti dengan diameter 6 – 8 cm.
Pembuatan lubang pada sekat hidung dapat dilakukan dengan mudah yaitu menggunakan jarum besar yang sebelumnya disterilkan dulu. Bagian dari sekat hidung yang ditusuk letaknya sedikit di atas bagian bawah lubang hidung. Setelah jarum tusuk dilepas, cincin hidung dimasukkan dan diperkuat dengan skrup. Setelah pemasangan cincin hidung tersebut, lukanya akan sembuh dalam waktu 8 – 10 hari, karena itu anak kerbau harus diikat di kandang sampai luka tersebut sembuh.
















DAFTAR PUSTAKA
Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi Perah. http://azisadeaja.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.

Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.

Farhan. 2008. Beternak Sapi Perah. http://caraberternak.com/cara-beternak-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.

Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi Perah. http://www.rohmad.com/2011/11/ meraup-untung-dari-sapi-perah.html. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.

Sariislamia. 2011. Jenis dan Tata Cara Pemeliharaan Sapi Perah. http://angginasarisalmi.wordpress.com/ 2011 /01 / 25 / ppkh- jenis- dan-tata-cara-pemeliharaan-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.


Tidak ada komentar: