TEKNOLOGI PRAKTIS
PENGOLAHAN DAGING
Ir. Sutrisno Koswara, MSi
DASAR PENGETAHUAN DAGING
A. PENGHASIL DAGING
Daging adalah merupakan bahan pangan yang
diperoleh dari hasil
penyembelihan hewan-hewan ternak atau buruan.
Hewan-hewan yang khusus
diternakkan sebagai penghasil daging adalah
berbagai spesies mamalia seperti
sapi, kerbau, kambing domba dan babi dan
berbagai spesies unggas seperti
ayam, kalkun dan bebek atau itik.
Dengan berkembangnya ilmu-ilmu peternakan,
beberapa spesies hewan
seperti sapi, domba, babi dan ayam telah
diseleksi khusus sebagai penghasil
daging yang mana hewan-hewan tersebut
mengkonversi sebahagian besar dari
ransum yang dimakan untuk pertumbuhan
jaringan otot. Hewan-hewan yang
demikian disebut tipe potong atau tipe daging
mempunyai bentuk badan yang
menunjukkan pertumbuhan otot yang sempurna
pada seluruh permukaan
tulang-tulangnya dengan kaki yang pendek.
1. Pemeriksaan Ante-mortem
Hewan-hewan yang akan disembelih untuk
menghasilkan daging harus
terlebih dahulu diperiksa kesehatannya oleh
doktor hewan atau mantri hewan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penularan penyakit dari daging
kepada konsumen. Hewan-hewan yang menderita
penyakit menular atau
penyakit cacing yang dapat menulari manusia
dilarang untuk disembelih.
2. Penyembelihan
Penyembelihan adalah usaha untuk mengeluarkan
darah hewan dengan
memotong pembuluh darah pada bagian leher
(vena jugularis). Khusus pada
babi, pengeluaran darah tidak dilakukan
dengan penyembelihan, akan tetapi
3
dengan cara menusuk bagian depan dari dada
menembus jantung. Dalam
beberapa hal dilakukan pemingsanan hewan
terlebih dahulu sebelum
penyembelihan dengan cara memukul atau
menembak daerah otak pada bagian
kepala atau dengan menggunakan aliran listrik
dengan tujuan agar hewan tidak
meronta pada waktu penyembelihan.
Untuk memperoleh daging yang berkualitas
baik, faktor-faktor yang harus
diperhatikan pada waktu penyembelihan hewan
adalah sebagai berikut :
a. Permukaan kulit hewan harus dalam keadaan
bersih
b. Hewan harus dalam kondisi prima, tidak
lelah, tidak kelaparan dan tenang
c. Pengeluaran darah harus berlangsung dengan
cepat dan sempurna
d. Perlakuan-perlakuan yang menyebabkan
terjadinya memar dan luka pada
jaringan otot harus dihindari
e. Kontaminasi dengan mikroorganisme harus
dihindari dengan menggunakan
alat-alat yang bersih.
3. Penyiangan dan pemeriksaan
Pasca-mortem
Setelah penyembelihan, kepala dipisahkan pada
batas tulang kepala dengan
tulang leher pertama, kaki pertama dipotong
pada persendian metetarsus, kaki
belakang dipotong pada persendian metacarpus,
jeroan dikeluarkan dengan
membuka bagian bawah perut secara membujur
dan keudian dikuliti. Daging
yang masih menempel pada tulang kerangka
hasil dari penyiangan ini disebut
karkas. Khusus pada babi dan unggas tidak
dilakukan pengulitan, akan tetapi
dilakukan pencabutan bulu dengan cara
mencelupkan kedalam air mendidih
selama beberapa menit sehingga bulunya mudah
dicabut (scalding).
Setelah penyiangan , dilakukan pemeriksaan
pasca mortem terhadap karkas
dan jeroan (hati, jantung, limpa, ginjal dan
usus) untuk meyakinkan bahwa
4
karkas tersebut tidak mengandung penyakit
yang dapat ditularkan kepada
konsumen melalui daging.
4. Pelayuan
Pelayuan dari karkas yang dihasilkan setelah
penyiangan bertujuan untuk
memberikan kesempatan agar proses-proses
biokimia yang terjadi pada daging
setelah hewan mati dapat berlangsung secara
sempurna sebelum daging tersebut
dikonsumsi. Pelayuan ini harus dilakukan
untuk memperoleh daging dengan
keempukan dan cita rasa yang baik sebagai
hasil dari proses-proses biokimia
yang berlangsung selama pelayuan.
Untuk mencegah terjadinya pembusukan,
pelayuan sebaiknya dilakukan
pada suhu rendah (3,6ºC – 4,4ºC) selama
sekitar 12 – 24 jam untuk karkas hewan
kecil (babi, kambing dan domba) dan sekitar
24 – 48 jam untuk karkas hewan
besar (sapi dan kerbau). Untuk karkas unggas
pelayuan tidak perlu dilakukan
oleh karena proses-proses biokimia pada
daging unggas yang telah mati
berlangsung lebih singkat, yaitu selama
penyiangan. Apabila pelayuan
dilakukan pada suhu yang lebih tinggi,
waktunya harus lebih singkat agar tidak
terjadi pembusukan daging.
5. Pemotongan Karkas
Kecuali karkas unggas, karkas hewan mamalia
dibagi menjadi dua sisi
melaui tulang punggung. Kecuali karkas sapi
dewasa, setiap sisi karkas
selanjutnya dipotong menjadi
potongan-potongan eceran (retall cuts) menurut
cara yang bervariasi untuk setiap negara.
Pada karkas sapi dewasa, setiap sisi
karkas dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagian perempat daun (fore qarter) dan
bagian perempat belakang ( hind qarter). Cara
pembagian ini bervariasi, yang
mana pada satu cara pembagian semua tulang
rusuk diikutkan kebagian
perempat depan, sedangkan pada cara pembagian
yang lain satu atau dua
tulang rusuk diikutkan kebagian perempat
belakang. Selanjutnya, bagian
5
perempat depan dan bagian perempat belakang
ini dipotong menjadi potonganpotongan
eceran (retail cuts) menurut cara yang
bervariasi untuk setiap negara.
Cara pemotongan karkas yang dilakukan di
negara-negara maju atau
menurut standar Internasional belum banyak
dilakukan di Indonesia, kecuali
oleh perusahaan-perusahaan daging yang
menyuplai daging ke hotel-hotel atau
“supermarket”.
B. KOMPONEN FISIK DAGING
1. Jaringan Otot
Jaringan otot dari hewan mamalia dan unggas
diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Jaringan otot bergaris melintang atau
jaringan otot kerangka, yaitu jaringan
otot yang langsung menempel pada tulang
melalui jaringan ikat tendon.
b. Jaringan otot tidak bergaris melintang
atau jaringan otot licin, yaitu jaringan
otot yang terdapat pada alat-alat jeroan.
c. Jaringan otot bergaris spesial, yaitu
jaringan otot bergaris melintang juga,
akan tetapi berbeda dengan jaringan otot
kerangka. Jaringan otot ini
terdapat khusus pada jantung.
2. Jaringan Lemak
Berdasarkan lokasinya pada daging, jaringan
lemak dari karkas hewan
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Jaringan lemak subkutan atau jaringan
lemak netral, yaitu jaringan lemak
yang terdapat langsung dibawah kulit.
b. Jaringan lemak intermuskular atau “seam
fat”, yaitu jaringan lemak yang
terdapat diantara otot.
6
c. Jaringan lemak intramuskular atau
“marbling”, yaitu jaringan lemak yang
terdapat diantara serabut otot dalam otot.
Jaringan lemak ini digunakan
sebagai salah satu faktor kualitas dari
daging.
d. Jaringan lemak intrasellular, yaitu
jaringan lemak yang terdapat didalam
serabut otot.
3. Jaringan Ikat
Jaringan ikat dari karkas hewan
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kollogen, yaitu jaringan ikat berwarna
putih yang banyak terdapat pada
tendon, tulang dan kulit. Kharakteristik dari
kollagen ini adalah terhidrolisa
dengan perebusan.
b. Elastin, yaitu jaringan ikat berwarna
kuning yang berbeda dengan kollagen,
tidak terhidrolisa dengan perebusan. Jaringan
ikat ini banyak terdapat pada
ligamentum, yaitu jaringan ikat yang
menghubungkan tulang dengan tulang
melalui persendian dan pada jaringan ikat
yang terdapat pada dinding
serabut otot (endomisium).
c. Retikulin, yaitu jaringan ikat yang
mempunyai kharakteristik mirip dengan
kollagen. Jaringan ikat ini banyak terdapat
pada dinding serabut otot
(endomisium).
C. STRUKTUR FISIK JARINGAN OTOT
Karkas hewan terdiri dari beberapa jaringan
otot dan karkas mamalia
mempunyai jenis otot yang paling banyak,
yaitu sekitar 600 jenis otot. Akan
tetapi, setiap jenis otot, baik dari mamalia
maupun dari unggas atau ikan
mempunyai struktur fisik yang sama.
Setiap otot dibungkus dan dipisahkan satu
sama lain oleh jaringan ikat
epimisium. Otot ini terdiri daru sel-sel otot
berbentuk silinder yang disebut
7
serabut otot. Sel-sel atau serabut-serabut
otot didalam otot dibungkus menjadi
beberapa bundel otot oleh jaringan ikat
perimisium dan dinding dari sel atau
serabut otot juga terdiri dari jaringan ikat
yang disebut endomisium. Dalam
serabut otot terdapat serabut-serabut yang
lebih halus yang disebut miofibril.
Serabut miofibril inilah yang merupakan unit
kontraktil dari sel otot.
Selanjutnya, dalam miofibril terdapat
filamen-filamen protein yang disebut
miofilamen. Miofilamen ini terdiri dari
filamen-filemen tipis (aktin) dan filamenfilamen
tebal (miosin) yang pada bagian-bagian
tertentu berimpitan satu sama
lain sehingga dengan mikroskop polarisasi,
pada penampang membujur sel atau
serabut otot akan kehilangan berselangseling
bagian-bagian yang terang (band-I)
dan bagian-bagian yang gelap (band-A).
Bagian-bagian yang terang dibagi
menjadi dua bagian oleh suatu garis yang
disebut garis-Z dan jarak dari dua
garis-Z berdekatan disebut satu sarkomer.
Pada bagian tengah bagian-bagian
yang gelap terdapat bagian yang lebih terang
(band-H). Pada bagian yang terang
(band-I) terdapat flamen tipis aktin dan pada
bagian yang gelap (band-A)
terdapat flamen tebal miosin yang mana pada
bagian gelap hanya terdapat
flamen miosin sedangkan pada bagian yang
lebih gelap terdapat perimpitan
flamen aktin dan miosin.
Sel-sel atau serabut otot dibungkus oleh
jaringan ikat yang disebut
endomisium. Dibawah endomisium terdapat
selaput yang sangat tipis yang
disebut sarkolemma dan diantara keduanya
terdapat serabut-serabut yang
sangat halus yang disebut serabut retikular.
Didalam sarkolemma terdapat
sarkoplasma, inti sel dan miofibril dan dalam
miofibril terdapat miofilamen.
Pada Gambar 5 dapat dilihat penampang
menlintang dari sel atau serabut otot.
8
D. PERUBAHAN-PERUBAHAN PASCA-MORTEM
Pada jaringan otot hewan hidup berlangsung
proses kontraksi dan relaksasi
secara natural. Apabila rangsangan datang
melalui susunan syaraf pusat,
jaringan otot akan berkontraksi dan apabla
rangsangan tersebut hilang maka
jaringan otot akan kembali berrelaksasi.
Proses ini berlangsung melalui reaksireaksi
biokimia pada kondisi aerobik yang mana
oksigen disuplai dari respirasi
melalui sirkulasi darah.
Apabila hewan talah mati, maka respirasi dan
sirkulasi darah akan terhenti
dan reaksi-reaksi biokimia dalam jaringan
otot berlangsung secara anaerobik
yang menghasilkan terjadinya
perubahan-perubahan fisiko-kimia pada jaringan
otot. Perubahan-perubahan ini berlangsung
dalam 3 fase setelah hewan mati,
yaitu : (a) fase pre-rigor, (b) fase
rigor-mortis dan (c) fase pasca-rigor.
1. Relaksasi dan Kontraksi
Dalam jaringan otot terdapat suatu senyawa
kimia yang disebut
“Adenosinetriphosphate” (ATP) yang dihasilkan
dari oksidasi karbohidrat
jaringan otot (glikogen) melalui siklus KREB.
Senyawa ATP ini akan
membentuk kompleks dengan magnesium menjadi
kompleks ATP-Mg++. Selain
itu, dalam jaringan otot juga terdapat enzim
“Adenosinediphosphate” (ADP),
asam posfat (H3PO 4) dan
energi dan ion kalsium (Ca++) yang
dapat mencegah
kompleks ATP- Mg++ sehingga dihasilkan ATP yang bebas.
Dalam keadaan relaksasi, filamen-filamen
aktin pada sarkomer-sarkomer
serabut otot berasa dalam keadaan terpisah.
Hal ini disebabkan oleh karena ATP
yang dihasilkan terikat sebagai kompleks ATP-
Mg++ dan ion Ca++ disimpan
dalam serabut retikular dari serabut otot.
Apabila terjadi rangsangan, susunan
syaraf pusat akan merangsang serabut
retikuler untuk membebaskan ion Ca++.
Ion Ca++ yang bebas ini akan memecah kompleks ATP-Mg++ sehingga dihasilkan
ATP yang bebas dan mengaktifkan enzim ATP-ase
untuk memecah ATP bebas
9
sehingga dihasilkan energi. Energi inilah
yang menyebabkan terjadinya
persilangan filamen-filamen aktin pada
sarkomer-sarkomer serabut otot proses
kontraksi. Sebaliknya, apabila rangsangan
hilang, serabut retikuler akan
menghisap kembali ion Ca++ sehingga enzim ATP-ase diinaktifkan, ATP
kembali
membentuk kompleks ATP- Mg++ dan filamen-filamen aktin pada
sarkomersarkomer
serabut otot kembali terpisah pada proses
relaksasi.
2. Fase Pre-rigor
Setelah hewan mati, maka pernafasan dan
sirkulasi darah akan terhenti
sehingga suplai oksigen ke jaringan otot juga
terhenti. Akibatnya, proses
oksidasi glikogen melalui siklus KREB untuk
menghasilkan ATP juga terhenti.
Sisa glikogen yang terdapat dalam jaringan
otot akan dipecah menjadi asam
lektat melalui proses glikosilisis anaerobik
sehingga pH jaringan otot akan
menurun secara perlahan-lahan. Segera setelah
hewan mati (fase pre-rigor),
dalam jaringan otot masih terdapat kompleks
ATP- Mg++ yang cukup
untuk
menjaga agar tidak terjadi persilangan
filamen-filamen aktin pada sarkomersarkomer
serabut otot sehingga jaringan otot tetap
lunak, lemas dan halus. Fase
ini berlangsung sekitar 8 – 12 jam setelah
hewan mati.
3. Fase Rigor-mortis
Setelah hewan mati, serabut retikuler tidak
dapat berfungsi sehingga ion-ion
Ca++ terlepas yang mengakibatkan kompleks ATP- Mg++ dipecah menghasilkan
ATP bebas dan enzim ATP-ase diaktifkan untuk
memecah ATP bebas
menghasilkan energi yang diperlukan untuk
terjadinya persilangan filamenfilamen
aktin pada sarkomer-sarkomer serabut otot.
Proses ini berlangsung
secara perlahan-lahan dan pada fase
rigor-mortis, persilangan filamen-filamen
aktin pada sarkomer-sarkomer serabut otot
terjadi secara sempurna sehingga
jaringan otot menjadi keras, kasar dan kaku.
Fase ini berlangsung sekitar 15 – 20
jam setelah fase pre-rigor.
10
4. Fase Pasca-rigor
Mulai dari sejak hewan mati proses pemecahan
ATP dan glikogen
berlangsung terus selama masih ada yang
tersisa dalam jaringan otot. Produk
akhir dari pemecahan ATP adalah
senyawa-senyawa “precusor” cita-rasa daging
yang menyebabkan cita-rasa spesifik pada
daging dan produk akhir pemecahan
glikogen adalah asam laktat yang menyebabkan
penurunan pH jaringan otot.
Pada fase pasca-rigor, pH jaringan otot yang
normal sekitar 6,5 – 6,6 akan turun
menjadi pH sekitar 5,3 – 5,5. Apabila pH jaringan
otot mencapai 5,5 maka sel-sel
otot akan melepaskan dan mengaktifkan suatu
enzim proteolitik “cathepsin”.
Enzim “cathepsin” ini akan mengendorkan
serabut-serabut otot yang tegang,
melonggarkan struktur molekul protein
sehingga daya ikatnya terhadap air
meningkat dan menghancurkan ikatan-ikatan
diantara serabut-serabut otot yang
mana kesemuanya ini akan menyebabkan jaringan
otot yang tegang dan kaku
pada fase rigor-mortis akan kembali menjadi
empuk dan halus pada fase pascarigor.
Kondisi hewan pada waktu penyembelihan
(lelah, kelaparan, dsb.) akan
mempengaruhi sisa glikogen yang terdapat pada
jaringan otot. Apabila hewan
lelah atau kelaparan sebelum penyembelihan,
maka sisa glikogen dalam jaringan
otot sedikit sehingga pH akhir yang dicapai
pada fase pasca-rigor relatif tinggi.
Apabila pH akhir jaringan otot pada fase
pasca-rigor mencapai 5,8 atau lebih
tinggi, maka daya ikat air dari molekul
protein sedemikian rupa tingginya
sehingga daging akan kelihatan gelap, kasar
dan kering (GKK) atau “dark, firm
and dry” (DFD). Sebaliknya, karena faktor
“strees” dan faktor-faktor lain yang
belum diketahui, penurunan pH dapat
berlangsung sangat cepat dan sangat
rendah. Hal ini akan menyebabkan daya ikat
air dari molekul protein juga
sangat rendah sehingga daging kelihatan
pucat, lunak dan berair (PLB) atau
“pale, soft and exudative” (PSE).
11
Reaksi-reaksi kimia pada jaringan otot
setelah hewan mati dipengaruhi
temperatur penyimpanan karkas. Semakin rendah
temperatur, semakin lambat
reaksi-reaksi biokimia tersebut berlangsung.
Apabila temperatur sedemikian
rendahnya, terdapat kemungkinan terjadi
penciutan serabut-serabut otot
sedangkan konsentrasi ATP dalam jaringan
masih cukup tinggi sehingga proses
pengempukan pasca-mortem tidak sempurna dan
daging akan lebih kenyal.
Kondisi ini yang disebut “cold shortening”.
Demikian juga halnya, apabila
jaringan otot pada fase pre-rigor disimpan
beku, maka reaksi-reaksi biokimia
pada jaringan otot akan terhenti atau
berlangsung sangat lambat. Pada waktu
“thawing”, reaksi-reaksi biokimia tersebut
berlangsung sangat cepat oleh karena
kerusakan sel-sel otot sehingga persilangan
filamen-filamen aktin pada
sarkomer-sarkomer serabut otot berlangsung
lebih intensif dan daging akan
lebih kenyal. Oleh karena itu, apabila daging
dibekukan pada fase pre-rigor
(segera setelah penyembelihan), sebaiknya
daging tersebut langsung dimasak
tanpa terlebih dahulu di “thawing”. Kondisi
ini dikenal sebagai “thaw rigor”.
12
PEMBUATAN ABON
Abon adalah makanan dibuat dari daging yang
disuwir--suwir atau
dipisahkan seratnya, kemudian ditambah
bumbu-bumbu dan digoreng. Daging
yang umum digunakan untuk pembuatan abon
adalah daging sapi atau kerbau.
Meskipun demikian, semua jenis daging
termasuk daging ikan dapat digunakan
untuk pembuatan abon.
Abon tergolong produk olahan daging yang
awet. Untuk mempertahankan
mutunya selama penyimpanan, abon dikemas
dalam kantong plastik dan
ditutup dengan rapat. Dengan cara demikian,
abon dapat disimpan pada suhu
kamar selama beberapa bulan.
Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif
mudah, tidak memerlukan modal
yang besar dan sudah lama dikenal dan
digemari oleh semua golongan
masyarakat Indonesia. Sehingga, pembuatan
abon mempunyai prospek yang
baik untuk dikembangkan sebagai industri
kecil atau industri rumah tangga.
Cara Pembuatan Abon
Daging sapi atau daging kerbau dipotong
menjadi tetelan daging. Lemak dan
jaringan ikat dibuang dari seluruh
permukaannya, lalu potong-potong dengan
ukuran 4 x 4 x 4 cm. Selanjutnya dicuci
dengan air bersih, sehingga bebas dari
kotoran dan sisa darah. Daging yang telah
dipersiapkan diatas ditimbang seberat
5 kg. Rebus potongan-potongan daging
tersebutdalam air mendidih selama 30 -
60 menit.
1. Setelah didinginkan, tumbuk daging yang
telah direbus dengan cobek dan
alu, lalu pisahkan seratnya-seratnya dengan
menggunakan garpu.
2. Timbang bumbu-bumbu yang diperlukan
sebagai berikut : 25 gr ketumbar,
125 gr kemiri, 350 gr gula merah, 150 gr
bawang merah, 50 gr bawang putih
dan 200 gr garam dapur.
13
3. Tumbuk bumbu-bumbu yang telah ditimbang
tersebut satu per satu sampai
halus, campur dan aduk sampai semuanya
tercampur secara homogen, lalu
tumis dengan sedikit minyak goreng dalam
wajan.
4. Timbang daging kelapa seberat 3 kg, lalu
parut dan peras santannya dengan
penambahan air panas secukupnya.
5. Masukkan santan yang dihasilkan r 7 ke
dalam wajan, tambahan ke
dalamnya daging yang telah disuwir-suwir
(dipisahkan dalam bentuk seratserat
daging) dan bumbu-bumbu yang telah
dipersiapkan, aduk sampai
merata, lalu panaskan di atas kompor sampai
kering dan tiriskan di atas.
6. Panaskan sebanyak 0.5 kg minyak goreng
dalam wajan di atas kompor
dengan api yang sedang besarnya, masukkan ke
dalamnya daging yang
telah dipersiapkan sedikit demi sedikit dan
goreng sampai kering dan
berwarna coklat muda, lalu tiriskan dan
dinginkan di atas.
7. Kemas abon yang dihasilkan dalam kantong
plastik atau kemasan lainnya.
PEMBUATAN DENDENG
Dendeng adalah makanan berbentuk lempengan
yang terbuat dari irisan
atau gilingan daging segar yang diberi bumbu
dan dikeringkan.
Dendeng termasuk makanan yang dibuat dengan
cara pengeringan.
Kandungan air dendeng antara 15 sampai 50
persen, bersifat plastis dan tidak
terasa kering. Dendeng perlu direndam air,
lalu dimasak terlebih dulu sebelum
dikonsumsi.
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan dendeng
adalah garam dapur,
gula merah, vetsin dan rempah-rempah. Garam
dapur merupakan bahan
pemberi cita rasa dan pengawet pada makanan
karena dapat menghambat
pertumbuhan jasad renik.
14
Gula berfungsi untuk melembutkan produk,
menurunkan aktivitas air,
yaitu air yang dapat digunakan untuk
tumbuhnya jasad renik, memberikan rasa
dan aroma, juga akan mengimbangi atau
mengurangi rasa asin yang berlebihan.
Rempah-rempah
digunakan untuk menambah aroma dan cita rasa. Sebagian dari
rempah-rempah
juga mempunyai sifat dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.
Vetsin
dapat membuat seimbang antara rasa manis dan asin dalam makanan. Selain itu
vetsin
dapat dipergunakan untuk memperbaiki cita rasa yang hilang dan rusak akibat
proses
pengolahan.
Pembuatan
dendeng yang biasa dilakukan terdiri dari tahap-tahap berikut :
persiapan
bahan, pengirisan atau penggilingan, pemberian bumbu, pencetakan (untuk
dendeng
giling), dan pengeringan. Persiapan meliputi pemilihan daging dan pembersihan
dari
kotoran dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan dimaksudkan untuk memperluas
permukaan
daging sehingga pengeringan akan cepat. Sedangkan penggilingan akan
memudahkan
pencampuran bumbu hingga homogen dan daging mudah dibentuk.
Pengeringan
dendeng bisa dilakukan dengan penjemuran maupun menggunakan oven
hingga
mencapai kadar air tertentu.
Daging yang mempunyai kandungan lemak tinggi
memerlukan waktu
pengeringan yang lebih lama. Oleh karena itu
daging yang akan dikeringkan
sebaiknya mengadung lemak kurang dari 35 persen.
Pembuatan Dendeng Giling
1. Keringkan loyang dalam oven, 700C.
2. Siapkan merang bersih, yaitu merang dicuci
lalu dijemur sampai kering.
3. Daging sapi dibersihkan dipotong-potong
kemudian digiling.
4. Timbang 400 gr daging giling letakkan
dalam waskom plastik.
5. Timbang 20 gr garam, 100 gr gula merah, 12
gr bawang putih, ½ gr merica, ½
gr jinten, 8 gr ketumbar, 4 gr vetsin dan 8
gr lengkuas, kemudian dihaluskan.
6. Bumbu halus dicampur dengan daging giling
sampai benar-benar merata.
7. Daging ditekan (dipres dengan roller, baik
roller kayu maupun besi) hingga
tebalnya 2 – 3 mm, lalu dipotong-potong
dengan ukuran 4 x 6 cm.
15
8. Daging diletakkan di atas loyang yang
telah dilapisi merang bersih dan
kering.
9. Masukkan loyang berisi lempengan daging ke
dalam oven yang dipanaskan
pada suhu 70 oC. Setelah 7 jam pengeringan, kemudian dikemas.
Pembuatan
Dendeng Iris
1. Keringkan loyang dalam oven 700C.
2. Siapkan merang bersih, yaitu merang dicuci
lalu dijemurnya sampai kering.
3. Siapkan air mendidih dalam panci.
4. Daging dibersihkan, lalu diiris setebal 5
cm.
5. Masak sebagian dalam air mendidih sampai
warna mulai coklat sebagian
lagi langsung di iris dan dibumbui.
6. Daging diiris dengan tebal ¾ cm, lalu
dibumbui dengan bumbu yang sama
seperti dendeng giling. Bumbu harus dicampur
sampai benar-benar merata.
7. Daging diletakkan di atas loyang yang
telah dilapisi merang bersih dan
kering.
8. Masukkan loyang berisi irisan daging ke
dalam oven yang dipanaskan pada
suhu 70 oC. Setelah 7 jam pengeringan, kemudian dikemas.
BAKSO DAGING
Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari
bahan utama daging yang
dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan
lainnya, dibentuk bulatan-bulatan,
dan selanjutnya direbus. Berbeda dengan
sosis, bakso dibuat tanpa mengalami
proses kiuring, pembungkusan maupun
pengasapan.
Biasanya istilah bakso tersebut diikuti
dengan nama jenis dagingnya, seperti
bakso ikan, bakso ayam, dan bakso sapi.
Berdasarkan bahan bakunya, terutama
ditinjau dari jenis daging dan jumlah tepung
yang digunakan, bakso dibedakan
menjadi 3 jenis yaitu bakso daging, bakso
urat dan bakso aci. Bakso daging
16
dibuat dari daging yang sedikit mengandung
urat, misalnya daging penutup,
pendasar gandik dengan penambahan tapung
lebih sedikit daripada berat
daging yang digunakan.
Bakso urat adalah bakso yang dibuat dari
daging yang banyak mengandung
jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga.
Penambahan tepung pada bakso
urat lebih sedikit daripada jumlah daging
yang digunakan. Bakso aci adalah
bakso yang jumlah penambahan tepungnya lebih
banyak dibanding dengan
jumlah daging yang digunakan.
Parameter mutu bakso yang diperhatikan para
pengolah maupun konsumen
adalah tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang
biasanya disukai adalah yang
halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus dimana
permukaan irisannya rata,
seragam dan serta dagingnya tidak tampak.
Kekenyalan bakso dapat ditentukan
dengan melempar bakso ke permukaan meja dan
lantai, dimana bakso yang
kenyal akan memantul, sedangkan keempukan
diukur dengan cara digigit,
dimana bakso yang empuk akan mudah pecah.
Bahan Bakso dan Peranannya
Bahan-bahan baku bakso terdiri dari bahan
baku utama dan bahan baku
tambahan. Bahan utamanya adalah daging,
sedangkan bahan tambahannya
adalah bahan pengisi, garam, penyedap dan es
atau air es.
Hampir semua bagian daging dapat digunakan
untuk membuat bakso. Jenis
daging yang sering digunakan antara lain
daging penutup, pendasar gandik,
lamusir, paha depan dan iga. Umumnya daging
yang digunakan untuk
membuat bakso adalah daging yang sesegar
mungkin, yaitu yang diperoleh
segera setelah pemotongan hewan tanpa
mengalami proses penyimpanan atau
pelayuan.
Komponen daging yang terpenting dalam
pembuatan bakso adalah protein.
Protein daging berperan dalam pengikatan
hancuran daging selama pemasakan
dan pengmulsi lemak sehingga produk menjadi
empuk, kompak dan kenyal.
17
Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam
pembuatan bakso adalah tepung
pati, misalnya tepung tapioka dan tepung pati
aren. Bahan pengisi mempunyai
kandungan karbohidrat yang tinggi, sedangkan
kandungan proteinnya rendah.
Bahan tersebut tidak dapat mengemulsikan
lemak tetapi memiliki kemampuan
dalam mengikat air.
Penggunaan tepung pati dalam pembuatan bakso
untuk konsumsi rumah
tangga biasanya 4 – 5 persen dari berat
daging. Sedangkan pada pembuatan
komersial, penambahan tepung berkisar antara
50 sampai 100 persen dari berat
daging. Hal ini dimaksudkan untuk menekan
biaya produksi dan mengurangi
harga bakso. Penambahan tepung terlalu tinggi
akan menutup rasa daging
sehingga rasa bakso kurang disukai konsumen.
Garam dapur dan MSG (monosodium glutamat)
sama-sama memiliki fungsi
sebagai pemberi rasa pada produk bakso.
Perbedaanya, garam dapur selain
memberi rasa juga berfungsi sebagai pelarut
protein, pengawet dan
meningkatkan daya ikat air dari protein
daging. Pemakaian garam dalam
pembuatan bakso berkisar antara 5 – 10 persen
dari berat daging. Sedangkan
penambahan MSG umumnya berkisar antara 1
sampai 2.5 persen dari berat
daging.
Tekstur dan keempukan produk bakso
dipengaruhi oleh kandungan airnya.
Penambahan air pada adonan bakso diberikan
dalam bentuk es batu atau air es,
supaya suhu adonan selama penggilingan tetap
rendah. Dalam adonan, air
berfungsi untuk melarutkan garam dan
menyebarkannya secara merata
keseluruh bagian masa daging, memudahkan
ekstraksi protein dari daging dan
membantu dalam pembentukan emulsi. Air
ditambahkan sampai adonan
mencapai tekstur yang dikehendaki. Jumlah
penambahan air biasanya berkisar
antara 20 – 50 persen dari berat daging yang
digunakan. Jumlah penambahan ini
dipengaruhi oleh jumlah tepung yang
ditambahkan. Untuk menghasilkan
tekstur adonan yang sama, semakin banyak
penambahan tepung semakin
banyak air yang harus ditambahkan.
18
Bahan-bahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan
bakso adalah
bahan pemutih, bahan pengawet, boraks dan
tawas. Bahan pemutih yang biasa
digunakan adalah Titanium dioksida (Ti02). Penambahan Ti02 ke dalam bakso
diperkirakan antara 0.5 sampai 1 persen dari
berat adonan. Fungsi bahan ini
adalah untuk menghindari warna bakso yang
gelap.
Bahan pengawet yang biasa digunakan dalam
bakso adalah benzoat.
Pemakaian benzoat dilakukan dengan cara
mencampurkan nya ke dalam
adonan bakso, sebanyak 0.1 sampai 0.5 persen
dari berat adonan. Peraturan
Menkes RI membatasi penggunaan benzoat dalam
produk pangan maksimum
0.1 persen dari berat produk.
Boraks (Na2B407-1OH2O) berupa serbuk putih sering digunakan oleh
pengolah bakso dengan maksud menghasilkan
produk yang kering (kasat dan
tidak lengket). Tetapi dalam peraturan
kesehatan, boraks termasuk salah satu
bahan kimia yang dilarang penggunaannya dalam
produk pangan.
Tawas (A12 (SO4)3) digunakan dalam air yang digunakan untuk
merebus
bakso. Jumlah penambangannya sekitar 1 sampai
2 gram per liter air. Tujuan
penggunaan tawas adalah untuk mengeraskan
permukaan bakso dan memberi
warna yang cerah.
Sodium tripolifosfat yang ditambahkan ke
dalam adonan bakso dapat
mencegah terbentuknya permukaan kasar dan
rekahan pada bakso. Penggunaan
polifosfat sebanyak 0.75 persen dari berat
daging dan penambahan garam dapur
sebanyak 2.0 persen memberikan nilai
penerimaan konsumen yang sangat baik.
Penambahan polifosfat yang lebih tinggi dapat
menyebabkan rasa pahit.
Pembuatan Bakso
Pembuatan bakso terdiri dari persiapan bahan,
penghancuran daging,
pencampuran bahan dan pembuatan adonan,
pencetakan dan pemasakan.
Persiapan bahan meliputi pemilihan daging dan
penyiangan bahan tambahan
19
lainnya. Daging bisa dipilih yang segar,
bersih atau dibersihkan dari lemak
permukaan dan jaringan ikat atau urat.
Penghancuran daging bertujuan untuk memecah
serabut daging, sehingga
protein yang larut dalam larutan garam akan
mudah keluar. Penghancuran
daging untuk bakso dapat dilakukan dengan
cara mencacah, menggiling atau
mencincang sampai lumat. Alat yang biasa
digunakan antara lain pisau,
pencincangan (chopper), atau penggiling (grinder).
Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan
mencampur seluruh bagian
bahan kemudian menghancurkan-nya sehingga
membentuk adonan. Atau
dengan meng-hancurkan daging bersama-sama
garam dan es batu terlebih dulu,
baru kemudian dicampurkan bahan-bahan lain
dengan alat yang sama atau
menggunakan mixer.
Pemasakan bakso biasanya dilakukan dalam dua
tahap. Tahap pertama,
bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat
sekitar 600C sampai 800C,
sampai bakso mengeras dan mengambang di
permukaan air. Pada tahap
selanjutnya, bakso dipindahkan ke dalam panci
lainnya yang berisi air
mendidih, kemudian direbus sampai matang,
biasanya sekitar 10 menit.
Pemasakan bakso dalam dua tahap tersebut
dimaksudkan agar permukaan
produk bakso yang dihasilkan tidak keripuk
dan tidak pecah akibat perubahan
suhu yang terlalu cepat.
Pembuatan bakso dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Bersihkan daging dari lemak pada permukaan
dan urat.
2. Timbang 1 kg daging bersama 200 gram es
batu dan 50 gram garam dapur
digiling dalam gilingan daging.
3. Daging giling kemudian dimasukkan ke dalam
alat penghancur dan
ditambahkan 100 - 1000 gram tapioka
(tergantung selera, atau mutu bakso
yang dihasilkan), 2.5 gram MSG, 2.5 gr
Titanium dioksida dan 1.5 gr sodium
tripolifosfat. Campuran tersebut dihancurkan
selama setengah menit lalu
dikeluarkan untuk dicetak.
20
4. Adonan yang sudah jadi, dicetak dengan
tangan dan dengan bantuan
sendok.
5. Bakso yang telah dicetak segera dimasukkan
ke dalam air hangat dengan
suhu 60 sampai 800C dan dibiarkan sampai mengambang. Setelah
mengambang bakso dipindahkan ke dalam air
mendidih dan dipanaskan
sampai bakso matang, yaitu sekitar 10 menit.
6. Bakso yang matang ditiriskan dan warna dan
kehalusannya dilihat secara
visual, keempukan dengan cara digigit,
kekenyalan dengan cara dipijat atau
digigit, dan rasa serta aroma dengan cara
dicicip. Bakso siap dikonsumsi.
SOSIS
Sosis adalah daging lumat yang dicampur dengan
bumbu atau rempahrempah
kemudian dimasukkan dan dibentuk dalam
pembungkus atau casing.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
sosis terdiri dari : daging,
lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air,
garam dapur dan bumbu.
Bahan Sosis dan Peranannya
Semua jenis daging ternak termasuk jeroan dan
tetelan dapat digunakan
untuk pembuatan sosis. Pada prinsipnya semua
jenis daging dapat dibuat sosis
bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging
merupakan sumber protein yang
bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis.
Protein yang utama berperan sebagai
pengemulsi adalah myosin yang larut dalam
larutan garam.
Penambahan lemak dalam pembuatan sosis
berguna untuk membentuk sosis
yang kompak dan empuk serta memperbaiki rasa
dan aroma sosis. Jumlah
penambahan lemak tidak boleh lebih dari 30
persen dari berat daging untuk
mempertahankan tekstur selama pengolahan dan
penanganan. Penambahan
lemak yang terlalu banyak akan mengakibatkan
hasil sosis yang keriput.
21
Sedangkan penambahan terlalu sedikit akan
menghasilkan sosis yang keras dan
kering.
Penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi
berfungsi untuk menarik air,
memberi warna khas, membentuk tekstur yang
padat, memperbaiki stabilitas
emulsi, menurunkan penyusutan waktu
pemasakan, memperbaiki cita rasa dan
sifat irisan.
Bahan pengikat dan pengisi dibedakan
berdasarkan kadar proteinnya. Bahan
pengikat mengandung protein yang terlalu
tinggi, sedangkan bahan pengisi
pada umumnya mengandung karbohidrat saja.
Bahan pengikat dan pengisi yang umum
digunakan adalah susu skim,
tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka,
tepung terigu, tepung kedelai,
tepung ubi jalar, tepung roti dan tepung
kentang.
Air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis
biasanya dalam bentuk
serpihan es, supaya suhu adonan selama
penggilingan tetap rendah. Selain
sebagai fasa pendispersi dalam emulsi daging,
air berfungsi juga untuk
melarutkan protein sarkoplasma (protein larut
air) dan sebagai pelarut garam
yang akan melarutkan protein mifibril
(protein larut garam).
Jumlah penambahan air akan mempengaruhi
tekstur sosis. Penambahan
yang terlalu banyak menyebabkan tekstur sosis
yang lunak. Jumlah penambahan
ini tidak boleh melebihi 4 kali protein
ditambah 10 persen.
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa,
mengawetkan dan yang
paling penting adalah untuk melarutkan
protein. Garam dapur dan garam alkali
fosfat secara bersama-sama berpengaruh
terhadap pengembangan volume dan
daya ikat air dari daging. Garam alkali
polifosfat bisa berfungsi untuk
mempertahankan warna, mengurangi penyusutan
waktu pemasakan dan
menstabilkan emulsi.
Bahan tambahan lainnya yang sering digunakan
dalam pembuatan sosis
adalah gula, nitrit atau sendawa dan
rempah-rempah. Gula dapat membantu
22
mempertahankan aroma dan mengurangi efek pengerasan
dari garam glukosa.
Jumlah penambahannya sekitar 1 persen.
Nitrit ataupun sendawa ditambahkan pada
daging terutama sebagai
pembangkit warna khas kiuring, yaitu warna
merah yang stabil. Penambahan
nitrit ini dibatasi maksimum 200 ppm (200 mg
per kg bahan) karena pada
konsentrasi tinggi dapat membahayakan
kesehatan.
Rempah-rempah yang biasa digunakan antara
lain lada, pala, jahe, dan
cengkeh. Ditambahkan dalam bentuk tepung
minyak atsiri dan oleoresin.
Sebagai wadah pembentuk sosis, biasa
digunakan casing yang terbuat dari
usus binatang atau casing sintesis. Jenis
casing (pembungkus) sintetis yang
banyak digunakan dibuat dari selulosa dan
kolagen.
Pembuatan Sosis
Berdasarkan
kehalusan emulsi daging, sosis dibedakan menjadi sosis kasar dan sosis
emulsi.
Pada pembuatan sosis kasar tahapan pengolahannya lebih sederhana, yaitu
menggiling
daging sampai halus kemudian mencampurkannya dengan lemak sampai
merata.
Sedangkan pada pembuatan sosis emulsi, tahapan pencampurannya terdiri dari
pencampuran,
pencacahan dan pengemulsian.
Secara
lengkap tahapan pengolahan kedua jenis sosis tersebut sebagai berikut :
pemilihan
bahan-bahan yang akan digunakan, penggilingan, pencampuran (termasuk
tahapan
pencacahan dan pengemulsian), pemasukkan ke dalam casing, pengikatan,
penggantungan,
pemasakan (perebusan, pengukusan atau pengasapan), pendinginan
(penyemprotan
dengan air dingin atau penyimpanan dingin), pengupasan dan
pengemasan.
Penggilingan
bertujuan untuk menyebar ratakan lemak dalam daging. Sebelum
digiling
daging biasanya dulu sampai suhu –20 0C, sehingga suhu penggilingan tetap di
bawah
22 oC. Hal ini untuk
mencegah terdenaturasinya protein yang sangat penting
sebagai
emulsifier.
23
Pada
tahap pencampuran diharapkan lemak yang ditambahkan akan menyebar secara
merata.
Demikian juga bahan kuring (sendawa), serpihan es garam dapur, bahan pengikat
dan
bahan tambahan lainnya. Suhu adonan pada pencampuran harus dipertahankan
serendah
mungkin yaitu sekitar 3 sampai 12 oC.
Pemasukkan adonan sosis ke dalam casing
menggunakan alat khusus
(disebut stuffer) bertujuan membentuk dan
mempertahankan kestabilan sosis.
Memantapkan warna dan mematikan mikroba.
Pemasakan dapat dilakukan
dengan cara seperti perebusan, pengukusan,
pengasapan dan kombinasi caracara
tersebut. Pengasapan dapat memberikan cita
rasa khas, mengawetkan dan
memberi warna khas.
Pendinginan sosis setelah pemasakan selain
untuk menurunkan suhu
sosis secara cepat, juga untuk memudahkan
pengupasan, pembungkus (casing)
jika menggunakan jenis yang tidak dapat
dimakan.
Secara lengkap langkah-langkah kerja pada
pembuatan sosis adalah
sebagai berikut :
1. Daging didinginkan pada suhu 1 sampai 4 oC.
2. Daging dibersihkan dari tulang dan urat
atau jaringan pengikat.
3. Timbang 1 kg daging, lalu potong-potong
menjadi bentuk balok kecil-kecil.
4. Potongan-potongan daging digiling dalam
penggilingan daging sambil
ditambah 100g es, 500 mg vitamin C dan 150 mg
NaNO2. Penggilingan
dilakukan 2 kali agar daging halus. Selama
penggilingan temperatur adonan
diusahakan tidak melebihi 22 oC.
5. Daging giling ditambah 10 g gula pasir, 7
g sodium tripolifosfat, 250 g
minyak jagung, 200 g es, lada, pala, telah
dihaluskan secukupnya. Bahan
campuran diaduk dalam wadah dengan
menggunakan mikser kira-kira 3
menit.
6. Adonan kemudian ditambah sekitar 100 g
tepung tapioka sebagai bahan
pengikat.
24
7. Pengadukan dilanjutkan selama 10 menit.
Selama pengadukan suhu adonan
diusahakan tidak melebihi 22 oC.
8. Adonan sosis hasil pengadukan dimasukkan
ke dalam alam pengisi (stuffer).
9. Dengan alat pengisi (stuffer) tersebut
adonan dimasukkan ke dalam
pembungkus (casing).
10. Setelah diisi pembungkus sosis diikat
pada ujung-ujungnya dan pada setiap
15 cm.
11. Sosis dikeringkan dalam oven selama 30
menit dengan suhu 60 oC.
12. Sediakan air panas 70 sampai 80 oC dalam panci.
13.
Sosis dimasak dalam air panas tersebut
kira-kira 40 menit.
14.
Setelah pemasakan, sosis langsung didinginkan
dengan air sampai suhu 25
0C lalu
digantungkan untuk selanjutnya dapat dikonsumsi, dikemas atau
dipasarkan.
0o0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar