JENIS KANDANG SAPI PERAH
YANG ADA DI INDONESIA
Menurut Ambo Ako (2012) jenis kandang sapi perah yang
dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)
Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat
makan dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40
cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.
2. Kandang pedet
Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok.
Untuk kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok
supaya sirkulasi udara lancar, tinggi sekat + 1 m. Ukuran kandang untuk 0 – 4
minggu 0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok
adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 – 8 minggu dengan ukuran 1 m2/ekor
dan pada umur 8 – 12 minggu 1,5 m2/ekor dengan dinding setinggi 1 m. Dalam satu
kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus dilengkapi tempat
makan dan tempat air minum.
3. Kandang pejantan
Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus.
Ukuran lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk
yang paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau
Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m dengan
ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi yaitu 2,5 m,
tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling rendah 160 cm.
Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu penghalang. Pagar halaman
terbuat dari tembok setinggi 1 m, di atasnya dipasang besi pipa dengan diameter
7 cm, disusun dengan jarak 20 cm. Lantai kandang dibuat miring ke arah pintu,
perbedaan tinggi paling tidak 5 cm. Lantai halaman lebih baik dari beton.
Perlengkapan lain yang diperlukan sama seperti pada kandang yang lain.
Pemberian ransum harus dilakukan dari luar kandang/dinding demi untuk keamanan.
4. Kandang kawin
Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan
pagar halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan
dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang 110 cm,
lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian depan 140
cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin sebaiknya digunakan
balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke dalam tanah sedalam 50 – 60
cm dan dibeton supaya kokoh.
5. Kandang isolasi / Kandang darurat
Kandang ini dibangun sebagai tempat pengobatan sapi yang
sakit. Pada tempat ini sapi yang sakit dapat diobati dengan mudah dan sapi tidak
sukar ditangani. Ukuran kandang yaitu; panjang 150 cm, lebar 55 cm dan tinggi
150 cm. Letaknya terpisah dengan kandang sapi yang sehat dengan tujuan penyakit
tidak mudah menular.
6. Kandang melahirkan
Ukurannya 6 x 6 m, perlengkapannya sama dengan kandang sapi
dewasa. Lantainya miring ke arah pintu tiap 1 m turun 1 cm dan dibuat kasar.
Sebaiknya kandang melahirkan ini tidak dekat dengan kandang pedet. Selokan
pembuangan terpisah dari selokan kandang dewasa. Sudut-sudut dinding dibuat
melengkung agar mudah dibersihkan.
Menurut Sutarno (1994) dalam
Sariislamia (2011) menyatakan bahwa jenis kandang untuk sapi perah ada tiga
yaitu kandang laktasi tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang
berfungsi untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta
keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian. Bangunan kandang didasarkan
pada keperluan usaha sapi perah, dan pembangunannya ditujukan untuk mengurangi
penggunan waktu dalam pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar
bangunan harus disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara
dalam keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit.
Macam-macam kandang sapi perah antara
lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi
kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans), kandang
kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens). Kandang
sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain), pada
kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi
kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang
tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan,
mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya
(Sutarno, 1994) dalam (Rohmad, 2011).
Kandang tunggal atau satu lantai
dilihat dari penempatan sapi dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu
baris. Jenis kandang yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem
kandang yang memberi kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini
terdiri dari kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah
yang sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat
istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat memerah
dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system freestall pada
prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi dipelihara dikandang
dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall tempat istirahat atau tidur sapi
disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994)
dalam (Farhan, 2008).
Menurut
Ade (2013) menyatakan bahwa ada beberapa jenis kandang untuk pembibitan sapi
perah di Satker Pagerkukuh. Kandang Induk baik saat bunting, laktasi, induk
siap kawin maupun kering masih bersatu, hanya saja dikelompokkan sesuai dengan
kondisi masing-masing ternak, sehingga setiap saat dilakukan pergeseran tempat
ternak dalam satu kandang. Kandang Induk berkapasita + 50 ekor sedangkan sapi
dara dipisahkan dari kelompok induk dan ditempatkkan dalam kandang tersendiri
dengan kapasitas + 25 ekor. Untuk pedet yang beru lahir segera dipisahkan dari
induknya dan ditempatkan dalam kandang khusus pedet yang berkapasitas + 10 ekor
dalam kandang bersekat individu dengan luas + 3 - 5 m2/ekor.
PEMELIHARAAN KERBAU PERAH
DARI PEDET SAMPAI LAKTASI
Menurut Ambo Ako (2012) bahwa pemeliharaan kerbau perah dari
pedet sampai laktasi adalah sebagai berikut :
1.
Pemeliharaan
Anak Kerbau
Pemeliharaan
anak kerbau jantan harus dilakukan untuk kelak menjadi pejantan, sedangkan
pemeliharaan anak kerbau betina untuk dibesarkan guna kelak menjadi pengganti
induk. Mortalitas kerbau pada umur muda tinggi dan untuk mengurangi kematian
anak, perlu dilakukan pemeliharaan anak yang baik. Tatalaksana anak kerbau
untuk mengurangi mortalitas adalah sebagai berikut:
a.
Segera setelah anak kerbau lahir,
hidung dan mulut dibersihkan dari lendir untuk memudahkan anak kerbau bernapas.
b.
Setelah hidung dan mulut
dibersihkan, dibiarkan bersama dengan induknya agar dijilat sehingga badannya
menjadi kering.
c.
Tinctura yodium dioleskan pada tali
pusarnya untuk mencegah terjadinya infeksi. Pada tali pusar yang belum putus,
perlu dipotong dengan gunting yang steril dengan jarak sekitar 6 – 8 cm dari
pusar. Sebelum tali pusar digunting perlu diberi yodium terlebih dahulu. Tetapi
pada umumnya tali pusar sudah putus.
d.
Anak kerbau yang baru lahir biasanya
sulit bernapas, maka perlu ditolong dengan pernapasan buatan yaitu ditiupkan
udara ke mulut anak kerbau atau dengan mangangkat kedua kaki belakang anak
kerbau tersebut secara sekonyong-konyong.
e.
Kandang induk dan anak sebelum
dipakai harus dibersihkan dan dibebashamakan dan diberi alas kandang (jerami
kering, rumput kering, serutan kayu dan lain-lain).
f.
Anak kerbau yang berumur beberapa
minggu sering didapatkan menderita ascariasis, oleh karena itu pada minggu
pertama perlu diberi obat cacing secara oral 10 gr piperazin dosis tunggal.
g.
Anak kerbau yang baru lahir
mengeluarkan meconium (feces pertama) dalam waktu 4 – 6 jam sesudah pemberian
colostrums yang pertama. Feces yang pertama warna dan kepekatannya seperti ter,
yang kemudian diikuti dengan feces yang berwarna kuning selang 6 – 8 jam.
h.
Sampai pada umur 3 – 4 minggu harus
dipelihara terpisah secara individual, sehingga mendapat perhatian secara
individual dan untuk menghindari peluang saling menghisap pusar. Pada umur satu
bulan anak kerbau dapat dipelihara secara kelompok 20 – 30 ekor.
i.
Pada Peternakan kerbau yang
jumlahnya banyak perlu diberi tanda pada anak kerbau sedini mungkin, karena
warna kulitnya sama-sama hitam sehingga sulit dibedakan. Pemberian tanda tato
dilakukan pada bagian dalam daun telinga atau bagian ventral pangkal ekor,
karena pada tempat-tempat tersebut kurang pigmentnya.
j.
Bobot badan anak kerbau ditimbang
pada waktu lahir, kemudian setiap minggu untuk menghitung kebutuhan susu yang
harus diberikan dan guna mengetahui pertumbuhan anak kerbau tersebut.
k.
Vaksinasi terhadap penyakit menular,
misalnya; Penyakit mulut dan kuku, penyakit ngorok, radang limpa, radang paha,
Brucellosis dan lain-lain.
l.
Antibiotik sebagai penjaya makanan
(feed additive) baik sekali diberikan pada anak kerbau pada minggu pertama
melalui air susu/makanannya. Beberapa perinsip penting pada pemberian pakan
anak kerbau adalah sebagai berikut:
Ø Pemberian
makanan disesuaikan dengan berat badan.
Ø Pemberian
makanan dengan waktu yang teratur.
Ø Yang
berhubungan dengan peralatan makanan harus dalam keadaan higinies.
Ø Susu yang
diberikan harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 39o C.
Ø Pemberian
susu dilakukan 3 – 4 kali sehari sampai umur satu minggu, kemudianmenjadi 2
kali perhari pada akhir umur 2 minggu, dan dilanjutkan sampai umur 60 atau 90
hari.
Ø Pemberian
susu/makanan harus sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah kelebihan makanan
selama umur satu bulan.
Ø Air minum
disediakan secara ad libitum dan alas kandang harus senantiasa dalam
keadaan kering untuk mencegah terserang radang paru-paru (pneumonia).
Ø Anak
kerbau diberi makanan hijauan kering (hay) yang berkualitas tinggi misalnya
dari leguminosa.
Ø Pemberian
feed additive yang mengandung antibiotika dalam susu atau campuran konsentrat.
Ø Anak
kerbau disapih pada umur 60 – 90 hari dengan cara pemberian susu sedikit demi
sedikit sebelum umur tersebut. Pada umur 3 bulan anak kerbau diberi calf
starter 1,5 – 2 kg per hari.
2. Pemeliharaan
Kerbau Dara
Kerbau
dara perlu mendapat perhatian karena sangat mempengaruhi penampilan produksi.
Kerbau dara yang mendapat pemeliharaan yang baik dapat dikawinkan pada umur
sekitar 30 – 36 bulan dengan bobot badan 300 – 350 kg. Akan tetapi pada kondisi
pemeliharaan dan makanan yang tidak baik perkawinan pertama baru bisa dilakukan
pada umur di atas 44 bulan. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan kerbau dara antara lain :
a. Sumber
Hijauan
Dengan
pemberian pakan hijauan yang ditambahkan legum, pertumbuhan kerbau dara bisa
mencapai + 370 gram per hari. Jika ditambahkan sedikit pakan konsentrat yang
kaya energi dapat memperbaiki laju pertumbuhannya yaitu + 465 gram per hari.
b. Penyemperotan
Air
Sebaiknya
kerbau diberi banyak kesempatan untuk berkubang atau semprotan air pada
badannya. Pada peternakan kerbau yang memelihara sampai 5 ekor tidaklah
ekonomis untuk membuat suatu tempat kubangan. Sebagai gantinya kerbau
dimandikan sekali atau dua kali sehari tergantung pada kondisi lingkungan atau
badan kerbau disemprot dengan air. Penyemprotan dengan air dapat mempengaruhi
pertambahan bobot badan kerbau dara yang berumur 6 – 12 bulan yaitu lebih dari
15 %.
c.
Faktor
lain
Faktor
lain yang mempengaruhi pertumbuhan kerbau dara / jatan muda yaitu; bangsa,
jenis kelamin, keadaan iklim, susunan ransum dan jumlah pemberian pakan dan
lain-lain.
3. Pemeliharaan
Kerbau Bunting dan Beranak (Laktasi)
Perhatian
khusus dalam pemeliharaan kerbau bunting adalah penting, begitu juga pada waktu
beranak supaya kerbau dalam keadaan menyenangkan. Pada Peternakan kerbau perah
yang mendapat pemeliharaan yang baik, berahi pertama dicapai pada umur 30 – 36
bulan dan lama bunting 310 + 5 hari. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dilakukan pada kerbau yang sedang bunting, menyelang beranak antara lain:
a.
Hitung perkiraan tanggal melahirkan
dan pindahkan kerbau tersebut ke kandang beranak kira-kira 3 – 5 hari sebelum
melahirkan.
b.
Kandang beranak harus dalam keadaan
steril dan diberi alas berupa jerami kering.
c.
Kerbau yang beranak ke dua ke atas
harus dikeringkan (tidak diperah) selama 6 – 8 minggu sebelum melahirkan.
Selama 4 – 5 hari sebelum pemerahan dihentikan, kerbau tidak diberikan
konsentrat dan diberi hijauan yang berkualitas rendah. Pada waktu tersebut
kerbau hanya diperah satu kali sehari yang sebelumnya diperah dua kali sehari
dan kemudian tidak diperah sama sekali pada hari ke 7 – ke 10. Hal ini
dilakukan pada kerbau yang produksi susunya tinggi.
d.
Pada kerbau yang kering kandang
selama 6 – 8 minggu harus diberi makanan yang berkualitas baik, supaya pada
waktu melahirkan kondisi badannya tetap baik. Makanan yang diberikan adalah
hijauan yang berkualitas baik secara ad libitum dan konsentrat sebanyak
2 – 3 kg per hari.
e.
Pada 10 – 15 hari sebelum
melahirkan, kerbau diberi makanan yang bersifat laksatif yaitu hijauan segar
bukan silase. Jika diberi pakan hijauan yang kering maka perlu diberi
konsentrat (campuran dedak padi dan bungkil kacang tanah dengan perbandingan 2
: 1) sebanyak 1 kg per ekor per hari.
Kerbau
yang baru melahirkan umumnya merasa haus maka perlu disediakan air minum. Dalam
keadaan dingin air minum perlu dihangatkan pada suhu 39 0C. Makanan
yang bersifat laksatif yang diberikan sebelum beranak harus diteruskan beberapa
hari setelah melahirkan dan makanan tersebut secara perlahan-lahan diganti
makanan untuk berproduksi susu dalam masa 7 – 10 hari. Biasanya placenta keluar
dalam waktu 6 jam setelah melahirkan, tetapi kadang agak lama. Jika 20 – 24 jam
setelah melahirkan placenta tidak keluar, maka perlu dipanggilkan dokter hewan
atau mantri hewan. Jika placenta dibiarkan dalam uterus lebih dari waktu
tersebut di atas maka dapat menyebabkan pembusukan dan keracunan, dan produksi
susu menurun secara drastis serta menyebabkan gangguan reproduksi
(infertilitas). Anak yang baru lahir harus diusahakan agar mendapat kolostrum
dari induknya. Anak kerbau yang lemah dan sukar untuk menyusu pada induknya
harus dibantu.
Biasanya
pemerahan kerbau yang baru pertama kali melahirkan membutuhkan suatu perhatian
khusus dalam penanganan dan pendekatannya dari tukang perah. Sebenarnya kerbau
lebih mudah dilatih dari pada sapi, dan kerbau perah dapat diperah di kandang
atau dimana saja di tempat yang bersih. Hal-hal yang perlu dilakukan pada
kerbau yang bunting pertama kali antara lain:
ü Kerbau
harus diajar masuk kandang pemerahan secara berderet, dimana kerbau tersebut
digiring bersama-sama 3 – 4 ekor kerbau yang telah berpengalaman.
ü Sekitar
15 – 20 hari sebelum melahirkan, tukang perah tiap hari mendekati secara
pelan-pelan dengan menepuk-nepuk punggung dan pinggang kerbau bunting tersebut.
Selanjutnya ambingnya digosok-gosok dan putingnya ditarik pelan-pelan.
ü Ambing
pada kerbau yang pertama melahirkan sangat peka, karena itu harus ditangani
secara perlahan-lahan agar tidak merasa sakit pada waktu pemerahan.
ü Sesudah
pemerahan kerbau dikeluarkan dari kandang pemerahan dengan hati- hati.
ü Puting
yang pendek dapat diperbaiki dengan menarik secara teratur tiap hari selama
beberapa menit. Hal ini dilakukan pada 3 – 4 bulan sebelum melahirkan dan
dihentikan 2 – 3 minggu sebelum melahirkan untuk mencegah pembentukan air susu
secara dini pada ambing.
Kerbau
bunting (8 – 8,5 bulan) perlu dipisahkan dari kelompok kerbau kering lainnya
dan perlu mendapat makanan berdasarkan produksi yang lalu atau produksi susu
yang diharapkan. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan produksi susu yang
tinggi.
4. Pemeliharaan
Kerbau Kering
Lama
laktasi kerbau perah bervariasi dari 8 – 10 bulan dan selang beranak 12 – 18
bulan. Jadi kerbau kering harus dipelihara dengan baik selama 2 – 8 bulan atau
rata-rata 5 bulan sebelum melahirkan. Dengan pastura yang baik, kerbau yang
mengalami masa kering tidak perlu diberikan makanan konsentrat. Pada pastura
yang baik lama kerbau merumput setiap hari cukup 6 – 8 jam dimana kerbau
bunting (masa kering) tersebut telah terpenuhi kebutuhannya, tetapi pada
keadaan pemberian rumput yang berkualitas rendah, maka perlu diberi pakan
tambahan (konsentrat) sebanyak 2 – 3 kg per ekor per hari. Kerbau kering yang
tidak bunting dan kerbau dara yang hendak dikawinkan perlu mendapat tempat
untuk berteduh dari terik matahari dan disemprot air atau kalau ada tempat
untuk berkubang. Keadaan ini untuk menjaga fertilitas dan perkembangbiakan
kerbau tersebut terutama pada musim panas, dan mencegah terjadinya kelambatan
kebuntingan.
5.
Pemeliharaan
Kerbau Pejantan
Pejantan
harus dipelihara dalam kondisi tatalaksana yang optimum sejak dari lahir agar
pejantan tersebut jinak dan baik pertumbuhannya. Setelah berumur 9 – 10 bulan
pejantan yang terpilih dikandangkan secara individual pada kandang pejantan.
Secara alamiah kerbau jantan itu jinak, tetapi ada beberapa yang bersifat
ganas. Pejantan yang ganas perlu mendapat perhatian khusus. Kandang pejantan
dewasa yang beratap ukurannya 10 – 12 m2 per ekor. Kandang tersebut harus
berhubungan langsung dengan lapangan terbuka dan berpagar yang terbuat dari
pipa besi, balok kayu, kawar berduri atau tembok dengan tinggi 2 – 2,5 m.
Ukuran lapangan (pedok) per ekor kerbau pejantan sekitar 15 – 20 m2 dan kandang
kerbau pejantan dilengkapi dengan rantai pengikat atau pasung kepala (tasnchion)
guna mengikat pejantan selama kandang dibersihkan dan kerbau dimandikan. Kerbau
pejantan dilepas di kandang kecuali kandang dibersihkan atau kerbau dimandikan.
Jadi kerbau bebas keluar masuk dari kandang beratap ke lapangan (pedok) dan
kalau bisa setiap pejantan dipasangi pengikat leher.
Lantai
kandang terbuat dari beton yang agak kasar dan miring agar drainase lebih
mudah, lantai tetap kering dan tidak tergenang air. Pejantan harus dilepas pada
pasture agar mendapat sinar matahari dan latihan gerak selama 50 – 60 menit per
hari, agar pejantan aktif dan sehat. Kerbau pejantan dewasa harus diberi
makanan sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan bobot badannya. Jika merumput
pada pasture yang berkualitas baik selama 6 – 8 jam per hari cukup untuk
mempertahankan ketegaran (vigor) dan kesehatannya.
Kerbau
pejantan yang diberi makanan di kandang perlu mendapat hijauan atau silase
sebanyak 20 – 30 kg, 6 – 8 kg jerami padi dan 2 – 2,5 kg konsentrat. Air minum
diberikan secara ad libitum dan tempat minum harus dibersihkan tiap
hari. Kerbau pejantan dapat dipakai untuk perkawinan alam atau diambil semennya
setelah berumur lebih dari 2 tahun dan bobot badannya 300 – 350 kg. Penggunaan
pada pejantan yang masih muda harus dibatasi 2 kali seminggu baik kawin alam
maupun pengambilan sperma, tetapi pada pejantan yang telah dewasa tubuh
(umurnya lebih dari 3 tahun) dapat dipakai kawin alam sekali sehari atau
pengambilan sperma sekali 2 hari, tetapi sebaiknya kawin alampun sekali 2 hari.
Pejantan yang terlalu sering dipakai untuk kawin dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan aspermia atau spermanya tidak bergerak dimana tidak dapat
membuahi sel telur pada betina. Selama musim kawin pejantan harus dijaga ketat
pemakaiannya. Perkawinan dengan cara melepaskan pejantan dalam kelompok betina
akan mengurangi ketegarannya, sulit dicatat tanggal perkawinan dan identitas
kerbau betina yang dikawini pejantan tersebut. Jika akan memproduksikan anak
kerbau bibit maka perlu diadakan pencatatan perkawinan dan pejantan tidak
dilepas bersama-sama kerbau betina di padang penggembalaan.
6. Pemeliharaan
Anak Kerbau Jantan
Dalam
kedaan normal anak kerbau jantan dibiarkan bebes menyusui pada induknya selama
3 – 5 hari setelah lahir, selanjutnya anak kerbau diberi kesempatan menyususi
pada induknya hanya 2 – 3 menit pada saat sebelum diperah untuk merangsang keluarnya
air susu. Bobot lahir pada anak kerbau jantan rata-rata 30 kg, dengan
pemeliharaan yang kurang baik bobot badan pada umur 1 tahun hanya mencapai
100kg. Tetapi pada anak kerbau jantan yang akan dipakai sebagai bibit
dipelihara dan diberi makanan yang baik sesuai dengan kebutuhannya sehingga
dapat mencapai bobot badan 250 – 300 kg pada umur 24 bulan, dan dapat diambil
semennya untuk Inseminasi Buatan. Pada umumnya pengambilan semen kerbau jantan
dimulai pada umur 30 bulan. Tujuan pembesaran anak kerbau jantan adalah :
a.
Anak kerbau jantan yang terseleksi
(terpilih) unggul yang hendak dipakai untuk pejantan baik digunakan untuk kawin
alam ataupun untuk inseminasi buatan.
b.
Anak kerbau jantan dipelihara untuk
kelak dipakai sebagai hewan penarik bajak atau gerobak.
c.
Untuk digemukkan sebagai penghasil
daging.
Anak
kerbau jantan bibit maupun untuk yang lainnya perlu mendapat pemeliharaan dan
makanan yang baik. Pada umur 5 – 6 bulan anak kerbau jantan dipisahkan dari
anak kerbau betina dan tidak boleh disatukan dengan kerbau dara dan kerbau
betina dewasa yang tidak bunting. Pada umur tersebut anak kerbau jantan perlu
dilatih untuk dibawah ke tempat pengambilan semen dengan tali kepala (halter).
Anak
kerbau jantan dapat dipelihara dalam kelompok 10 – 15 ekor sampai umur 2 tahun
dalam kandang lepas dengan tempat terbuka yang cukup luas. Anak kerbau jantan
harus diberi ransum konsentrat dan hijauan yang berkualitas baik agar
mendapatkan pertambahan bobot badan per hari 500 – 700 gram dengan demikian diharapkan
akan mencapai bobot badan 300 – 350 kg pada umur 2 tahun untuk dipakai sebagai
pejantan. Untuk memudahkan pengawasan dan penanganan pejantan, maka kerbau
jantan perlu dipasangi cincin hidung dengan cara memasukkan metal atau tali
pada hidung. Cincin hidung mulai dipasang pada anak kerbau jantan yang telah
berumur 8 – 12 bulan. Cincin hidung dibuat dari metal yang tidak dapat berkarat
seperti: tembaga, kuningan atau stainless steel. Diameter cincin hidung untuk
pejantan muda umur 8 – 12 bulan adalah 5 – 6 cm dan pada umur 2 tahun cincin
hidung diganti dengan diameter 6 – 8 cm.
Pembuatan
lubang pada sekat hidung dapat dilakukan dengan mudah yaitu menggunakan jarum
besar yang sebelumnya disterilkan dulu. Bagian dari sekat hidung yang ditusuk
letaknya sedikit di atas bagian bawah lubang hidung. Setelah jarum tusuk
dilepas, cincin hidung dimasukkan dan diperkuat dengan skrup. Setelah
pemasangan cincin hidung tersebut, lukanya akan sembuh dalam waktu 8 – 10 hari,
karena itu anak kerbau harus diikat di kandang sampai luka tersebut sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
Ade, A. 2013. Pembibitan Sapi
Perah. http://azisadeaja.blogspot.com/ Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.
Ambo Ako. 2012. Ilmu Ternak Perah
Daerah Tropis. IPB Press. Bogor.
Farhan. 2008. Beternak Sapi Perah.
http://caraberternak.com/cara-beternak-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.
Rohmad. 2011. Pemeliharaan Sapi
Perah. http://www.rohmad.com/2011/11/
meraup-untung-dari-sapi-perah.html.
Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.
Sariislamia. 2011. Jenis dan Tata
Cara Pemeliharaan Sapi Perah. http://angginasarisalmi.wordpress.com/
2011 /01 / 25 / ppkh- jenis- dan-tata-cara-pemeliharaan-sapi-perah/. Diakses pada tanggal 28 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar