Minggu, 09 November 2014

Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)



TUGAS MAKALAH  INDIVIDU
ILMU KESEHATAN TERNAK


Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)


NAMA            : RAHMA NINGSI
NIM                : I 111 12 295
KELAS           : GANJIL





FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah, karena atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nylah sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Mengenai “Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Ilmu Kesehatan Ternak.
Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah meluangkan waktunya untuk membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Serta terima kasih kepada teman-teman atas kerja samanya dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini, tentu masih terdapat beberapa kesalahan dan masih jauh dari yang diharapkan. Maka dari itu, saya membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar kedepannya dapat mencapai kesempurnaan.
Akhir kata, semoga Makalah ini dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kita semua. Amin.

                Makassar,        2014

Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Usaha perunggasan, khususnya ayam (broiller maupun layer) mempunyai arti ekonomis yang sangat penting dibandingkan dengan jenis usaha peternakan lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relative lebih mudah sehingga dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya murah dan nilai ­­­­­gizinya tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat dimanfaatkan (Tabbu, 1996). Perkembangan usaha tersebut cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari populasinya yang cukup tinggi. Namun usaha peternakan ayam ini merupakan suatu usaha yang mempunyai resiko tinggi, karena sewaktu-waktu dapat terjadi wabah penyakit menular. Oleh sebab itu, pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan profesional.
Besar kepala, ungkapan yang sudah tidak asing lagi terdengar dalam kehidupan sehari-hari, ungkapan tersebut menunjuk kepada sifat sulit dinasihati atau cenderung suka melawan. Lebih gawatnya, besar kepala tidak hanya bisa menjadi sifat manusia, tapi juga bisa terjadi pada unggas, baik pada ayam petelur maupun ayam broiler.Penyakit tersebut biasa dibilang sindrom kepala bengkak (swollen head syndrome), atau sindroma kepala besar.
Masih lemahnya praktek manajemen pola pemeliharaan ayam dengan banyak variasi umur dalam satu lokasi peternakan dan upaya pengamanan biologis di tingkat peternak serta lingkungan peternakan yang kurang memadai, seperti sirkulasi udara yang kurang baik, kepadatan ayam cukup tinggi, kandang yang pengap, serta tingginya kadar ammonia dalam kandang dapat menjadi pemicu ayam menjadi “besar kepala” pada umur 2 – 6 minggu. Faktor-faktor tadi harus dihindari oleh peternak, agar ayam terhindar dari penyakit “besar kepala”.Gejala klinis yang biasanya terlihat adalah ayam  mengalami bengkakkepala, bengkak mata, dan bengkak leher.
Swollen Head Syndrome (SHS) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Avian Pneumovirus. Penyakit ini pada mulanya ditemukan di Afrika Selatan, tetapi sekarang diketahui telah berjangkit di berbagai negara. Akhir-akhir ini kejadian penyakit SHS di Indonesia, baik pada peternakan komersial broiler maupun layer serta pada beberapa breeding farm, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Virus ini dapat menyebabkan penyakit serupa pada kalkun yaitu Turkey Rhino Tracheitis (TRT) yang hanya menyerang kalkun. Dasarnya virus itu sendiri tidak menimbulkan adanya gejala kebengkakan pada daerah kepala dari ayam yang terinfeksi, akan tetapi adanya kebengkakan disebabkan oleh adanya infeksi sekunder dari bakteri lain, seperti : Pasteurella, E.coli, Mycoplasma atau Haemophillus.
1.2  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui :
a.       Apa itu Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)?
b.      Bagaimana penularan penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen HeadSyndrome (SHS)?
c.       Bagaimana cara  pencegahan penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)?
d.      Bagaimana pengobatan penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)?











BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)
Swollen head syndrome (SDS) adalah suatu penyakit menular yang menyerang alat pernapasan unggas terutama ditemukan pada ayam pedaging (broiler) berumur 4-6 minggu. Kondisi ini disebabkan oleh infeksi gabungan antara Coronavirus, Escherichia coli dan Pneumovirus serta Staphylococcus. E. coli bertindak sebagai infeksi sekunder. Penyakit ini pada mulanya ditemukan di Afrika Selatan, tetapi sekarang diketahui telah berjangkit di berbagai negara. SHS disebut juga Avian Pneumovirus yang disebabkan oleh Pneumovirus single stranded yang berukuran 80-200 nm RNA virus. Pneumovirus termasuk subfamily Pneumovirinae dan family Paramyxoviridae.








Penyakit dengan gejala kepala membesar dan muka bengkak dikenal dengan nama swollen head syndrome (SHS), disebabkan oleh Pneumo virus (ALEXANDER,1991). Kejadian pertama kali dilaporkan pada peternakan kalkun, dan sekarang kejadiannya sudah mulai dilaporkan pada peternakan ayam, terutama peternakan pembibit (PATTISON et al., 1989; GOUGH et al., 1994). Ayam segala umur dapat terserang penyakit ini, terutama pada minggu-minggu pertama produksi, sehingga produksi telur menurun sampai 30% tanpa memperlihatkan perubahan bentuk dan kualitas telur. Morbiditas dapat mencapai 100%, walaupun angka kematiannya rendah.
2.2  Penyebab Terjadinya Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)
Swollen Head Syndrome, penyebabnya belum jelas dan masih diperdebatkan. Menurut GOODWIN danWALTMAN (1994), SHS disebut juga "oculofacial respiratory disease" karena menyebabkan kelainan Patologia Anatomi (PA) yang dominan pada saluran pernafasan ayam dan juga kelainan pada matanya yang disebabkan oleh infeksi campuran virus, bakteri dan parasite Cryptosporidium baileyi. Penyakit ini menyerang ayam yang berumur 21-35 hari .
Sedangkan TRi AKOSO (1993) menyebutkan bahwa SHS disebabkan oleh infeksi gabungan antara virus corona, E.coli dan Staphylococcus.
Tetapi ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa SHS disebabkan oleh
Banyak faktor (multi faktor), yaitu akibat penyakit imuno supresif (1BD, IB, CAV) yang diikuti oleh virus Turkey Rhinotracheitis (TRT) dan diakhiri dengan infeksi E. coli (celulitis) pada jaringan di sekitar mata. Galur E. coli yang biasanya masuk melalui air minum, sebagai penyebab cellulitis facial sub kutan yang karakteristik untuk SHS (SHANE, 1998) . Adanya infeksi sekunder E. coli sering terjadi di lapangan yang dapat menimbulkan kepala ayam membengkak dan matanya tertutup. Kasus semacam ini pernah dijumpai di laboratorium Patologi Balitvet (tahun 2002), 21 ekor ayam broiler (umur 22-32 hari) yang berasal dari peternakan ayam di sekitar Bogor, secara PA dan HP (histopatologi) didiagnosis SHS danumumnya disertai infeksi sekunder E. coli. Hal ini menunjukkan bahwa,
Bakteri tersebut ikut berperan untuk menimbulkan gejala SHS dan memperparah keadaan penyakitnya .
Secara PA dapat diketahui bahwa ciri-ciri ternak yang terserang penyakit ini yaitu terdapat timbunan cairan nanah pada jaringan kulit kepala, celah rongga mulut bagian atas (choane) melebar dan terjadi kerusakan ringan pada sinus hidung(TABBU, 2000) .
Unggas yang terserang penyakit ini menunjukkan gejala bersin diikuti oleh kemerah-merahan dan pembengkakan kelenjar lakrimalis. Kebengkakan juga terjadi pada tepi mata yang melanjut ke kepala dan menurun sampai gelambir bawah dalam waktu 24-36 jam. Unggas yang terserang penyakit ini biasanya menggaruk mukanya dengan kaki. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu 5-10 hari. Virus yang sama dapat menyerang ayam dewasa dan mengakibatkan penurunan produksi telur.
PERUBAHAN PASCAMATI
Unggas yang terserang mengalami perdarahan titik dan bendung pada selaput lendir sekat rongga hidung. Apabila kulit bagian muka dibuka, akan terlihat busung dan bernanah.

DIAGNOSIS
Kepastian diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan mengidentifikasi virus Corona dari sekat hidung. Gejala klinis dapat dikacaukan oleh Newcastle disease (ND) dan snot. Untuk pemeriksaan laboratorium sebaiknya dikirimkan ayam sakit yang masih hidup.
2.3  PenularanPenyakitSindromaKepalaBengkak/SwollenHeadSyndrome (SHS)
Penyakit ini mudah menyebar secara cepat dari ayam ke ayam lain dalam satu flok, demikian juga dari satu flok ke flok lain. Menyebar melalui udara dan rute mekanik (makanan, minuman dan peralatan). Penularan secara langsung dapat terjadi melalui kontak antara ayam sakit dengan ayam peka. Penularan secara tidak langsung melalui kontak dengan berbegai bahan di peternakan, alat peternakan ataupun pekerja yang tercemar virus SHS. Penularan melalui udara mungkin juga terjadi jika kandang ayam berdekatan dan udara tercemar oleh debu/kotoran yang mengandung virus SHS. Transmisi lateral pada infeksi berlangsung cepat melalui aerosol yaitu rute pernafasan, sedangkan transmisi vertikal belum banyak diketahui. Pada banyak infeksi, fomit/muntahan merupakan penularan yang penting diantara ayam. Periode inkubasi adalah 5-7 hari, angka morbiditas yaitu 10-100% dan angka mortalitas antara1-10%.
2.4  Pencegahan Penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)
Pencegahan dilakukan dengan program vaksinasi menggunakan vaksin aktif dan diulang dengan vaksin in aktif. Di samping uji serum netralisasi atau imunofluoresen yang dapat digunakan pada uji serologik, saat ini teknik enzimatik mulai disukai dan berkembang sangat cepat untuk membuat alat bantu diagnostik di segala bidang biologi, karena berbagai pertimbangan praktis (NICHOLAS dan THORNTON, 1986).
2.5  Pengobatan Penyakit Sindroma Kepala Bengkak/Swollen Head Syndrome (SHS)
Pengobatan dapat dilakukan dengan preparat sulfa, nitrofuran atau oksitetrasiklin untuk menurunkan kejadian infeksi.Ayam penderita dapat dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi. Sisa pemotongan harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibakar. Lesi bagian kepala yang sudah melanjut harus dibuang dan dimusnahkan.














BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Swollen head syndrome (SDS) adalah suatu penyakit menular yang menyerang alat pernapasan unggas terutama ditemukan pada ayam pedaging (broiler) berumur 4-6 minggu. Kondisi ini disebabkan oleh infeksi gabungan antara Coronavirus, Escherichia coli dan Pneumovirus serta Staphylococcus. E. coli bertindak sebagai infeksi sekunder. Ada juga yang menyebutkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Avian Pneumovirus.
B.     SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disarankan kepada peternak unggas agar memperhatikan kebersihan dan sanitasi kandang agar tidak mudah terserang penyakit










DAFTAR PUSTAKA

ALEXANDER, D.J. 1991 .Pneumo virus infections (Turkey rhinotracheitis and swollen head syndrome of chickens) . In: Diseases of Poultry; 9th ed; eds: B.W. Calnek et al. Iowa State Univ . Press, Ames, Iowa, USA. pp .669-673.
GOODWIN and W.D. WALTMAN.1994. Clinical and pathological finding in young Georgia broiler chickens with oculofacial respiratory disease
GOUGH, R.E., R.J. MANwELL., S .E.N . DRURY, and D.B .PEARsoN .1994. Isolation of an avian pneumovirus from broiler chickens. Vet. Rec. 134:353-354.
NICHOLAS R.A .J., and D.H . THORNTON. 1986 . The use of the enzymelinked
immunosorbent assay in detecting antibodies to avian viruses. A review . Vet. Bull. 56 : 337-343 .
 PATnsoN, M., N. CHumLE, C.J. RANDmL, and P.J. WYETH. 1989. Observations on swollen head syndrome in broiler and broiler breeder chickens. Vet. Rec. 125 : 229-231.
SHANE, S.M. 1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. American Soybean Association. Singapore. United Soybean Board.
TABBU, C .R. 1996. Dampak ekonomis dari penyakit unggas. Pros. Temu Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian Peternakan . Ciawi-Bogor, 9-Il Januari1996. Puslit bangnak . Badan Litbang Pertanian. him. 49-58 .
TABBU, C .R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penyakit Bacterial, Mikal dan Viral, Vol. 1 .Penerbit Kanisius, Yogyakarta . 405 him .
TRiAKoso, B. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. him. 102-104.


Tidak ada komentar: