SEJARAH
TERNAK PERAH DI INDONESIA https://achmadsunjayadi.wordpress.com/category/artikelku/page/4/
Sejarah
ternak perah di indonesai ini menarik untuk diketahui mengingat tidak semua
orangmengetahuinya. Tahun 1906 atas anjuran Pemerintah Hindia Belanda, maka
diimporlah beberapa jenis sapi pedaging ke Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Pemerintah Hindia Belanda kemudianmenetapkan Sumba sebagai pusat
pengembangbiakan ternak sapi daging dari jenis O ngole (India).Sekitar tahun
ini pula, sapi perah mulai masuk ke Hindia Belanda. Namun, tahun masuknya
sapiperah ini perlu dipertanyakan lagi. Alasannya, sejak akhir abad ke-19,
wilayah Bandung terkenalsebagai penghasil susu sapi berkualitas tinggi di
Nusantara.Restorasi kereta pos pada awal abad ke-20 yang melewati jalur
Cirebon-Bandung- Bogor Bataviakonon menghidangkan susu sapi segar kepada para
penumpangnya. Lumayan sebagai pelepasdahaga dan obat lapar di perjalanan.
Bahkan jauh sebelumnya , berdasarkan catatan Heer Medicipada 1786 yang
melancong ke Negorij Bandoeng dengan rombongan berkuda dari Batavia,
sudahmencicipi segarnya susu Bandung tatkala rombongan sampai di
Cianjur.Menurut catatan sejarah, pada tahun 1938 di wilayah Bandung terdapat 22
usaha pemerahansusu dengan produksi 13.000 liter susu per hari. Hasil produksi
susu ini semua ditampung olehBandoengsche Melk Centrale untuk diolah
(pasturisasi) sebelum disalurkan kepada para langganandi dalam maupun luar kota
Bandung.Direktur B.M.C dengan nada sedikit sombong menulis: Vergeet U niet, dat
er in geheelNederlandsch Oost-Indi slechts een Melk centrale is, en dat is de
Bandoengsche Melkcentrale (Anda jangan lupa, bahwa di seantero Nusantara
ini cuma ada satu Pusat Pengolahan Susu dan itu adalahBandoengsche Melk
Centrale)Dari sejarah persusuan di Indonesia, di wilayah Bandung ada 3
perusahaan pemerahan susuBoerderij) yang terkemuka. Mereka inilah yang
merupakan cikal bakal usaha peternakan sapi perahdari jenis unggul yang
didatangkan dari Friesland, salah satu propinsi di Belanda.Model peternakan
sapi perah yang terkenal adalah perusahaan Generaal de Wet Hoeve milikTuan
Hirschland dan Van Zijll di Cisarua, kabupaten Bandung. Mereka inilah yang
pertama kalimendatangkan sapi perah Friesland ke Nusantara pada awal abad
ke-20.Kemudian tercatat pula Lembangsche Melkerij Ursone, sebuah perusahaan
pemerahan susu diLembang yang didirikan oleh tiga diantara empat bersaudara Ursone
pada tahun 1895. KeluargaUrsone yang berkebangsaan Italia ini terkenal sebagai
pemain musik gesek ulung di kota Bandung.Usaha keluarga Ursone diawali dengan
30 ekor sapi dengan hasil hanya 100 botol per hari. Kemudianpada tahun 1940
telah berkembang menjadi 250 ekor sapi dengan produksi ribuan liter susu
perhari.Selain kedua perusahaan ini, di Pangalengan, sekitar danau Cileunca,
ratusan ekor sapi perahditernakkan orang Eropa di sana. Begitu banyaknya sapi
perah bibit luar negeri di lembah danauCileunca, hingga majalah Mooi Bandoeng
sering menyebut wilayah di Pangalengan sebagai Frieslandin Indi (Friesland di
Hindia).Selain minuman dengan bahan baku susu seperti es krim, susu coklat
(chocomelk), B.M.Cmengolah susu menjadi mentega, keju dan cream untuk kosmetika.
Hampir seluruh produksi susu diJawa Barat tertampung oleh B.M.C pada jaman
sebelum perang.
Sejarah asal muasal susu di Indonesia.
Sejarah susu di Indonesia ini menarik untuk
diketahui mengingat tidak semua orang mengetahuinya. Tahun 1906 atas anjuran
Pemerintah Hindia Belanda, maka diimporlah beberapa jenis sapi pedaging ke
Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menetapkan Sumba
sebagai pusat pengembangbiakan ternak sapi daging dari jenis O ngole (India).
Sekitar tahun ini pula, sapi perah mulai masuk ke Hindia Belanda. Namun, tahun
masuknya sapi perah ini perlu dipertanyakan lagi. Alasannya, sejak akhir abad
ke-19, wilayah Bandung terkenal sebagai penghasil susu sapi berkualitas tinggi
di Nusantara.
Restorasi kereta pos pada awal abad ke-20 yang
melewati jalur Cirebon-Bandung- Bogor – Batavia konon menghidangkan susu sapi
segar kepada para penumpangnya. Lumayan sebagai pelepas dahaga dan obat lapar
di perjalanan. Bahkan jauh sebelumnya , berdasarkan catatan Heer Medici pada 1786
yang melancong ke ‘Negorij Bandoeng’ dengan rombongan berkuda dari Batavia,
sudah mencicipi segarnya susu Bandung tatkala rombongan sampai di Cianjur.
Menurut catatan sejarah, pada tahun 1938 di
wilayah Bandung terdapat 22 usaha pemerahan susu dengan produksi 13.000 liter
susu per hari. Hasil produksi susu ini semua ditampung oleh “Bandoengsche Melk
Centrale” untuk diolah (pasturisasi) sebelum disalurkan kepada para langganan
di dalam maupun luar kota Bandung.
Direktur B.M.C dengan nada sedikit sombong
menulis: ‘Vergeet U niet, dat er in geheel Nederlandsch Oost-Indië slechts een
Melk centrale is, en dat is de Bandoengsche Melkcentrale’ (Anda jangan lupa,
bahwa di seantero Nusantara ini cuma ada satu Pusat Pengolahan Susu dan itu
adalah Bandoengsche Melk Centrale)
Dari sejarah persusuan di Indonesia, di wilayah
Bandung ada 3 perusahaan pemerahan susu (Boerderij) yang terkemuka. Mereka
inilah yang merupakan cikal bakal usaha peternakan sapi perah dari jenis unggul
yang didatangkan dari Friesland, salah satu propinsi di Belanda.
Model peternakan sapi perah yang terkenal adalah
perusahaan ‘Generaal de Wet Hoeve’ milik Tuan Hirschland dan Van Zijll di
Cisarua, kabupaten Bandung. Mereka inilah yang pertama kali mendatangkan sapi
perah Friesland ke Nusantara pada awal abad ke-20.
Kemudian tercatat pula Lembangsche Melkerij
‘Ursone’, sebuah perusahaan pemerahan susu di Lembang yang didirikan oleh tiga
diantara empat bersaudara Ursone pada tahun 1895. Keluarga Ursone yang
berkebangsaan Italia ini terkenal sebagai pemain musik gesek ulung di kota
Bandung. Usaha keluarga Ursone diawali dengan 30 ekor sapi dengan hasil hanya
100 botol per hari. Kemudian pada tahun 1940 telah berkembang menjadi 250 ekor
sapi dengan produksi ribuan liter susu perhari.
Selain kedua perusahaan ini, di Pangalengan,
sekitar danau Cileunca, ratusan ekor sapi perah diternakkan orang Eropa di
sana. Begitu banyaknya sapi perah bibit luar negeri di lembah danau Cileunca,
hingga majalah Mooi Bandoeng sering menyebut wilayah di Pangalengan sebagai ‘Friesland
in Indië (Friesland di Hindia)’.
Selain minuman dengan bahan baku susu seperti es
krim, susu coklat (chocomelk), B.M.C mengolah susu menjadi mentega, keju dan
cream untuk kosmetika. Hampir seluruh produksi susu di Jawa Barat tertampung
oleh B.M.C pada jaman sebelum perang.
Jika demikian hebatnya sejarah susu di Indonesia
lalu mengapa di Indonesia yang lebih populer adalah susu bubuk dibandingkan
susu segar? Hal ini pun ada alasannya.
Sekitar tahun 1920, Pemerintah Hindia Belanda
menetapkan aturan mengenai produksi susu yang disebut Melk-Codex. Salah satu
aturan persusuan ini adalah mengenai kondisi mikroba atau bakteri psychotropic
pada susu segar di bawah satu juta mikroba untuk setiap satu sentimeter kubik
susu segar. Standar ini dibuat untuk memenuhi kualitas susu segar yang siap
minum tanpa melalu proses pengolahan lebih lanjut.
Dapatlah dibayangkan betapa Pemerintah Hindia
Belanda pada masa itu telah menyosialisasikan kualitas susu segar untuk siap
minum tanpa proses lebih lanjut. Namun, kebanyakan kualitas susu segar kita di
atas satu juta mikroba sehingga kita terpaksa harus melupakan kebiasaan minum
susu segar dan susu tersebut harus diolah dalam bentuk bubuk dan diminum dalam
keadaan hangat.
Menariknya lagi tradisi minum susu segar pada masa
Hindia Belanda ternyata juga tak tersosialisasi dengan baik meski sudah ada
Melk-Codex. Masyarakat kita pada masa itu masih menganggap susu adalah minuman
yang hanya dikonsumsi oleh orang kulit putih (baca: Belanda) serta golongan
tertentu yang berkuasa. Sehingga muncul anekdot jika mau berkuasa, maka
minumlah susu.
Lucunya lagi ada yang berpendapat sinis, tak
perlulah bangsa kita punya tradisi minum susu (segar) nanti kelewat pintar.
Alasannya, dahulu kala nenek moyang kita sangat getol puasa mutih atau hanya
minum air segar (putih), nasi serta umbi-umbian saja mampu menjadi orang
“pintar” dan ditakuti. Apalagi jika minum susu (putih), bisa-bisa kita menjadi
“super pintar”.
Ketika Pemerintah Hindia Belanda sedang
gencar-gencarnya mempromosikan pariwisata di Hindia, peternakan sapi menjadi
salah satu daya tarik fasilitas yang ditawarkan. Promosi tersebut dimuat Gids
voor Indie: Handleiding en Hotel Pension-, Toko en Dienstengids voor New Comers
en Touristen in Ned-Indie. Misalnya iklan peternakan sapi di beberapa kota
besar seperti Batavia, Bandung dan Semarang. Salah satunya iklan Melkerij
“Petamboeran” yang merupakan peternakan tertua dan terbesar di Petamboeran,
Paalmerah (Jakarta). Iklan tersebut memperlihatkan bahwa para turis (kulit
putih) tak perlu khawatir jika di Hindia juga tersedia minuman susu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar