Selasa, 08 April 2014

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN CHIKKEN NUGGET, CURING DAN DAGING ASAP



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK






PEMBUATAN CHIKKEN NUGGET, CURING DAN DAGING ASAP




NAMA                      : RAHMA NINGSI
NIM                          : I 111 12 295
KELOMPOK          : VIII (DELAPAN)
GELOMBANG       : II (DUA)
ASISTEN                 : HENDRA A. MALLARINGA





















LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu). Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka perminataan produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai rasa yang enak dan kandungan zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah ayam. Daging ayam yang sering dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan ayam kampung.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan daging ayam broiller, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan selain untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya. Beberapa bentuk hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet, dendeng, pindang, abon, bakso, nugget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan yang sering dilakukan ialah dengan cara pembekuan, pelayuan, pengeringan, pengasinan, pengasapan dan pengalengan.
Daging asap (smoked meat) adalah daging atau produk daging yang telah mengalami pengasapan atau penambahan cita rasa asap. Daging asap dihasilkan dari proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2 yaitu (a) pengasapan dingin (cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC (tidak lebih dari 28oC), pada kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat mencapai 75-80oC. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Tenak Mengenai Pembuatan Daging Asap.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan Daging Asap yaitu untuk mengetahui proses dasar curring dan pengasapan, untuk mengetahui jenis olahan daging asap dan curring, serta untuk mengetahui perbedaan karakteristik daging asap atau tanpa curring.
Kegunaan dilakukannya Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Mengenai Pembuatan Daging Asap yaitu agar praktikan dapat mengetahui dan mengamplikasikan proses dasar curring dan pengasapan, mengetahui dan mengaplikasikan berbagai jenis olahan daging asap dan curring, serta mengetahui perbedaan karakteristik daging asap atau tanpa curring.










TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Daging Broiller
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas (Khamel, 2011).
Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal 400 gram per minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.

Daging ayam broiler adalah bahan makanan yang mengandung gizi tinggi, memiliki rasa dan aoroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam terdiri dari protein 18,6%, lemak 15,06%, air 65,95% dan abu 0,79% (Stadelman et al., 1988).
Ciri-ciri daging ayam broiler yang baik menurut  SNI 2010, antara lain adalah sebagai berikut :
·         Warna putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak terlalu merah).
·         Warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih.
·         Bila disentuh, daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering).
·         Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau busuk).
·         Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek).
·         Bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat.
·         Pembuluh darah di leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa darah).
Menurut SNI 2010, Kandungan gizi yang terdapat dalam daging ayam broiler Setiap 100 gram daging ayam, mengandung :
Ø  Air 74 %
Ø  Protein 22 %
Ø  Kalsium (Ca) 13 miligram
Ø  Fosfor (P) 190 miligram
Ø  Zat besi (Fe) 1,5 miligram
Ø  Vitamin A, C dan E.
Tinjauan Umum Asap Cair
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari  uap  hasil  pembakaran  tidak  langsung  maupun  langsung  dari  bahan bahan  yang  banyak mengandung  karbon  serta  senyawa-senyawa  lain, bahan baku yang banyak digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu. Anshari (2009), menyatakan asap cair didefenisikan sebagi kondensat berair alami dari kayu yang telah mengalami aging  dan filtrasi untuk memisahkan senyawa tar dan bahan-bahan tertentu. Sedangkan menurut Darmadji (2009), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisi kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses konstituen kayu seperti sellulosa, hemisellulosa dan lignin.
Asap  cair  tempurung  kelapa merupakan  hasil kondensasi asap tempurung kelapa melalui proses pirolisis pada suhu sekitar 4000C. Asap cair mengandung berbagai komponen  kimia  seperti  fenol,  aldehid,  keton,  asam organik, alkohol dan ester. Berbagai komponen kimia tersebut   dapat   berperan sebagai  antioksidan  dan antimikroba serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan. Namun, salah satu komponen kimia lain yang dapat terbentuk pada pembuatan asap cair tempurung kelapa adalah Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) dan turunannya Anshari, (2009).
Komposisi kimia asap cair tempurung kelapa adalah fenol 5,13%, karbonil 13,28%; asam 11,39%. Asap  cair  tempurung  kelapa memiliki  7  macam  senyawa  dominan  yaitu  fenol,  3-metil-1, siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4metilfenol,  2, dimetoksifenol,  4-etil-2-metoksifenol  dan  2, dimetoksibenzilalkohol. Fraksi netral dari asap kayu  juga mengandung fenol yang  juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6-dimetoksi fenol) (Anshari, 2009).
            Menurut Anshari (2009) yang menyatakan bahwa komponen-komponen penyusun asap cair adalh sebgai berikut :
a.           Senyawa Fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester.
b.           Senyawa Karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida.


c.            Senyawa Asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. Adapun struktur dari senyawa asam dapat dilihat pada gambar 3.  
d.           Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatic
Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
e.            Senyawa benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.



Tinjauan Umum Daging Asap
Daging asap adalah irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan lambat terbakar. Asap mengandung senyawa fenol dan formal dehida,masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan daging. Panas pembakaran juga membunuh mikroba, dan menurunkan kadar air daging. Pada kadar air rendah daging lebih sulit dirusak oleh mikroba (Hakim, 2009).
         Daging asap dihasilkan dari proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2 yaitu (a) pengasapan dingin (cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC (tidak lebih dari 28oC), pada kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat mencapai 75-80oC (Lukman, 2008).
Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Daging Asap :
Nama Bahan Makanan : Daging Asap
Nama Lain / Alternatif : -
Banyaknya Daging Asap yang diteliti (Food Weight) = 100 gr
Bagian Daging Asap yang dapat dikonsumsi (Bdd / Food Edible) = 100 %
Jumlah Kandungan Energi Daging Asap = 191 kkal
Jumlah Kandungan Protein Daging Asap = 32 gr
Jumlah Kandungan Lemak Daging Asap = 6 gr
Jumlah Kandungan Karbohidrat Daging Asap = 0 gr
Jumlah Kandungan Kalsium Daging Asap = 15 mg
Jumlah Kandungan Fosfor Daging Asap = 300 mg
Jumlah Kandungan Zat Besi Daging Asap = 5 mg
Jumlah Kandungan Vitamin A Daging Asap = 20 IU
Jumlah Kandungan Vitamin B1 Daging Asap = 0.12 mg
Jumlah Kandungan Vitamin C Daging Asap = 0 mg
Khasiat / Manfaat Daging Asap : - (Belum Tersedia)
Huruf Awal Nama Bahan Makanan : D
Sumber Informasi Gizi : Berbagai publikasi Kementerian Kesehatan Republik     Indonesia serta sumber lainnya.
Ada dua cara pengasapan yaitu cara tradisional dan cara dingin. Pada cara tradisional, asap dihasilkan dari pembakaran kayu atau biomassa lainnya (misalnya sabuk kelapa serbuk akasia, dan serbuk mangga). Pada cara basah, bahan direndam di dalam asap yang sudah di cairkan. Setelah senyawa asap menempel pada daging, kemudian daging dikeringkan. Walaupun mutunya kurang bagus dibanding pengasapan dingin, Pengasapan tradisional paling mudah diterapkan oleh industri kecil. Asap cair yang diperlukan untuk pengasapan dingin sulit ditemukan di pasaran. Karena itu teknologi yang diuraikan lebih ditekankan pada pengasapan tradisional (Dwiari, 2008).





Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan adalah sebagai berikut (Dwiari, 2008) :
a.    Suhu pengasapan
Suhu awal pengasapan sebaiknya rendah agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif. Suhu tinggi akan menyebabkan air cepat menguap dan bahan yang diasap cepat matang tetapi flavor asap yang diinginkan belum terbentuk maksimal.
b.    Kelembaban udara
Kelembaban udara harus diatur sedemikian rupa agar permukaan bahan yang diasap tidak terlalu cepat mengering dan pengeringan berjalan tidak terlalu lama. Jika kelembaban udara terlalu rendah maka permukaan bahan yang diasap akan cepat mengering. Sebaliknya, jika kelembaban udara terlalu tinggi maka proses pengeringan akan berjalan lambat. Sebagai contoh pada pengasapan ikan, kelembaban udara yang idealsebesar 60 – 70% jika suhu sekitar 29C. Jika kelembaban udara kurang dai 60% maka permukaan ikan akan cepat mengering, jika diatur lebih dari 70% maka proses pengeringan lambat.
c.    Jenis kayu
Serutan kayu dan serbuk gergaji dari jenis kayu keras cocok untuk pengasapan dingin. Batang atau potongan kayu dari kayu keras cocok untuk pengaapan panas. Kayu yang mengandung resin atau damar harus dihindari karena akan menimbulkan rasa pahit.



d.   Jumlah, katebalan dan kecepatan aliran asap dalam alat pengasap
Ketiga faktor ini akan mempengaruhi hasil produk akhir. Jika jumlah asap yang kontak dengan bahan sedikit, maka cita rasa asap yang dihasilkan pun berkurang. Demikian pula dengan kedua faktor yang lainnya.
e.    Mutu bahan yang diasap
Untuk memperoleh produk asap yang berkualitas baik, maka mutu bahan yang akan diasap harus yang bermutu baik pula
f.     Perlakuan sebelum pengasapan
Sebelum pengasapan, biasanya bahan pangan mengalami proses penggaraman atau proses kuring. Bahan yang langsung diasap akan berbeda sifat organoleptiknya dibandingkan bahan yang mengalami perlakuan pendahuluan.
Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran potongan daging dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar   Hariningsih, (2008)
Produk-produk makanan yang diasap dapat awet karena panas dari pembakaran kayu dapat menghambat mikroorganisme, asap mengandung komponen antimikroba (bakterisida / bakteristatik), asap mengandung antioksidan sehingga dapat terhindar dari ketengikan dan sebagian asap membentuk kulit tipis sehingga dapat terhindar dari kontaminasi ulang (Dwiari, 2008).


Tinjauan Umum Nugget
Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et al, 2002).
Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Astawan, 2007).
 Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010).
Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007).
Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan tekstur.
Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6638-2002 mendefinisikan nugget ayam  sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Sebagai pedoman standar karakteristik nugget keong, mengacu pada SNI. 01–6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar kualitas nugget ayam.
Tabel. 1 Syarat mutu daging nugget ayam
JENIS UJI
PERSYARATAN
Keadaan

- Aroma
Normal, sesuai label
- Rasa
Normal
- Tekstur
Normal, sesuai label
Air %,b/b
Maks.60
Protein %,b/b
Min.12
Lemak %,b/b
Maks.20
Karbohidrat %,b/b
Maks.25
Kalsium mg/100g
Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002)
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005).
Faktor keberhasilan chicken nugget terletak pada kemampuan mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan lain yang ditambahkan untuk mencapai daya ikat yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam proses pembuatannya perlu dipergunakan teknik yaitu perlakuan menggunakan mesin yang dapat memotong dengan sangat tipis dan menyususn kembali serabut-serabut otot atau dengan penambahan “binding agent” (Raharjo, 1996).
 Chicken nugget dibuat dari daging ayam dengan penambahan pati dan bumbu anatar lain 1% garam, 0,6% bawang putih, 0,4% mrica dan 14% air (Sririwiwatkul dkk, 1997).

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan Nugget, Curing dan Daging Asap dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 25 Maret 2014 pada pukul 14.00 WITA sampai selesai bertermpat di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembutan Daging Asap adalah pisau, talenan, sendok, baskom,  timbangan, oven, gelas ukur, baki.
Bahan yang digunakan pada praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembutan Daging Asap  yaitu daging broiler segar 50 gr dan Asap Cair 5%.
Posedur kerja
            Pertama-tama menyiapkan bahan dan alat dan bahan secara higienis, membersihkan daging dari tendon dan lemak, memotong daging sesuai ukuran berat yang diinstruksikan yaitu sebanyak 50gr, setelah itu merendam daging dengan asap cair 5% selama 30 menit dalam gelas ukur, setelah itu memangganya didalm oven selama 30 menit, setelah itu daging asap siap diamati.




Uji Organolebtik
Aroma                                                     sedikit kuat
 

1                  2                     3                           4                      5                      6

Keempukan                                      sedikit empuk

1                  2                     3                           4                         5                   6

Kebasahan                                          sedikit basah

 

1                    2                     3                         4                      5                     6


Kesukaan tidak suka
1                    2                        3                        4                    5                     6









PEMBAHASAN
            Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pengolahan Hasil ternak mengenai Pembuatan Daging Asap kelompok 8 menggunakan asap cair  5% dan kelompok 7 dengan mengunakan asap cair  10% maka  diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2.Hasil Uji Organoleptik Pada Pembuatan Daging Asap.
KELOMPOK
AROMA
KEEMPUKAN
KEBASAHAN
KESUKAAN
DELAPAN
4
4
4
2
TUJUH
4
4
2
3
Sumber : data hasil praktikum teknologi pengolahan hasil ternak, 2014.

Berdasarkan tabel diatas dari segi aroma dapat diketahui bahwa kelompok delapan mendapatkan hasil 4 sedangkan kelompok tujuh mendapatkan hasil 4. Jika dibandingkan antara keduanya maka keduanya sama- sama memiliki aroma asap. Hal ini disebabkan dengan tingkat pemberian konsentrasi asap cair, ketebalan asap cair, dan kecepatan aliran asap dalam alat pengasap. Hal ini sesuai pendapat Suharyanto (2007) bahwa faktor Jumlah asap, ketebalan asap, dan kecepatan aliran asap dalam alat pengasap akan mempengaruhi hasil produk akhir pada pengolahan daging asap. Jika jumlah asap, ketebalan asap dan aliran asap yang kontak dengan bahan sedikit, maka cita rasa dan bau asap yang dihasilkan pun berkurang. Begitu pula sebaliknya, semakin banyak jumlah asap, semakin tebal asap dan semakin cepat aliran asap yang ada dalam alat pengasap maka cita rasa dan bau asap yang akan dihasilkan pada produk akhir akan sangat beraroma asap.
Berdasarkan tabel diatas dari segi keempukan dapat diketahui bahwa kelompok delapan mendapatkan hasil 4 sedangkan kelompok tujuh mendapatkan hasil 4, jika dibandingkan antara keduanya maka hasilnya sama yaitu 4 yang artinya empuk. Hal ini disebabkan karena tingkat lama pemasakan dan proses yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiari (2008) yang menyatakan bahwa tingkat keempukan suatu daging asap tergantung pada proses yang dilakukan, faktor yang mempengaruhinya yaitu lama pemasakan, kualitas daging, serta kandungan air.
Berdasarkan tabel diatas dari segi kebasahan dapat diketahui bahwa kelompok 8 mendapatkan hasil 4 yang artinya basah sedangkan kelompok 7 mendapatkan hasil 2  yang artinya tidak basah. Jika dibandingkan antara keduanya maka hasil yang didapatkan yaitu sama kelompok delapan memiliki tingkat kebasahan yang lebih tinggi dibanding kelompok tujuh. Hal ini disebabkan karena tingkat lama pemasakan sehingga kandungan air yang terkandung didalamnya masih banyak. Hali ini sesuai dengan pendapat Dwiari (2008) yang menyatakan bahwa lama pemasakan akan mengurangi kadar air suatu daging asap, semakin lama pemasakan maka tingkat kebasahan suatu daging asap akan berkurang, (kering).
Berdasarkan tabel diatas dari segi kesukaan dapat diketahui bahwa kelompok delapan mendapatkan hasil 2 yang artinya kurang suka sedangkan kelompok tujuh mendapatkan hasil 3 yang artinya sedikit tidak suka. Jika dibandingkan antara keduanya maka didapatkan hasil bahwa daging asap kelompok tujuh lebih banyak yang suka dari pada daging asap kelompok enam. Hal ini disebabkan karena tingkat selera konsumen. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Komariah, (2012) yang menyatakan bahwa kesamaan selera pada konsumen dapat menyebabkan tingkat komsumsi dan pendapat yang berbeda.




PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan  Daging Asap dapat diambil kesimpulan dengan melakukan pengasapan pada daging dapat memberikan cita rasa asap, disamping untuk meningkatkan keawetan dan kestabilan warna daging.
Saran
Sebaiknya dalam praktikum pembuatan daging asap ditambahkan garam sedikit agar dapat mengurangi kadar air dan menambah cita rasa pada daging.














DAFTAR PUSTAKA
Afrisanti. 2010. Produk Makanan Nugget. Agro Media.Surabaya.

Anshari, Dedi. 2009. Impregnasi Asap Cair Tempurung Kelapa Poliester Tak Jenuh. Jurnal Kimia Pangan.

Astawan, W. 2007. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

Aswar. 2005. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Nugget Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget. (SNI 01-6683-2002). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Ayam Broiller. (SNI 01-4258-2010). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Darmadji. 2009. Identifikasi dan UJi Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produk Pangan. Jurnal Pascapanen.

Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Hakim. 2009. Ilmu Daging. PT A. . PT.Agromedia Pustaka: Ciganjur.

Hariningsih, Dwi., 2008. Teknologi hasil pangan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Khamel, 2011. Proses Pemotongan Daging. Jakarta : Penebar Swadaya.

Komariah. Sirajuddin. Purnomo. (2012).  Aneka Olahan Daging. Agro Media. Bogor.

Lukman, D.W., 2008. Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Sistem dan Stnadar Pengelolaan SMK. Direktorart Pendidikan Menengah Kejuruan, Jakarta.

Maghfiroh, 2000. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. Jakarta: CV Akademika Pressindo.

Murtidjo, 1987. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (broiler). Penerbit Pustaka Nusatama: Yogyakarta.
Northe. 1984. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.

Raharjo , 1996 . Technologies For The Production Of Restructured Meat : A Review . Indonesian Food and Nutrision Progress.

Shaleh. Purnomo. Budiman. 2002.  Produk Olahan Chicken Nugget. Agro Media. Bogor.

Sririwiwatkul.1997. Kajian Mutu Chicken Nugget Beserta Cara Pembuatan Yang Aman Menurut Standar Nasional Indonesia.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Stadelman, W.J., V.M. Olson, G.A. Shmwell, S. Pasch. 1988. Egg and Poultry Meat Processing. Ellis Haewood Ltd.

Suharyanto, 2007. Kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak. Jurnal Kimia Pangan.

Suprijatna (2005. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Pedaging Strain MB 202-p Periode Starter–Finisher. PT. Janu Putro Sentosa: Bogor.































LAMPIRAN
Perhitungan Hasil Uji Organoleptik pada Pembuatan Daging Asap Kelompok Delapan
·         Aroma
·         Keempukan
·         Kebasahan
·         Kesukaan



















DOKUMENTASI

Tidak ada komentar: